Latest News

Friday, January 22, 2016

Pater Jean Berthier MS. Pendiri Tarekat MSF

Pater Jean Berthier MS. Pendiri Tarekat MSF


Masa Kanak-Kanak
Jean Berthier lahir pada tgl. 24 Februari 1840 di Ch�tonnay, sebuah desa kecil di Dauphin�, sebagai anak sulung dari sebuah keluarga petani sederhana. Dari ayahnya ia mewarisi semangat ketekunan dan kemauan yang kuat, yang tampak dalam sikapnya di kemudian hari. Dari ibunya Jean mewarisi kebaikan penuh kasih. Ibu adalah seorang perempuan yang menghayati secara mendalam hidup keagamaannya, yang memberi pendidikan katolik secara baik kepada anak-anaknya. Di kemudian hari Jean berkata: �Saya berpikir bahwa satu dari rahmat terbesar yang Tuhan berikan kepadaku adalah seorang ibu yang saleh. Dia menegur, dia membina saya dan tidak membiarkan saya melakukan sesuatu yang negatif. Ibuku mengerti bahwa ia pertama-tama adalah seorang katolik, dan baru kemudian seorang ibu, dan bahwa tugasnya yang paling penting adalah: menjadikan saya seorang pengikut Kristus.�

Ayah dari Berthier bangga dengan anak sulungnya yang sangat pandai dan rajin. Oleh sebab itu ia ingin putranya menerima pendidikan yang baik. Tidak boleh dilewatkan barang sehari-pun tanpa pergi ke sekolah. Maka selama bulan-bulan musim dingin, ketika banyak salju di jalan, ayah sering memanggul Jean ke sekolah. Selama musim dingin ia mengajar Jean membaca Kitab Suci dan mengucapkan dengan betul nama-nama yang sukar. Oleh karena daya ingatnya luar biasa Jean mampu mengingat teks-teks yang panjang, dan karena alasan itu romo paroki memintanya membawakan di luar kepala Kisah Sengsara di gereja selama pekan suci. Waktu itu Jean baru berumur 9 tahun!
Pada akhir kelas enam di Sekolah Dasar romo paroki mengusulkan akan memberikan kepada Jean dan kepada beberapa teman sekelasnya, yang semua telah menjadi putra altar, satu tahun pendidikan khusus sebagai persiapan bagi seminari menengah. Ayahnya berkeberatan, sebab untuk masa depan Jean, keinginannya hanya satu: Jean harus selekas mungkin mulai membantu bapanya dalam usaha pertanian, agar di kemudian hari ia menjadi seorang petani yang sukses. Tetapi romo paroki dan ibunya membujuk ayahnya untuk membiarkan Jean mengikuti tahun persiapan khusus itu. Lagi pula segala waktu kosong di sekolah mau dipakai Jean untuk melaksanakan tugasnya sebagai anak sulung, yakni membantu ayahnya di ladang.
Bersama dengan pastor pembantu, pastor kepala paroki membimbing para calon seminaris ini dengan program sangat intensif, dengan materi yang biasanya diberikan pada tahun-tahun pertama di seminari. Ini adalah salah satu usaha dari pastor paroki untuk mempromosikan panggilan bagi imamat. Selama 46 tahun bekerja sebagai pastor paroki di Ch�tonnay sekitar 30 imam dan hampir 60 orang suster muncul dari paroki itu. Ketika tahun persiapan itu hampir selesai, si ayah harus diyakinkan bahwa sebaiknya ia memberi ijin kepada Jean untuk mengikuti keinginannya, yakni masuk seminari. Ibu sangat menolong dan berkat dorongan yang kuat dan terus-menerus dari pastor paroki akhirnya ayah menyerah.
Perjalanan Menuju Imamat
Jean berumur 13 tahun ketika ia bersama teman-temannya dari Ch�tonnay masuk seminari menengah di keuskupan Grenoble. Para pengajarnya begitu terkesan akan kemampuan Berthier kecil dan akan hasil yang baik dari tahun persiapan di desa kelahirannya sehingga ia langsung dimasukkan ke kelas tiga. Bulan-bulan pertama menjadi masa yang sangat sulit baginya. Ia rindu kampung halamannya. Ia juga harus mengejar banyak sekali bahan pelajaran, sehingga hampir kehilangan harapan untuk bisa meneruskan program itu. Tetapi otaknya yang baik dan daya kemauannya yang keras membantu untuk mengatasi krisis itu, dan pada akhir tahun ia mencapai ranking yang tinggi.
Di seminari ia belajar mata pelajaran yang paling penting, yakni bahasa Latin dan bahasa Perancis, sedemikian baik, sehingga sepanjang hidupnya ia dapat menggunakan kedua bahasa itu tanpa kesalahan. Selain itu ia sangat tertarik pada ilmu tumbuh-tumbuhan, suatu ketertarikan yang dia bawa selama hidupnya dan ia bagikan dengan gembira pada murid-muridnya. Sering kali ia dapat memandang suatu bunga atau suatu tanaman dengan rasa kagum, dan ia bersyukur pada Sang Pencipta untuk semua keindahan itu. Jean adalah seorang seminaris yang serius dan saleh, yang tidak tertarik pada olah raga dan permainan-permainan. Setiap waktu luang dia gunakan untuk membaca. Waktu liburan di rumah selama musim panas dimanfaatkannya untuk membantu ayahnya di ladang. Hari-hari kerja yang panjang ia lalui di ladang, karena selama musim panas banyak hal harus dikerjakan. Maklumlah, pada waktu itu belum ada mesin-mesin pertanian.
Pada tahun 1857 Jean pindah ke Grenoble, di mana ia harus belajar filsafat selama satu tahun, dan kemudian mulai belajar teologi di seminari tinggi. Masa empat tahun di seminari tinggi itu sangat berpengaruh dalam hidup Jean Berthier. Di seminari itu ia diajar oleh beberapa dosen yang sangat kompeten dan juga saleh, dan selama empat tahun itu Jean berhasil mengumpulkan bekal ilmiah dan rohani, yang di kemudian hari sangat berguna bagi dirinya. Ia menuntut banyak dari dirinya, dan yakin bahwa ia harus menjadi seorang imam yang mampu dan saleh, dan untuk itu ia harus meletakkan fondasi yang baik selama di seminari. Kelak pada akhir hidupnya, Pater Berthier berkata: �Sejak belajar di seminari tinggi saya tidak bisa mengerti bagaimana seorang imam dapat membiarkan satu menit tanpa berbuat sesuatu.� Ia sendiri selalu sibuk, tetapi juga mempunyai talenta khusus untuk membagi waktu antara studi dan aktivitas lain dalam satu hari, sehingga satu tugas bisa menjadi suatu variasi bagi tugas yang lain.
Selalu sadar akan tugas-tugasnya di masa depan sebagai imam, Jean mulai mengumpulkan koleksi-koleksi kutipan dari tulisan para Bapa Gereja, dari teolog besar dan pengkhotbah ulung, dan juga contoh-contoh dan cerita-cerita dikumpulkan dan diatur, supaya pada suatu saat di kemudian hari dapat dipakai dalam khotbah-khotbahnya. Dalam arsip MSF di Roma tersimpan kumpulan besar dari catatan-catatan dan bahan praktis untuk khotbah dan katekese. Selama tahun-tahun di seminari ini ia banyak berpikir tentang masa depannya: menjadi imam, ya! Tetapi di manakah dan bagaimana? Selama beberapa tahun di seminari ia mencita-citakan tugas sebagai imam di paroki yang paling miskin dari keuskupan untuk hidup dan bekerja dalam semangat santo pastor dari Ars yang meninggal beberapa tahun sebelumnya. Di lain pihak ia tertarik pada hidup religius yang paling sukar dan keras seperti dipraktikkan oleh para pertapa Kartusian. Selama liburan besar tahun 1861, sebelum tahun terakhir di seminari, ia bersama beberapa teman sekelas berziarah ke La Salette, tempat di mana Bunda Maria 15 tahun sebelumnya menampakkan diri. Jean begitu terkesan oleh kelompok kecil Misionaris La Salette, sehingga ia berkata: �Ke sini aku akan kembali!� Keraguannya tentang masa depannya telah hilang. Segera setelah ujian terakhir di seminari ia langsung pergi ke La Salette dan masuk di biara para Misionaris La Salette.
Misionaris La Salette
Tidak lama setelah masuk biara, Jean ditahbiskan menjadi imam pada tgl. 20 September 1862, pada umur 22 tahun. Tahun novisiat yang dimulai dua hari sebelumnya harus dilaksanakan selama 3 tahun karena ia sakit beberapa kali selama di novisiat. Ia perlu pergi berkali-kali dari biara di atas gunung yang amat dingin itu untuk memulihkan kesehatannya. Selama periode-periode istirahat itu ia menjadi guru dalam keluarga bangsawan dan membantu di sebuah paroki kecil. Akhirnya pada bulan September 1865, ia boleh mengucapkan profesi pertama dalam Kongregasi MS dan melakukan kembali aktivitas normalnya. Sepanjang hidupnya ia selalu menderita karena kesehatannya yang buruk. Tetapi itu tidak menjadi halangan untuk melakukan jatah pekerjaan dari dua atau tiga imam yang sehat!
Kongregasi Misionaris La Salette didirikan tahun 1852 oleh uskup Grenoble untuk menjamin pelayanan imam bagi para peziarah yang datang ke La Salette selama musim panas. Kelompok imam masih kecil dan khususnya pada akhir pekan datang banyak peziarah yang memerlukan pelayanan pastoral. Kegiatan pelayanan yang tetap adalah: perayaan liturgi penyambutan kedatangan para peziarah, perayaan ekaristi, kisah tentang penampakan lengkap dengan penjelasan, prosesi lilin pada malam hari. Selain itu banyak waktu harus dipakai bagi pelayanan pengakuan dosa dan konsultasi pribadi. Juga pelayanan yang lebih �duniawi� bagi para peziarah yang menginap di La Salette harus dilakukan oleh para pater karena tiada pembantu-pembantu awam.
Sepanjang musim dingin pegunungan La Salette tidak mungkin dikunjungi. Para misionaris ditugaskan untuk meningkatkan dan menyegarkan iman umat melalui semacam retret paroki (misi umat) di wilayah keuskupan Grenoble. Misi umat merupakan kegiatan sangat intensif dalam reksa pastoral di paroki-paroki. Tergantung dari besarnya paroki, para misionaris datang berdua atau bertiga. Tugas mereka ialah berkhotbah dan memberikan ceramah rohani, melakukan perayaan bagi kelompok-kelompok umat yang berbeda (anak-anak, remaja, bapa-bapa, ibu-ibu, dll). Melalui sakramen tobat dan pelajaran katekese para misionaris mengembangkan pemahaman agama dan memperdalam iman. Para Pater harus bekerja keras sepanjang hari selama misi umat. Sering ada begitu banyak permintaan dari paroki-paroki, sehingga setelah misi intensif dan melelahkan di salah satu paroki, para misionaris hanya mempunyai beberapa hari beristirahat, sebelum memulai lagi misi di paroki yang lain. Selain dari misi, ada juga permintaan retret untuk kelompok imam atau suster.
Begitulah hidup Pater Berthier dipenuhi kesibukan pastoral, yang tidak jarang menuntut juga suatu tindak lanjut melalui surat-menyurat dengan orang-orang yang ingin menghidupi panggilan mereka sebagai awam, religius atau imam lebih serius, dan yang menginginkan pengarahan rohani darinya.
Pengkhotbah
Sebagaimana telah kita lihat, para Misionaris La Salette disibukkan oleh aktivitas pastoral di atas gunung suci (La Salette) selama musim panas dan selama musim dingin di paroki-paroki. Satu dari tugas-tugas paling penting adalah berkhotbah. Karena peziarah silih berganti datang, maka tidak perlu dipersiapkan setiap hari khotbah-khotbah yang baru. Demikian juga dengan misi-misi di paroki: hampir semua bahan dapat digunakan berkali-kali. Tentu saja tidak mungkin juga setiap kali disiapkan khotbah, konferensi dan ceramah rohani yang baru sebab waktu persiapan sangat terbatas. Tetapi pengulangan khotbah tentu mengandung risiko bahwa khotbah disampaikan hampir secara mekanik, tanpa penjiwaan dan semangat. Para rekan mengatakan bahwa Pater Jean selalu mencari sedikit waktu luang sebagai persiapan terakhir bagi setiap khotbah dan konferensi rohaninya, untuk menghindari risiko di atas. Berkat ingatannya yang luar biasa dengan mudah ia dapat menceritakan contoh-contoh dan cerita-cerita pendek yang banyak tersimpan di kepalanya. Dengan demikian khotbahnya menjadi lebih ringan dan mudah dimengerti melalui contoh, anekdot, dan cerita yang hidup. Sering kali ia begitu menjiwai khotbahnya, sehingga ikut merasakan emosi yang ingin ditimbulkan di dalam hati para pendengarnya dan mempengaruhi para pendengarnya. Beberapa kali bahkan ia sampai menitikkan air mata ketika menceritakan dan menjelaskan kisah bunda Maria yang menangis.
Itu semua menjadikan Pater Berthier seorang pengkhotbah favorit, dan para konfraternya secara spontan setuju menunjuknya untuk berkhotbah di La Salette pada hari-hari pesta bunda Maria. Salah seorang konfraternya yang sering bersamanya memberikan misi umat mengatakan bahwa dalam tahun-tahun itu tidak satu misi pun dari Pater Berthier gagal. Ia mempunyai talenta untuk memasukkan dalam khotbah sederetan sarana dan unsur variasi untuk menarik perhatian umat yang tidak selalu mudah, karena sering umat kelelahan sebab bekerja sepanjang hari, sebelum mendengarkan khotbah pada malam hari.
Satu bagian penting dari misi umat adalah kunjungan keluarga ke rumah-rumah. Biasanya para imam mengunjungi semua keluarga pada minggu pertama untuk mendorong mereka ambil bagian dalam misi umat dan menghadiri acara-acaranya. Pater Berthier selalu amat mendesak kehadiran kaum laki-laki. Jika mereka tertarik, maka misi umat mengalami kesuksesan. Dengan segala bakat intelektual dan afektif ia mengajak kaum laki-laki yang sering sudah bertahun-tahun tidak ke gereja, untuk jangan menyia-nyiakan kesempatan ini. Ia berhasil mempertobatkan dan membawa banyak dari mereka pada pengakuan dosa. Ia menggunakan segala daya ciptanya untuk menarik para kakek dan ayah ke gereja dengan melibatkan anak atau cucu dalam perayaan: mereka boleh membacakan Kitab Suci, atau menyanyikan lagu, atau melantunkan suatu deklamasi.
Salah satu prinsip Pater Berthier adalah: suatu khotbah harus sederhana dan mudah dimengerti. Tidak pernah ia membawa khotbah hanya untuk kaum terpelajar, melainkan untuk semua, termasuk pembantu rumah tangga yang kurang berpendidikan. Seni berkhotbah yang baik adalah menerangkan bahan yang sukar dan penting sedemikian rupa sehingga umat biasa pun bisa mengertinya. Sesungguhnya contoh-contoh dan anekdot yang dipilihnya dengan baik sering membuat khotbah jadi mudah dimengerti dan sering tak terlupakan.
Pengarang
Tidak berapa lama setelah masuk Kongregasi Maria La Salette, Jean harus menghentikan beberapa kali masa novisiatnya karena sakit. Atasan memberikan tempat kerja yang ringan di mana ada cukup waktu untuk istirahat. Tetapi ia mengeluh kepada romo pemimpin novis, yang berkata kepadanya: �Jika engkau tidak bisa melaksanakan suatu karya yang berat, maka selalu bisa mengarang sesuatu!� Ia tidak pernah memikirkan kemungkinan itu, dan ia langsung menerima nasihat dan mulai mengarang. Sampai hari terakhir hidupnya ia terus menulis, sehingga kita mempunyai, di samping banyak sekali karangan, 35 buku besar dan kecil. Beberapa buku kecil, tetapi ada juga dengan 1000-2000 halaman. Sebagian besar dicetak ulang kerap kali dan diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa lain. Tidak berlebihan jika dikatakan bahwa Pater Berthier adalah salah satu pengarang rohani favorit dari abad ke-19. Jumlah buku yang terjual selama hidupnya melebihi satu juta eksemplar.
Ia menulis sebagaimana ia berkhotbah, untuk setiap kelompok orang dan umur: anak-anak, muda-mudi, ayah-ibu, para suster, para imam. Dalam arti tertentu buku-bukunya merupakan semacam kelanjutan dari khotbahnya; melalui buku-bukunya ia mau memperluas sidang pendengarnya. Barangsiapa membaca buku-buku, yang dikarangnya bagi pelbagai kelompok awam, dapat membayangkan bagaimana Pater Berthier mengarang: ia selalu melihat orang-orang itu di hadapannya, persis sama seperti ketika ia berkhotbah. Gayanya sama dalam khotbah dan dalam tulisannya: praktis dan enak dicerna; bahan yang sukar selalu dijelaskan dengan banyak contoh dan cerita yang menyenangkan. Ia menggunakan banyak kutipan dari Bapa-Bapa Gereja, dari teolog dan pengkhotbah yang tersohor.
Ia tidak pernah mencapai taraf sebagai pengarang yang berbakat tinggi, sehingga kita tidak boleh menantikan dari dia karya dengan nilai sastra yang besar. Ia seorang praktisi yang telah melihat dengan cermat segala kemungkinan dari naskah tercetak: orang bisa menjangkau ribuan orang, sedangkan sidang pendengar dari seorang pengkhotbah tidak melebihi beberapa ratus orang. Untuk sungguh mencapai kelompok orang yang besar itu, ia juga harus menjadi seorang pedagang dan manager yang baik. Kumpulan surat yang besar tersimpan dalam arsip MSF di Roma, menggambarkan dengan baik bagaimana ia ingin menjangkau sebanyak mungkin pembaca. Oleh karena itu harga buku-bukunya harus serendah mungkin, sedangkan promosi dan pengiriman buku-bukunya diserahkan kepada sejumlah sukarelawan dan sukarelawati yang setia.
Buku-buku karangan Pater Berthier, yang ditulis untuk para imam, direncanakan sebagai suatu pertolongan agar mereka dapat hidup dan bertugas sebaik mungkin sebagai imam. Bagi mereka ia telah menyusun suatu buku �ringkas� (800 halaman!) dengan segala informasi yang harus dimiliki seorang imam untuk menunaikan tugasnya dengan baik: segala bagian teologi dan hukum Gereja diringkaskan dalam buku ini secara sederhana dan gemilang. Seorang imam akan menemukan dengan mudah jawaban atas pertanyaan dan masalahnya. Itulah �Kompendium Teologi Dogmatik dan Moral�. Selain dari itu ia telah menyusun suatu buku besar (�Imam dan Pelayanan Sabda�, hampir 2000 halaman!) untuk menolong para imam dalam tugasnya sebagai pengkhotbah: ratusan contoh khotbah dan ceramah rohani disajikan untuk semua kesempatan dan pesta entah lengkap atau dalam bentuk skema atau ringkasan. Dengan demikian sang pengkhotbah amat dibantu untuk menyusun suatu khotbah yang baik.
Pendidik Calon-Calon Imam
Pada tahun 1876 Kongregasi Misionaris La Salette berumur hampir 25 tahun. Tetapi anggota kongregasi masih sangat sedikit. Hanya ada 10 anggota, jumlah yang terlalu sedikit untuk sekian banyak aktivitas di gunung suci, dan selama musim dingin di paroki-paroki. Karena alasan ini diputuskan membuka sebuah sekolah apostolik sebagai awal dari program pendidikan calon imam tarekat. Pater Berthier sebagai anggota yang paling pandai diminta untuk mendirikan dan mengelola sekolah baru tersebut. Pada musim panas tahun 1876 sekolah di Corps dimulai dengan 15 siswa, tetapi jumlah siswa berkembang dengan cepat. Jean tidak hanya menjabat direktur sekolah, tetapi ia juga satu-satunya pengajar full-time. Sejak awal tujuan sekolah ini dirumuskan dengan jelas: membentuk para imam yang saleh dan cakap. Oleh karena itu latihan-latihan kerohanian mengambil tempat penting dalam program harian. Program studi selama 4 tahun berpusat pada studi bahasa Latin dan bahasa Perancis, sementara pelajaran lain mendapat porsi waktu yang sangat terbatas. Pater Berthier berpendapat bahwa titik berat dari pendidikan imam ditemukan setelah sekolah apostolik, yaitu di novisiat, yang berpusat pada aspek-aspek spiritual panggilan, dan di skolastikat di mana para calon imam memperoleh kemampuannya dengan belajar filsafat dan teologi. Sekolah apostolik berfungsi hanya sebagai persiapan bagi novisiat dan skolastikat. Oleh karena itu ia membatasi waktu di sekolah apostolik menjadi hanya empat tahun. Tetapi kita tidak boleh melupakan bahwa tahun ajaran itu lebih panjang dari pada di sekolah menengah biasa. Sebab para siswa tidak pulang untuk liburan. Mereka mengikuti program pelajaran di sekolah yang hanya sedikit lebih ringan daripada biasa!
Ketika para siswa angkatan pertama menyelesaikan sekolah apostolik dan mereka harus masuk novisiat, situasi keagamaan di Perancis menjadi sangat problematis. Undang-undang antiklerikal dari tahun 1880 hampir-hampir tidak memungkinkan pendirian sebuah biara atau seminari. Karena alasan itu Pater Berthier dan para seminaris harus lari ke luar negeri. Di Swis Barat ditemukan tempat pengungsian di Lo�che. Tetapi karena situasi finansial untuk kaum rohaniwan di Perancis semakin parah, maka periode pendidikan para pengungsi di Lo�che diwarnai oleh kemiskinan yang hebat. Pater Jean tidak begitu khawatir dengan situasi ini. Sebab ia berpendapat bahwa sebuah masa persiapan yang sulit akan menghasilkan calon-calon misionaris yang bisa beradaptasi dengan kehidupan yang sulit sebagai misionaris dalam misi umat atau di Afrika dan Asia. Sampai tahun 1889, tugas utama Pater Berthier adalah mendidik calon-calon imam. Waktu untuk menulis, untuk berkhotbah dan untuk memberi misi umat dan retret menjadi sangat terbatas.
Pendiri Kongregasi MSF
Setelah dibebaskan dari tugas sebagai formator, pada tahun 1889, Pater Berthier membaktikan seluruh tenaga untuk menulis buku dan melakukan aktivitas pastoral di atas gunung suci La Salette, dan selama musim dingin di paroki-paroki. Buku-bukunya yang paling penting yang juga telah menuntut paling banyak waktu persiapan, telah dikarang pada tahun-tahun ini: buku-buku tentang hidup membiara dan tentang imamat, dan buku-buku pegangan bagi para imam.
Pada masa-masa ini Pater Berthier sangat tersentuh oleh pengalaman yang terus-menerus berulang. Ada banyak pemuda antara 15-30 tahun yang ingin menjadi imam, tetapi tidak dapat merealisasikan keinginan mereka, sebab seminari tidak menerima para calon yang berumur lebih dari 14 tahun. Ia yakin bahwa di antara mereka ada calon-calon yang bagus. Selain dari itu, pada waktu yang sama Paus Leo XIII berbicara berulang kali tentang sangat kurangnya tenaga misionaris untuk mewartakan Kabar Gembira di Afrika dan Asia. Secara khusus dalam ensiklik Sancta Dei Civitas, Paus mengajak para uskup untuk mencoba segala kemungkinan guna menyiapkan dan mengutus sebanyak mungkin misionaris. Sebagai seorang yang amat praktis Pater Berthier melihat di satu pihak permintaan, dan di pihak lain tawaran. Ia berbicara dengan para pemimpinnya, tentang keinginannya untuk membuka sebuah seminari khusus atau sebuah sekolah apostolik untuk mengumpulkan �panggilan terlambat� itu, guna mendidik mereka menjadi misionaris. Tetapi ia tidak dapat meyakinkan para pemimpinnya. Apa yang harus dilakukan sekarang? Ia berbicara dengan orang lain, secara khusus dengan beberapa pejabat Gereja, seperti Kardinal Lang�nieux, uskup Reims, dan Kardinal Rampolla, Sekretaris Negara Vatikan. Kardinal Rampolla berbicara dengan Paus Leo XIII. Dalam audiensi tgl. 15 November 1894 Sri Paus berbicara dengan Kardinal Lang�nieux dan sangat memuji rencana Pater Berthier. Beliau memberkati rencana ini dan berharap agar cepat dapat direalisasikan. Paus Leo juga menyampaikan kepada Kardinal segala kuasa untuk mempermudah usaha-usaha selanjutnya, termasuk pendirian suatu kongregasi baru.
Disemangati oleh keinginan Sri Paus, Pater Berthier langsung memulai persiapan itu. Undang-undang antiklerikal di Perancis tidak memungkinkan pendirian suatu kongregasi atau biara baru di situ. Maka ia mempertimbangkan kemungkinan di Kanada atau di Belanda, dan memilih kemungkinan kedua, sebab Kanada �terlalu jauh�. Di Belanda tinggal beberapa sahabat yang ia kenal sejak mereka berziarah ke La Salette, khususnya keluarga Brouwers dari Tilburg. Dengan bantuan mereka Pater Berthier dalam beberapa bulan dapat menemukan sebuah rumah yang ia suka dan tidak terlalu mahal, yakni sebuah tangsi (asrama prajurit) yang tua, yang tidak dipakai lagi, di Grave, sebuah kota benteng kecil. Penampilan rumah begitu jelek sehingga pada permulaan wali kota tidak berani memperlihatkannya. Tetapi Pater Berthier merasa cocok dengan rumah ini, karena: besar, cukup untuk sekitar seratus murid, sederhana, tidak mewah. Hal ini cocok sebagai tempat pembinaan di mana calon-calon misionaris dapat belajar hidup keras dan sederhana, seperti di tempat misi nanti. Selain itu kongregasi baru ini diberi nama Kongregasi para Misionaris Keluarga Kudus. Keluarga Kudus juga selalu mengalami situasi miskin, katanya. Lapangan untuk latihan militer di bekas tangsi itu bisa diubah menjadi kebun sayuran. Pater Berthier begitu antusias tentang tempat tersebut, sehingga ia langsung membeli rumah dan tanah di sekitarnya.
Di bawah bimbingannya para penderma dan wanita-wanita, yang sampai waktu itu selalu menolong dia dengan penjualan buku-bukunya, mulai sekarang membuat propaganda bagi kongregasi baru. Pada tgl. 28 September 1895 Pater Berthier menerima ijin tertulis dari uskup �s-Hertogenbosch, dan memulai di Grave bersama dengan sepuluh murid, fondasi baru di dalam tangsi tua. Selama bulan-bulan pertama para murid baru terus berdatangan ke Grave. Tetapi tahun-tahun pertama adalah masa yang sangat sulit dan tidak ada seorang pun dari kelompok murid pertama yang masih tersisa. Dengan dibantu oleh dua wanita Perancis untuk urusan pekerjaan rumah Pater Berthier terus melanjutkan usahanya. Sejak tahun 1898 terwujud suatu kelompok murid yang tetap bertahan, sebagai anggota awal dari kongregasi baru. Pada tahun-tahun pertama Pater Pendiri merangkap tugas sebagai pemimpin dan pengajar. Sampai saat tahbisan imam-imamnya yang pertama pada tahun 1905 ia ditolong hanya selama periode-periode pendek saja, oleh beberapa imam lain, termasuk dua imam dari kongregasinya sendiri MS. Ia mempunyai kebiasaan untuk melibatkan para mahasiswa di kelas atas dan para frater yang belajar filsafat dan teologi untuk mengajar di kelas-kelas bawah. Ini bukan solusi ideal, tetapi satu-satunya kemungkinan untuk menjalankan pendidikan dengan sarana-sarananya yang terbatas. Tujuan Pater Berthier dengan pendidikan di Grave sama seperti dulu: ia ingin membentuk misionaris-misionaris yang saleh dan cakap. Sama seperti yang ia lakukan 15 tahun sebelumnya dalam kongregasinya MS, demikian pula di Grave. Titik berat pendidikannya terletak pada tahap novisiat dan pada studi filsafat-teologi. Sekolah apostolik hanya mempersiapkan bagi tahap-tahap berikut, sehingga boleh dibatasi pada pendidikan minimal yang perlu. Tuntutan yang paling penting di sekolah apostolik ialah para murid harus belajar secara sempurna bahasa Latin dan bahasa Perancis. Pelajaran lain diajarkan tidak mendalam. Kalau ada siswa yang sudah belajar beberapa waktu di luar, maka waktu mereka di sekolah apostolik dapat diperpendek.
Kehidupan di Grave sangat ekstrim dalam hal kemiskinan, baik rumah maupun perabot, yang telah dibuat oleh para siswa sendiri. Bagian tidak kecil dari waktu dipakai untuk kerja tangan untuk menekan biaya semaksimal mungkin. Pater Pendiri mempunyai uang, tetapi ia ingin mendidik sebanyak mungkin calon dengan sarana yang terbatas itu. Dalam kelompok siswa hampir segala keahlian dikuasai, dan begitulah kelompok �Pater-Pater Perancis� (demikianlah mereka disebut orang di Grave!) mandiri dalam hampir apa saja. Hidup di Grave sukar, tuntutan-tuntutan dari Pater Berthier terhadap para muridnya tinggi, tetapi para murid dan frater dari periode itu memberi kesaksian yang sama bunyinya: pribadi Pendiri membuat hidup tidak hanya tertahankan melainkan bahkan bahagia! Di bawah bimbingannya semua merasa sebagai satu keluarga, yang mengejar cita-cita yang luhur. Dengan kesederhanaannya yang luar biasa � ia mengambil bagian 100% dalam hidup para siswa � Pendiri menjadi teladan bagi mereka.
Meskipun Pater Berthier selalu menderita karena kesehatannya kurang baik, yang khususnya pada musim dingin menyebabkan banyak gangguan, namun ia telah bekerja dengan tekun sampai hari terakhir hidupnya. Ia sangat sibuk di Grave sebagai pemimpin dan pengajar dan harus memberi perhatian kepada para siswa dan para frater. Selain dari itu ia terus-menerus menulis buku dan karangan untuk majalah �Messager de la Sainte Famille� (Utusan dari Keluarga Kudus) suatu majalah bulanan yang didirikannya dan yang untuk sebagian besar diisi sendiri juga. Tetapi tugas yang menuntut paling banyak energi adalah menyiapkan beberapa kali cetak ulang dari buku-bukunya yang paling penting untuk para imam dan religius. Ia membaca banyak dan menginginkan agar buku itu selalu up to date. Ia tidak bisa hidup tenang tanpa bekerja; nanti, katanya, saya akan beristirahat di surga!
Pada musim gugur tahun 1908 Pater Berthier sangat menderita karena sakit bronkitis, tetapi ia merasa tidak perlu beristirahat di tempat tidur, dan kemudian melakukan pekerjaan rutin. Pada tanggal 16 Oktober ia bangun seperti biasa guna memulai aktivitas hariannya. Tetapi serangan penyakit memaksanya kembali berbaring di tempat tidur, dan satu jam kemudian beliau wafat. Dengan semangat pastoral yang luar biasa ia sungguh menjadi seorang imam untuk seluruh umat kristiani: sebagai pengkhotbah, pengarang, pendidik calon-calon imam, dan pendiri suatu kongregasi misionaris.
Wim van der Weiden MSF

Kongregasi Imam-Imam Hati Kudus Yesus (SCJ) Propinsi Indonesia


Kongregasi Imam-Imam Hati Kudus Yesus (SCJ)
Propinsi Indonesia


Selamat datang
Kongregasi Imam-Imam Hati Kudus Yesus (SCJ)
Propinsi Indonesia
SCJ (Sacerdotum a Sacro Corde Jesu) adalah Kongregasi Imam-Imam Hati Kudus Yesus - didirikan oleh Venerabilis LEO DEHON -, yang beranggotakan pastor dan bruder. Kongregasi ini berpusat di Roma, Italia. SCJ hadir tersebar hampir di seluruh dunia : Eropa, Amerika, Amerika Latin, Africa dan Asia.
SCJ mulai hadir di Indonesia sejak tahun 1924. Sebagai salah satu kehadiran, SCJ di Indonesia disebut sebagai "SCJ Propinsi Indonesia". Seringkali para anggotanya disebut sebagai DEHONIAN.
SCJ tidak memilih bentuk karya tertentu sebagai kekhasannya. Yang menjadi prioritas karya adalah merebut hati manusia dan mengarahkannya kepada cinta kasih Allah. Dengan prioritas ini, SCJ mau menjawab apa yang dikehendaki Allah dalam situasi konkret saat ini demi keselamatan manusia dan pembangunan Kerajaan Allah.

Senin dini hari tanggal 09 November 2015 pukul 02.18 WIB, Rm. Stefanus Endrakaryanta SCJ menghembuskan nafas yang terakhir dengan tenang didampingi dua konfraternya Rm. Titus Waris SCJ dan Rm. Agustinus Kelik SCJ serta adik tercintanya Pak Tukir.....
Telah berpulang ke Rumah Bapa Pastor kami yang tercinta:

RM. ST. ENDRAKARYANTA SCJ

Meningggal : Palembang, 09-11-2015 Pukul 02.18 (RSK Charitas)

Jenazah akan di semayamkan di Seminari St. Paulus Palembang
Di Makamkan pada : SELASA. 10 November 2015
Misa Requiem          : Selasa, 10 November 2015 Pukul 09.00 di Kapel Seminari
Ada kerinduan yang begitu besar bagi umat Katolik untuk semakin mendekatkan diri pada Bunda Maria khususnya pada bulan Oktober dan Mei. Jumlah umat yang datang untuk berziarah ke Gua Maria juga semakin banyak. .....
Dalam rangka liburan ke Indonesia dan untuk bertemu dengan para misionaris China, Rm. Paulus Sugino SCJ, juga menyempatkan diri untuk bertemu dengan anggota Komunitas Skolastikat SCJ Yogyakarta pada, Selasa (25/8) di Aula Skolastikat SCJ Yogyakarta. Tujuan dari pertemuan ini sosialisai hasil kapitel Jenderal SCJ serta berbagai informasi dari kuria Jenderalat SCJ di Roma......
Selalu ada cara yang berbeda dalam memperingati peringatan ulang tahun Kemerdekaan Republik Republik Indonesia. Tahun ini Bangsa kita tercinta, genap memperingati usia yang ke 70. Bukan usia yang muda lagi, banyak hal yang telah dicapai. Namun banyak pula hal yang masih perlu diperbaiki demi kemajuan bangsa......
Detik berganti jam, jam berganti dengan hari, hari berganti dengan bulan, bulan berganti dengan tahun dan tahun demi tahun berlalu.Tanggal 20 Juli 1990 Rm. Yoseph Sutrisno Amirullah SCJ, Rm. Julius Sukamto SCJ, Rm. Robertus Sutopo SCJ, Rm. Antonius Dwi Pramono, dan Rm. Christianus Hendrick SCJ ......
20 Juli 2015, komunitas Skolastikat SCJ Yogyakarta terlihat ramai. Sekitar 400 orang hadir memenuhi ruangan kapel Skolastikat SCJ. Deretan kursi di bagian luar kapel juga ditempati undangan, keluarga para SCJ, dan para biarawan biarawati. Kehadiran mereka tidak lain adalah ikut mendukung dan ......
Kata-kata itulah yang terpampang jelas di tembok belakang altar Gereja St. Pius X Gisting, artinya adalah �Bukan kehendakmu, tetapi kehendak-Mulah terjadi...�. Itulah motto yang diangkat oleh ke 15 frater novis SCJ yang pada hari Senin, 20 Juli 2015 mengucapkan kaul yang pertama......
Mungkin banyak orang yang belum mengenal apa itu Compagnia Missionaria del Sacro Cuore atau yang diseingkat dengan CM yang dalam bahasa Indonesia disebut Serikat Misionaris hati Kudus Yesus. Mereka adalah serikat sekulir yang didirikan pada tanggal 25 Desember 1957 oleh pater Albino Elegante SCJ di Bologna Italia......
KKI Keuskupan Agung Palembang, dalam rangka merayakan Tahun Hidup Bakti mengadakan Jambore Sekami Remaja 2015 dengan tema: "Remaja Misioner: Hidup yang Berbagi dalam Terang Iman". Jambore Sekami Remaja ini dilaksanakan pada tanggal 23 s/d 26 Juni 2015 di kompleks Yayasan Xaverius.....
Mimpi Keuskupan Agung Palembang untuk memiliki Universitas Katolik sendiri akhirnya terwujud dengan disetujuinya oleh merger atau penggabungan STTdan STIE Musi serta STIKES Perdaki Charitas membentuk Universita Katolik Musi Charitas.....
Pada tanggal 12 Juni 1896 juga dirayakan Pesta Hati Kudus Yesus. Bagi Pater Dehon hari itu menjadi hari kesedihan daripada hari sukacita. Karena misi pertama ke Ekuador telah berakhir, para misionaris kita diusir dari negara itu. Namun dari kegagalan bisa datang keberhasilan, dan dari kematian bisa melahirkan kehidupan baru.....
1. Pater L�opold Mfouakouet SCJ, beliau adalah Pater Propinsial SCJ Camerun yang berusia 47 tahun. Beliau mengucapkan profesi pertamanya tahun 1988 dan ditahbisakan tahun 1995. Sebelum menjabat sebagai propinsial, Pater Leo bekerja sebagai Formator, Rektor Skolastikat, serta dosen dibeberapa perguruan tinggi katolik.....

KONGREGASI PASIONIS (CP)

KONGREGASI PASIONIS (CP)

BERKARYA DI INDONESIA MAUPUN DI 57 NEGARA LAIN
Biarawan Pasionis hadir di Indonesia sejak tahun 1946: sudah 66 tahun!

NAMA RESMI "KONGREGASI SENGSARA YESUS KRISTUS" DAN SINGKATANNYA "CP"
DIDIRIKAN ST. PAULUS DARI SALIB (1694-1775) TAHUN 1720 DAN PARA BIARAWAN DISEBUT "PASIONIS"

Sto. Paulus dari Salib
St. Paulus dari Salib mengumpulkan rekan-rekannya untuk hidup bersama dan memaklumkan Injil Kristus kepada umat manusia. Dia menyelidiki dengan tajam kejahatan-kejahatan sezaman dan dengan tegas memaklumkan bahwa Sengsara Yesus, karya terbesar dan agung cinta kasih ilahi, adalah obatnya yang mujarab. Dengan kekuatan Salib, kebijaksanaan Allah itu, para Biarawan Pasionis berusaha mengalahkan penyebab penderitaan manusia. Maka perutusan mereka diarahkan kepada pewartaan melalui pelayanan Sabda Salib agar semua orang dapat mengenal Kristus dan kuasa kebangkitanNya. Dengan mengambil bagian pada Penderitaan Kristus setiap orang dapat menjadi serupa dengan Dia dalam KematianNya, supaya memperoleh KemuliaanNya. Para Biarawan Pasionis, Imam maupun Bruder, mengambil bagian pada kerasulan itu menurut bakat, kemampuan dan tugas masing-masing.
BERITA KINI
Jakarta, Paroki St. Philipus Rasul, tgl. 20-05-2012: Perayaan bersama dengan umat 50 tahun Imamatnya P. Vitalis Frumau CP 


Pontianak, tgl. 12-16 Januari 2011: Kapitel II Provinsi Pasionis Indonesia memilih Dewan Pimpinan Baru


Untuk perkenalan lebih lanjut dengan Kongregasi Pasionis, semangat maupun kegiatannya di seluruh dunia, Anda klik CP Internet
 Blog kita: WISDOM OF THE CROSS - klik di sini  
Biarawan Pasionis berkarya di Indonesia sejak tahun 1946. Yang pertama datang dari Belanda. Tahun 1961 Biarawan Pasionis Belanda mulai didampingi oleh Biarawan Pasionis Italia. Mereka semua melangsungkan karya misionaris serta pastoral di Kalimantan Barat, Kabupaten Ketapang dan Kabupaten Sanggau, di mana sekarang telah terbentuk dua Gereja Lokal, yaitu Keuskupan Ketapang (1961) dan Keuskupan Sanggau (1982). Sejak permulaan, Biarawan Pasionis yang datang ke Indonesia sebanyak 56 orang, yaitu 29 dari Belanda, 27 dari Italia; yang masih tinggal hanya 9 orang. Namun benih yang telah mereka taburkan sudah mulai berbuah banyak: saat ini Imam pribumi 74 orang, Frater 32 orang, Bruder pribumi 18 orang, Novis 6 orang, Postulan 14 orang. Dan pada tgl. 21 Januari 2007 kehadiran Pasionis di Indonesia dinyatakan secara resmi Provinsi yang ke-25 dalam Kongregasi
Pimpinan Tertinggi di Indonesia disebut Superior Provinsial:Jl. Patra Tomang II/24A Tomang Barat/Tanjung Duren - Jakarta Barat 11510
Tel. 021/5658037 - Fax 021/5662509.
Mereka yang merasa berminat dan masih mencari jalan hidup dapat menghubungi
Promotor Panggilan yang bertempat tinggal di Biara Novisiat.
Di pulau Jawa ada Biara Novisiat "St. Gabriel dari Bunda Dukacita":Jl. Pangl. Sudirman 80 - Batu 65311 - Jatim
Tel 0341/591460 - Fax 0341/511867.
Di kota Malang ada Seminari Tinggi "Beato Pio Campidelli":Jl. Raya Pandan Landung, Kecamatan Wagir - Malang 65158 - Jatim
Tel 0341/562436 - Fax 0341/562437.
Selain Biarawan Pasionis, di Indonesia hadir juga Biarawati Pasionis:
Rubiah (kontemplatif) dan Suster (aktif).

"Demikianlah kita ketahui kasih Kristus, yaitu bahwa Ia telah menyerahkan nyawaNya untuk kita; jadi kitapun wajib menyerahkan nyawa kita untuk saudara-saudara kita"
(1 Yoh 3:16)

Tags