Latest News

Showing posts with label Kisah Nyata. Show all posts
Showing posts with label Kisah Nyata. Show all posts

Tuesday, July 1, 2014

Kesaksian Jim Caviezel, Pemeran YESUS dalam film 'The Passion of the Christ.



Kesaksian Jim Caviezel,
Pemeran YESUS dalam film 'The Passion of the Christ.


"Pemeran salah satu prajurit Roma yang mencambuk saya itu adalah seorang Muslim, setelah adegan tersebut, ia menangis......

repost dari sumber: coolgetsemani.wordpress.com
Jim Caviezel adalah aktor Hollywood yang memerankan Tuhan Yesus dalam Film “The Passion Of the Christ”. Berikut refleksi atas perannya di film itu.

JIM CAVIEZEL ADALAH SEORANG AKTOR BIASA DENGAN PERAN2 KECIL DALAM FILM2 YANG JUGA TIDAK BESAR. PERAN TERBAIK YANG PERNAH DIMILIKINYA (SEBELUM THE PASSION) ADALAH SEBUAH FILM PERANG YANG BERJUDUL “ THE THIN RED LINE”. ITUPUN HANYA SALAH SATU PERAN DARI BEGITU BANYAK AKTOR BESAR YANG BERPERAN DALAM FILM KOLOSAL ITU.

Dalam Thin Red Line, Jim berperan sebagai prajurit yang berkorban demi menolong teman-temannya yang terluka dan terkepung musuh, ia berlari memancing musuh kearah yang lain walaupun ia tahu ia akan mati, dan akhirnya musuhpun mengepung dan membunuhnya. Kharisma kebaikan, keramahan, dan rela berkorbannya ini menarik perhatian Mel Gibson, yang sedang mencari aktor yang tepat untuk memerankan konsep film yang sudah lama disimpannya, menunggu orang yang tepat untuk memerankannya.

“Saya terkejut suatu hari dikirimkan naskah sebagai peran utama dalam sebuah film besar. Belum pernah saya bermain dalamfilm besar apalagi sebagai peran utama. Tapi yang membuat saya lebih terkejut lagi adalah ketika tahu peran yang harus saya mainkan. Ayolah…, Dia ini Tuhan, siapa yang bisa mengetahui apa yang ada dalam pikiran Tuhan dan memerankannya? Mereka pasti bercanda.

Besok paginya saya mendapat sebuah telepon, “Hallo ini, Mel”. Kata suara dari telpon tersebut. “Mel siapa?”, Tanya saya bingung. Saya tidak menyangka kalau itu Mel Gibson, salah satu actor dan sutradara Hollywood yang terbesar. Mel kemudian meminta kami bertemu, dan saya menyanggupinya.

Saat kami bertemu, Mel kemudian menjelaskan panjang lebar tentang film yang akan dibuatnya. Film tentang Tuhan Yesus yang berbeda dari film2 lain yang pernah dibuat tentang Dia. Mel juga menyatakan bahwa akan sangat sulit dalam memerankan film ini, salah satunya saya harus belajar bahasa dan dialek Aramik, bahasa yang digunakan pada masa itu.

Dan Mel kemudian menatap tajam saya, dan mengatakan sebuah resiko terbesar yang mungkin akan saya hadapi. Katanya bila saya memerankan film ini, mungkin akan menjadi akhir dari karir saya sebagai actor di Hollywood.

Sebagai manusia biasa saya menjadi gentar dengan resiko tersebut. Memang biasanya aktor pemeran Yesus di Hollywood, tidak akan dipakai lagi dalam film-film lain. Ditambah kemungkinan film ini akan dibenci oleh sekelompok orang Yahudi yang berpengaruh besar dalam bisnis pertunjukan di Hollywood . Sehingga habislah seluruh karir saya dalam dunia perfilman.

Dalam kesenyapan menanti keputusan saya apakah jadi bermain dalam film itu, saya katakan padanya. “Mel apakah engkau memilihku karena inisial namaku juga sama dengan Jesus Christ (Jim Caviezel), dan umurku sekarang 33 tahun, sama dengan umur Yesus Kristus saat Ia disalibkan?” Mel menggeleng setengah terperengah, terkejut, menurutnya ini menjadi agak menakutkan. Dia tidak tahu akan hal itu, ataupun terluput dari perhatiannya. Dia memilih saya murni karena peran saya di “Thin Red Line”. Baiklah Mel, aku rasa itu bukan sebuah kebetulan, ini tanda panggilanku, semua orang harus memikul salibnya. Bila ia tidak mau memikulnya maka ia akan hancur tertindih salib itu. Aku tanggung resikonya, mari kita buat film ini!

Maka saya pun ikut terjun dalam proyek film tersebut. Dalam persiapan karakter selama berbulan-bulan saya terus bertanya-tanya, dapatkah saya melakukannya? Keraguan meliputi saya sepanjang waktu. Apa yang seorang Anak Tuhan pikirkan, rasakan, dan lakukan. Pertanyaan-pertanyaan tersebut membingungkan saya, karena begitu banya referensi mengenai Dia dari sudut pandang berbeda-beda.

Akhirnya hanya satu yang bisa saya lakukan, seperti yang Yesus banyak lakukan yaitu lebih banyak berdoa. Memohon tuntunanNya melakukan semua ini. Karena siapalah saya ini memerankan Dia yang begitu besar. Masa lalu saya bukan seorang yang dalam hubungan denganNya. Saya memang lahir dari keluarga Katolik yang taat, kebiasaan-kebiasaan baik dalam keluarga memang terus mengikuti dan menjadi dasar yang baik dalam diri saya.

Saya hanyalah seorang pemuda yang bermain bola basket dalam liga SMA dan kampus, yang bermimpi menjadi seorang pemain NBA yang besar. Namun cedera engkel menghentikan karir saya sebagai atlit bola basket. Saya sempat kecewa pada Tuhan, karena cedera itu, seperti hancur seluruh hidup saya.

Saya kemudian mencoba peruntungan dalam casting-casting, sebuah peran sangat kecil membawa saya pada sebuah harapan bahwa seni peran munkin menjadi jalan hidup saya. Kemudian saya mendalami seni peran dengan masuk dalam akademi seni peran, sambil sehari-hari saya terus mengejar casting.

Dan kini saya telah berada dipuncak peran saya. Benar Tuhan, Engkau yang telah merencanakan semuanya, dan membawaku sampai disini. Engkau yang mengalihkanku dari karir di bola basket, menuntunku menjadi aktor, dan membuatku sampai pada titik ini. Karena Engkau yang telah memilihku, maka apapun yang akan terjadi, terjadilah sesuai kehendakMu.

Saya tidak membayangkan tantangan film ini jauh lebih sulit dari pada bayangan saya.

Di make-up selama 8 jam setiap hari tanpa boleh bergerak dan tetap berdiri, saya adalah orang satu-satunya di lokasi syuting yang hampir tidak pernah duduk. Sungguh tersiksa menyaksikan kru yang lain duduk-duduk santai sambil minum kopi. Kostum kasar yang sangat tidak nyaman, menyebabkan gatal-gatal sepanjang hari syuting membuat saya sangat tertekan. Salib yang digunakan, diusahakan seasli mungkin seperti yang dipikul oleh Yesus saat itu. Saat mereka meletakkan salib itu dipundak saya, saya kaget dan berteriak kesakitan, mereka mengira itu akting yang sangat baik, padahal saya sungguh-sungguh terkejut. Salib itu terlalu berat, tidak mungkin orang biasa memikulnya, namun saya mencobanya dengan sekuat tenaga.

Yang terjadi kemudian setelah dicoba berjalan, bahu saya copot, dan tubuh saya tertimpa salib yang sangat berat itu. Dan sayapun melolong kesakitan, minta pertolongan. Para kru mengira itu akting yang luar biasa, mereka tidak tahu kalau saya dalam kecelakaan sebenarnya. Saat saya memulai memaki, menyumpah dan hampir pingsan karena tidak tahan dengan sakitnya, maka merekapun terkejut, sadar apa yang sesungguhnya terjadi dan segera memberikan saya perawatan medis.

Sungguh saya merasa seperti setan karena memaki dan menyumpah seperti itu, namun saya hanya manusia biasa yang tidak biasa menahannya. Saat dalam pemulihan dan penyembuhan, Mel datang pada saya. Ia bertanya apakah saya ingin melanjutkan film ini, ia berkata ia sangat mengerti kalau saya menolak untuk melanjutkan film itu. Saya bekata pada Mel, saya tidak tahu kalau salib yang dipikul Tuhan Yesus seberat dan semenyakitkan seperti itu. Tapi kalau Tuhan Yesus mau memikul salib itu bagi saya, maka saya akan sangat malu kalau tidak memikulnya walau sebagian kecil saja. Mari kita teruskan film ini. Maka mereka mengganti salib itu dengan ukuran yang lebih kecil dan dengan bahan yang lebih ringan, agar bahu saya tidak terlepas lagi, dan mengulang seluruh adegan pemikulan salib itu. Jadi yang penonton lihat didalam film itu merupakan salib yang lebih kecil dari aslinya.

Bagian syuting selanjutnya adalah bagian yang mungkin paling mengerikan, baik bagi penonton dan juga bagi saya, yaitu syuting penyambukan Yesus. Saya gemetar menghadapi adegan itu, Karena cambuk yang digunakan itu sungguhan. Sementara punggung saya hanya dilindungi papan setebal 3 cm. Suatu waktu para pemeran prajurit Roma itu mencambuk dan mengenai bagian sisi tubuh saya yang tidak terlindungi papan. Saya tersengat, berteriak kesakitan, bergulingan ditanah sambil memaki orang yang mencambuk saya. Semua kru kaget dan segera mengerubungi saya untuk memberi pertolongan.

Tapi bagian paling sulit, bahkan hampir gagal dibuat yaitu pada bagian penyaliban. Lokasi syuting di Italia sangat dingin, sedingin musim salju, para kru dan figuran harus manggunakan mantel yang sangat tebal untuk menahan dingin. Sementara saya harus telanjang dan tergantung diatas kayu salib, diatas bukit yang tertinggi disitu. Angin dari bukit itu bertiup seperti ribuan pisau menghujam tubuh saya. Saya terkena hypothermia (penyakit kedinginan yang biasa mematikan), seluruh tubuh saya lumpuh tak bisa bergerak, mulut saya gemetar bergoncang tak terkendalikan. Mereka harus menghentikan syuting, karena nyawa saya jadi taruhannya.

Semua tekanan, tantangan, kecelakaan dan penyakit membawa saya sungguh depresi. Adegan-adegan tersebut telah membawa saya kepada batas kemanusiaan saya. Dari adegan-keadegan lain semua kru hanya menonton dan menunggu saya sampai pada batas kemanusiaan saya, saat saya tidak mampu lagi baru mereka menghentikan adegan itu. Ini semua membawa saya pada batas-batas fisik dan jiwa saya sebagai manusia. Saya sungguh hampir gila dan tidak tahan dengan semua itu, sehingga seringkali saya harus lari jauh dari tempat syuting untuk berdoa. Hanya untuk berdoa, berseru pada Tuhan kalau saya tidak mampu lagi, memohon Dia agar memberi kekuatan bagi saya untuk melanjutkan semuanya ini. Saya tidak bisa, masih tidak bisa membayangkan bagaimana Yesus sendiri melalui semua itu, bagaimana menderitanya Dia. Dia bukan sekedar mati, tetapi mengalami penderitaan luar biasa yang panjang dan sangat menyakitkan, bagi fisik maupun jiwaNya.

Dan peristiwa terakhir yang merupakan mujizat dalam pembuatan film itu adalah saat saya ada diatas kayu salib. Saat itu tempat syuting mendung gelap karena badai akan datang, kilat sambung menyambung diatas kami. Tapi Mel tidak menghentikan pengambilan gambar, karena memang cuaca saat itu sedang ideal sama seperti yang seharusnya terjadi seperti yang diceritakan. Saya ketakutan tergantung diatas kayu salib itu, disamping kami ada dibukit yang tinggi, saya adalah objek yang paling tinggi, untuk dapat dihantam oleh halilintar. Baru saja saya berpikir ingin segera turun karena takut pada petir, sebuah sakit yang luar biasa menghantam saya beserta cahaya silau dan suara menggelegar sangat kencang (setan tidak senang dengan adanya pembuatan film seperti ini). Dan sayapun tidak sadarkan diri.

Yang saya tahu kemudian banyak orang yang memanggil-manggil meneriakkan nama saya, saat saya membuka mata semua kru telah berkumpul disekeliling saya, sambil berteriak-teriak “dia sadar! dia sadar!” (dalam kondisi seperti ini mustahil bagi manusia untuk bisa selamat dari hamtaman petir yang berkekuatan berjuta-juta volt kekuatan listrik, tapi perlindungan Tuhan terjadi disini).

“Apa yang telah terjadi?” Tanya saya. Mereka bercerita bahwa sebuah halilintar telah menghantam saya diatas salib itu, sehingga mereka segera menurunkan saya dari situ. Tubuh saya menghitam karena hangus, dan rambut saya berasap, berubah menjadi model Don King. Sungguh sebuah mujizat kalau saya selamat dari peristiwa itu.

Melihat dan merenungkan semua itu seringkali saya bertanya, “Tuhan, apakah Engkau menginginkan film ini dibuat? Mengapa semua kesulitan ini terjadi, apakah Engkau menginginkan film ini untuk dihentikan”? Namun saya terus berjalan, kita harus melakukan apa yang harus kita lakukan. Selama itu benar, kita harus terus melangkah. Semuanya itu adalah ujian terhadap iman kita, agar kita tetap dekat padaNya, supaya iman kita tetap kuat dalam ujian.

Orang-orang bertanya bagaimana perasaan saya saat ditempat syuting itu memerankan Yesus. Oh… itu sangat luar biasa… mengagumkan… tidak dapat saya ungkapkan dengan kata-kata. Selama syuting film itu ada sebuah hadirat Tuhan yang kuat melingkupi kami semua, seakan-akan Tuhan sendiri berada disitu, menjadi sutradara atau merasuki saya memerankan diriNya sendiri.

Itu adalah pengalaman yang tak terkatakan. Semua yang ikut terlibat dalam film itu mengalami lawatan Tuhan dan perubahan dalam hidupnya, tidak ada yang terkecuali. Pemeran salah satu prajurit Roma yang mencambuki saya itu adalah seorang muslim, setelah adegan tersebut, ia menangis dan menerima Yesus sebagai Tuhannya. Adegan itu begitu menyentuhnya. Itu sungguh luar biasa. Padahal awalnya mereka datang hanya karena untuk panggilan profesi dan pekerjaan saja, demi uang. Namun pengalaman dalam film itu mengubahkan kami semua, pengalaman yang tidak akan terlupakan.

Dan Tuhan sungguh baik, walaupun memang film itu menjadi kontroversi. Tapi ternyata ramalan bahwa karir saya berhenti tidak terbukti. Berkat Tuhan tetap mengalir dalam pekerjaan saya sebagai aktor. Walaupun saya harus memilah-milah dan membatasi tawaran peran sejak saya memerankan film ini.

Saya harap mereka yang menonton The Passion Of Jesus Christ, tidak melihat saya sebagai aktornya. Saya hanyalah manusia biasa yang bekerja sebagai aktor, jangan kemudian melihat saya dalam sebuah film lain kemudian mengaitkannya dengan peran saya dalam The Passion dan menjadi kecewa.

Tetap pandang hanya pada Yesus saja, dan jangan lihat yang lain. Sejak banyak bergumul berdoa dalam film itu, berdoa menjadi kebiasaan yang tak terpisahkan dalam hidup saya. Film itu telah menyentuh dan mengubah hidup saya, saya berharap juga hal yang sama terjadi pada hidup anda. Amin.

Monday, September 16, 2013

KISAH PERJALANAN ROSALIND MOSS KE DALAM GEREJA KATOLIK

Foto: KISAH PERJALANAN ROSALIND MOSS KE DALAM GEREJA KATOLIK  Sapaan seorang sahabat kepada para sahabatnya:  Kata-kata ini sungguh mempunyai daya kekuatan bagi setiap telinga yang mendengarnya: "Maria, ibu Yesus dan Sr. Rosalind Moss adalah dua gadis Yahudi yang memberi sesuatu kepada Tuhan mereka dengan cara yang berbeda."(Tentunya kita tidak bisa membandingkan keduanya dalam apa yang mereka berikan dalam karya keselamatan Allah tapi dari latar belakang bangsa/agama Yahudi mereka). Yahudi bagaikan ulat (caterpillar)  dan Katolik adalah kupu-kupunya (Butterfly)."  Bagaiman kisah perpindahan Rosalind Moss ke dalam Gereja Katolik? Bacalah kisah berikut ini:   SUSTER ROSALIND MOSS:  (Mantan YAHUDI dan Evangelis PROTESTAN)    RIWAYAT HIDUP SINGKAT  Aku bertumbuh dalam tradisi Yahudi. Kuteringat akan sebuah perasaan special di dalam masa kecilku bahwa hanya satu Allah dan kami adalah umat-Nya. Akan tetapi karena kami berada di luar Negara dan tradisi Yahudi, maka saudaraku David, telah menjadi seorang Ateis, dan aku, mungkin akan menjadi seorang agnostik.  Suatu waktu aku mengunjungi David, saudaraku. Dalam percakapan selama kunjungan itu, David mengatakan kepadaku bahwa dia telah membaca sebuah artikel yang menceritakan tentang bagaimana orang-orang Yahudi, yang hidup di dunia sekarang ini, telah percaya bahwa Yesus adalah Mesias untuk orang Yahudi, sementara kita yang lain masih menunggu kedatangan-Nya sesuai ajaran kita orang Yahudi. Aku sangat terkejut ketika mendengar itu. Aku berpikir kembali tentang semua tahun yang telah kulewati ketika kami duduk makan bersama dalam Paskah orang Yahudi sambil berharap bahwa Mesias akan datang segera, bahwa kami tahu Dialah saatu-satunya harapan kami. Dan sekarang David mengatakan kepadaku bahwa ada banyak orang Yahudi yang telah percaya bahwa Mesias sudah datang?  Lalu, aku berkata kepada David; Maksudmu bahwa orang-orang Yahudi itu telah percaya bahwa Mesias sudah datang ke bumi? Tapi, kenyataannya dunia tak berubah. Dan Dia telah meninggalkan kita semua?”   PERTEMUAN DENGAN ORANG-ORANG YAHUDI YANG PERCAYA KEPADA KRISTUS  Dalam rentang waktu 3 bulan setelah percakapanku dengan David, Aku pindah ke California dan bertemu dengan beberapa orang Yahudi yang telah percaya pada Kristus. Mereka tidak hanya percaya bahwa Yesus Kristus adalah Mesias, tetapi bahwa Dia adalah Allah yang telah datang ke dunia! Bagaimana mungkin mereka sampai pada kesimpulan dan kepercayaan seperti itu. Bagaimana mungkin seorang MANUSIA menjadi ALLAH? Bagaimana Anda bisa memandang Allah dan tetap masih hidup? Demikian kataku menenatang mereka, yang sesuai dengan ajaran agama Yahudiku.  Hidup dapat berubah dalam semalam; Aku berada bersama sebuah group orang-orang Yahudi yang telah percaya pada Kristus, semua orang Kristen – Protestan Evangelis. Mereka berkata kepadaku bahwa Allah telah menebus kita dengan Darah-nya dan mengampuni dosa-dosa kita – Mereka menjelaskan kepadaku bagaimana dalam Kitab Suci Perjanjian Lama yang menggambarkan tentang anak domba yang dikorbankan untuk menghapus dosa-dosa orang Yahudi, kini telah digantikan dan terpenuhi dalam Diri Yesus, Sang Almasih.  Jika itu adalah anak domba; itu harus anak domba jantan, berumur 1 tahun, dan harus sehat (tak bercacat dan tak bernoda). Walaupun ini hanya sebuah symbol tapi kami, Orang Yahudi percaya bahwa dengannya dosa-dosa kami dihapus oleh Yahweh. Darah anak domba yang diperciki di altar sebagai korban persembahan kepada Allah akan menghapus dosa-dosa umat, lebih khusus dia yang berdosa, yang karenanya imam mempersembahkan korban itu anak domba itu. Aku mengerti mengapa Allah memintah binatang yang tak bercacat dan tak bernoda untuk penghapusan dosa-dosa kami. Ini sungguh mendatangkan ketertarikan bagiku bahwa dosa tidak berarti di mata Allah setelah korban diberikan. Orang-orang percaya ini menjelaskan bahwa binatang-binatang korban itu hanyalah sementara, dan bahwa tindakan itu akan diulangi kembali, dan bahwa binatang-binatang ini tidak sempurna dalam dirinya. Semuanya harus mengarah kepada YANG SATU, yang menjadi SATU-SATUnya yang akan datang suatu hari, yang akan berkorban bukan hanya untuk dirinya atau seorang manusia saja, tapi untuk dosa seluruh dunia dari segala zaman.  Dan semua tradisi Yahudi itu dipenuhi dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, di mana binatang korban untuk silih dosa-dosa itu terpenuhi dalam Diri Yesus seperti yang dikatakan oleh Penginjil Yohanes; “Ketika Yesus datang dan Yohanes Pembaptis melihat-Nya, ia berkata; Lihatlah, Anak Domba Allah yang menghapus dosa-dosa dunia.”(Yoh 1:29) Anak Domba Allah, satu-satunya yang telah berkorban sekali untuk semua seperti yang dikisahkan dalam Perjanjian Lama.  Aku tidak dengan mudah percaya pada apa yang telah samar-samar mulai kumengerti. Problem terbesar di pikiranku adalah TIDAK MUNGKIN SEORANG MANUSIA MENJADI ALLAH. Akan tetapi aku menyadari bahwa malam itu bahwa jika Allah Ada, maka ALLAH DAPAT MENJADI MANUSIA. Allah dapat menjadi segalanya dan menjadi sesuatu yang Dia  inginkan untuk menjadi. Aku tidak sedang mengatakan bagaimana sesuatu menjadi Allah. Itu bukan maksudku.  Tidak membutuhkan waktu yang panjang dan lama setelah itu, di mana aku memberi hidupku untuk Kristus. Allah mengubah hidupku dalam semalam. Aku tahu jika sesuatu tentang evangelis, atau Protestan secara umum, namun tidak mendetail. Aku menjadi seorang Kristen. Aku memiliki relasi khusus dengan Allah untuk semua dan untuk segala yang hidup. Aku ingin mengambil sebuah megafon dan berteriak keras-keras kepada dunia bahwa Allah Ada dan bahwa semua orang harus tahu tentang Dia.    PANDANGAN GEREJA KATOLIK  Pelajaran pertamaku tentang  Kitab Suci sebagai seorang Kristen diberikan oleh seorang mantan Katolik, yang kemudian aku kenal sebagai MANTAN PASTOR. Dengan demikian, aku belajar dari awal bahwa Gereja Katolik adalah sebuah aliran pemuja berhala, sebuah system keagamaan yang salah, yang telah dan sedang memimpin jutaan orang kepada kesesatan. Selama setahun, aku menentang Gereja Katolik karena pengetahuan itu, mencoba untuk menolong orang-orang Katolik yang telah salah, bahkan semua orang untuk keluar dari lingkaran Gereja Katolik yang menyesatkan itu, menuju kepada sebuah hubungan yang benar dengan Kristus melalui satu-satunya Kekristenan yang benar yakni tahu dan percaya dengan seluruh hati. Kira-kita setahun berlalu ketika aku memberi diri kepada Kristus dan bahwa David mengatakan kepadaku bahwa dia pun telah percaya dan bahwa Kristus adalah Allah. Baginya, percaya berarti dia harus memberi hidupnya kepada Kristus. Tetapi dia sendiri belum siap untuk menyerahkan diri seluruhnya kepada salah satu gereja/denominasi pada saat itu.  Meningkatnya jumlah denominasi Protestan dan bertumbuhnya beragam kelompok Protestan di hadapan David, yang datang dengan ajaran mereka masing-masing bahwa Kristus telah mendirikan Gereja-Nya di dalam dan di atas kelompok mereka semakin membuatnya bingung untuk menjatuhkan pilihan. David, Lalu, bertanya; dimana kesatuan seperti yang didoakan oleh Yesus? Bagaimana mungkin setiap kelompok mengklaim bahwa ajaran dan gereja merekalah yang benar, dituntun oleh Roh Kudus, tetapi hadir di hadapan David dengan menawarkan begitu banyak interpretasi yang berbeda tentang Kitab Suci, yang satu dan sama?  Hal ini sungguh menjadi perhatian serius David, yang menuntunnya untuk belajar memperdalam Gereja Katolik dengan ajaran-ajarannya. Aku sangat menyayangkan dan merasa sangat mengerikan dengan apa yang sedang dijalani oleh David. BAGAIMANA MUNGKIN IA MAU MENJADI SEORANG KRISTEN YANG SEJATI TAPI IA TERTATIK KADAPA KATOLIK? Demikian, kata hatiku.  Saat itu Natal tahun 1978 ketika aku mengunjungi lagi David. Dia mengajakku untuk pertama kalinya bertemu dengan seorang biarawan yang darinya dia telah belajar dan yang kuyakini bahwa dia adalah seorang utusan iblis yang sedang menuntun David, saudaraku menuju kesesatan/kebinasaan.  Aku duduk dengan perasaan tidak bahagia selama misa berlangsung dan diam selama perjalanan pulang ke rumah David dari biara itu. Dan, akhirnya aku membuka percakapan dan bertanya kepada David; “Gereja itu seperti sebuah Synagoge, tetapi bedanya bahwa di sana ADA KRISTUS.”  David menjawabku: “Itu benar!”  Aku mencelahnya; “Tidak David…Anda salah!”  Kristus adalah kepenuhan hukum. Aku memberi alasan; Semua ritual dan segala aturannya harus disingkirkan dalam iman seorang Kristen yang benar. Aku merasa sangat terpukul di dalam hati dan jiwaku dan bertanya, bagaimana mungkin David telah jatuh semakin dalam dan jatuh ke dalam sebuah kesalahan seperti itu?  Apakah David benar-benar berada dalam sebuah kebingungan yang mencekam? Apakah dia mengerti bahwa semua ritual dalam liturgi harus ditanggalkan karena percaya pada Kristus?  David menjadi seorang Katolik pada tahun 1979. Percakapan kami lewat telepon antara California dan New York sangat mahal pada tahun itu dan tahun-tahun setelahnya. Semakin ia mendalami kepercayaan Katolik yang aku pikir adalah ajaran sesat, semakin juga aku semakin berjuang untuk menyakinkannya akan iman Kristen yang benar dari latar belakang ajaran Protestan Evangelisku.    LULUS SEKOLAH DAN PELAYANAN BARU  Setelah menyelesaikan studi Kitab Suci pada institute di gerejaku, Aku melanjutkan ke program masteral pada Seminari Teologi Talbot di La Mirada, California, sambil melayani sebagai kapelan wanita di penjara di Lancaster, California. Keinginan terbesarku selama studi masteral adalah menjadi staff sebuah gereja lokal, yang secara khusus mengajar para wanita, membantu mereka untuk bertumbuh secara benar sebagai keluarga Kristen sesuai dengan Kitab Suci.  Allah yang memberikan kita keinginan di dalam hati adalah Allah yang sama yang membawa kita untuk menghasilkan buah-buah dalam Roh. Setelah menyelesaikan studi di Talbot pada bulan Mei tahun 1990, aku dipanggil untuk menjadi staf Persahabatan Evangelis Gereja di Orange County, California sebagai direktur pelayanan wanita.  Dalam masa transisi  pelayanan sebagai kapelan penjara kepada pelayanan di gereja lokal, aku mempunyai kesempatan untuk mengunjungi David, saudaraku di New York.  Itu terjadi pada tahun 1990. Dalam sebuah percakapan yang panjang dan melelahkan, David bertanya kepadaku; “MENGAPA PARA EVANGELIST SEPERTINYA TIDAK INGIN BEKERJA UNTUK PERSATUAN ORANG-ORANG KRISTEN? Bukankah Yesus telah berdoa agar SEMUANYA AKAN MENJADI SATU?” Aku menjawabnya; “Benar, Yesus berdoa agar kita kelak menjadi satu, sama seperti Dia dan Bapa-Nya adalah Satu…tetapi bukan pada kenyataan seperti yang kita bayangkan di dunia ini.  Dengan jawaban itu, David meneruskan pertanyaannya kepadaku, jika saya pernah melihat dan membaca sebuah majalah yang telah disebarkan di seluruh Amerika dengan judul; “DI ATAS BATU KARANG INI, yang digambarkan sebagai GEREJA KATOLIK,” demikian tulisa Majalah apologetik Katolik itu.  Aku tidak bisa menangkap maksud dua kata itu yang dipadukan dan saling melengkapi. Aku tak pernah tahu bahwa Katolik telah memiliki sebuah sikap untuk mempertahankan dan membela iman mereka – Tidak ada orang Katolik yang pernah berbicara denganku tentang Injil. Lebih dari itu, aku tidak pernah tahu bahwa orang-orang Katolik menaruh perhatian yang serius bahwa setiap orang di luar kelompok mereka harus mengetahui kebenaran ini. Aku lalu mengambil Majalah itu dan membawanya ke California karena keinginan tahuanku dan juga karena penghargaan terhadap orang lain bahwa sesuatu dari mereka harus juga diketahui oleh orang lain, sekurang-kurangnya, percaya adalah kunci kehidupan – bahkan jika mereka salah. Di dalam Majalah yang sama masih kutemukan judul tulisan: “SEORANG PENDETA PRESBITERIAN MENJADI KATOLIK.” Tidak ada jalan lain, aku menyakinkan diriku. Aku tidak pusing dengan apa yang dia katakan tentang semuan cerita perpindahannya ke Katolik. Bagiku, pelayan Presbiterian ini telah mengambil jalan yang salah. Ia telah meninggalkan kekristenan sejati dan berpindah menjadi pemuja berhala yakni sebagai anggota Gereja Katolik.  Aku lalu memesan empat serial dari Majalah itu yang menceritakan tentang kisah mantan Pendeta Presbiterian (YANG TIDAK LAIN ADALAH “SCOTT HAHN). Termasuk juga dua bagian debatnya dengan seorang Profesor dari Seminari Teologi Westminster tentang topik pembenaran (HANYA IMAN SAJA yang dipertentangkan dengan IMAN DAN PERBUATAN) dan MAGISTERIUM (KITAB SUCI SAJA yang dipertentangkan dengan KITAB SUCI DAN TRADISI). Kesimpulan Scott Hahn yang dirangkai dengan sejarah awal Kekristenan (Gereja Katolik) yang ditampilkan sebagai sebuah tantangan berarti dalam dunia Kekristenan dewasa ini sungguh mendatangkan kekaguman bagiku. Bagi semua yang akan mengeritik Gereja Katolik dan menghakiminya dengan bukti-buktinya, Scott Hahn berkata bahwa, mereka akan tiba pada sebuah moment yang disebut “KEGONCANGAN SUCI dan SESUATU YANG MENGAGUMKAN” di mana Anda akan menemukan bahwa Gereja yang telah berjuang mempertahankan kekristenan sejak awal terhadap serangan orang lain, adalah GEREJA KATOLIK, GEREJA YANG DIDIRIKAN OLEH YESUS SENDIRI DI ATAS BUMI INI.  “KEGONCANGAN SUCI” hanyalah serumpun kata untuk menggambarkan apa yang aku sedang alami pada saat itu. O, tidak, jangan katakan kepadaku bahwa di sana akan ada kebenaran tentang ini. Cara berpikir seperti ini telah memperlemah daya pikirku. Aku tidak dapat percaya bahwa aku sedang berpikir. Dan situasi ini mendatangiku pada saat yang aku sendiri tidak inginkan, yakni  dalam rentang dua Minggu ke depan aku akan memulai pelayanan di sebuah gereja baru.    PERTANYAAN YANG TIDAK DIHARAPKAN  Aku membaca kembali pernyataan dokrin dari Kelompok Pesahabatan denominasi yang akan segera aku pimpin. Termasuk juga sejarah pendirinya, George Fox, yang bertobat secara dramatis pada aba ke-17 dengan sebuah perasaan cinta yang mendalam untuk Allah. Dalam keinginannya bahwa Allah akan disembah di dalam Roh dan Kebenaran, Fox hanya mengizinkan adanya dua sakramen,  yang telah ditinggalkan oleh Martin Luther yakni BAPTIS DAN EKARISTI – bahwa iman memainkan peranan penting dalam bahan anggur, roti, dan air lebih daripada  iman akan Allah yang seharusnya diutamakan.  Aku sangat mencintai keinginan terdalam George Fox, tetapi aku percaya bahwa dia telah salah. Sakramen Baptis dan Ekaristi adalah perintah Kitab Suci, meskipun aku percaya bahwa mereka (kedua sakramen) itu hanyalah simbol belaka. Pemikiran ini telah membentuk dan mengurung aku;   Sepanjang dua tahun berikutnya bersama dengan para staf di dalam kelompok yang kupimpin, aku memesan lagi beberapa buku dan berbagai artikel lain dari Majalah THIS ROCK, meskipun aku tidak begitu tertarik dengan segala sesuatu tentang Katolik namun aku tetap mengizinkan segala sesuatu tentang Katolik masuk ke dalam emailku. Ketika aku berkata kepada David tentang penemuanku, dia menantang aku untuk mendalami lagi tentang ajaran SOLA SCRIPTURA dengan berkata; “ROS, DI MANA KITAB SUCI MENGAJARKAN TENTANG SOLA SCRIPTURA?” Pertanyaan ini sungguh sangat menggangguku. Aku telah mendengar itu sebelumnya dan lebih memilih untuk menolak menjawabnya. Aku, lalu, menjawabnya, “Jika ENGKAU SUNGGUH MENGETAHUI KRISTUS, JIKA ENGKAU PERCAYA BAHWA KITAB SUCI ADALAH SABDA ALLAH, JIKA ROH KUDUS BEKERJA DI DALAM HIDUPMU, MENERANGIMU DAN MEYAKINKANMU AKAN SABDANYA KEPADAMU, maka ENGKAU BAHKAN TIDAK AKAN PERNAH MENGAJUKAN PERTANYAAN SEPERTI ITU.” MENGAPA ENGKAU MEMFOKUSKAN PERHATIAN PADA MAGISTERIUM YANG MENGKANONKAN KITAB SUCI LEBIH DARIPADA MENYERAHKAN DIRI DAN HIDUP SESUAI DENGAN KITAB SUCI itu sendiri?”  Dia mencoba untuk menyakinkanku bahwa dia percaya kepada Kitab Suci yang menjadi Sabda Allah, yang penuh inspirasi dan kuasa. Tapi, dia bertanya, “DIMANA KITAB SUCI MENGATAKAN ITU BAHWA HANYA KITAB SUCI SAJA SEBAGAI KUASA TERTINGGI?”Dan di mana Kitab suci, Sabda Allah mendefinisikan tentang hal itu?  Mencoba membenarkan diri, aku membuka dan membaca beberapa ayat Kitab Suci (2Tim 3:16-17, 2Ptr 1:20-21, dan ayat-ayat lainnya). Tetapi tidak ada satu pun yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaannya. Justru, sebaliknya ayat-ayat itu menyisakan pertanyaan susulan; “BAGAIMANA KITA TAHU BAHWA PERJANJIAN BARU ADALAH SEBUAH KITAB SUCI?” Ayat-ayat ini hanya merujuk pada Kitab Suci Perjanjian Lama, sementara Perjanjian Baru belum ditulis, sekurang-kurangnya seluruh Kitab.  Sebagaimana aku telah mendalami hal ini, aku telah masuk berhadapan muka dengan kenyataan bahwa Kitab Suci  TIDAK PERNAH MENGAJARKAN TENTANG “SOLA SCRIPTURA.” Tidak menemukan jawaban yang memuaskan tentang keasliannya dalam penelitianku, aku mulai bertanya kepada beberapa pendeta dan guru dan pemimpin kelompok Kitab Suci tentang pertanyaan yang sama seperti yang diajukan oleh David kepadaku. Tidak ada seorang pun yang mampu menjawabnya dari Kitab Suci. Setiap orang muncul dengan memberikan ayat-ayat yang sama seperti yang kuberikan kepada David dalam diskusi kami, yang mana tidak ada satu ayat pun yang mengajarkan tentang “Sola Scriptura,” sebagai kuasa tertinggi dalam iman. Ayat-ayat ini sungguh membuatku terbebani pada saat itu, yang tak pernah datang dalam memori setiap orang. Bagaimana pun, ini sesuatu yang mengagumkan, aku pikir. KITA SEDANG MENGAJARKAN TENTANG AJARAN BAHWA HANYA KITAB SUCI SAJA, SEMENTARA KITAB SUCI SENDIRI TIDAK PERNAH MENGAJARKAN TENTANG ITU.” Ini mengatakan kepadaku bahwa PARA EVANGELIS MENGAJAR SESUATU YANG SEBENARNYA TIDAK PERNAH DIAJARKAN OLEH KITAB SUCI ITU SENDIRI. Sesuatu sedang salah, pikirku. JIKA KITA SALAH TENTANG HAL INI, BUKANKAH AKAN MENJADI SALAH ATAU BUTA TENTANG AJARAN LAINNYA?”Demikian kataku dalam hati.  Bagaimana dengan semuanya ini? Aku berpikir, bahwa Protestan menerima kanonisasi Kitab Suci – percaya bahwa Allah, yang menginspirasikan Kitab Suci, juga dipimpin oleh Roh Kudus, yang telah memilih manusia dari abad ke-4 dan ke-5 untuk memilih dan membeda mana yang Kitab yang diinspirasikan oleh Roh Kudus dan mana yang tidak, sementara kita orang Protestan sekarang menolak apa yang telah diajarkan oleh Gereja sejak awal tentang EKARISTI, BAPTISAN, SUKSESI APOSTOLIK dan banyak lagi yang lain? Selanjutnya, tidak hanya ribuan tahun sebelum Kitab Suci dicetak dan dibagikan kepada umat, tetapi selama berabad-abad Kitab Suci telah menjadi penting dalam sejarah Kekristenan itu sendiri. Lalu, sekarang kita, orang Protestan mengajarkan sesuatu yang lain untuk membenarkan diri dan ajaran kita masing-masing?  Lagi, bagaimana terjadi bahwa setelah 500 tahun sejak Reformasi, dengan Kitab Suci di tangan dan dicetak dalam berbagai bahasa telah MENGHASILKAN RIBUAN DENOMINASI, YANG MASING—MASING BERBEDA DALAM AJARAN DAN PENAFSIRANNYA PADAHAL SEMUA MENDASARKANNYA PADA KITAB SUCI?    MENEMUKAN KEBENARAN IMAN KATOLIK  Aku mulai membaca semua yang dapat kubaca, di mana pun aku berada mendapatkannya, sampai aku mengetahuinya setelah dua tahun bahwa aku perlu meninggalkan gerejaku di California dan mengabdikan diriku pada pencarian di luar sana, apa yang sebenarnya Gereja Katolik ajarkan tentang kebenaran, tentang apa yang seharusnya benar dalam iman. Aku berpindah ke New York dan mulai  belajar tentang semuanya secara intensif selama dua setengah tahun. Untuk beberapa bulan, aku membaca setiap karya atau buku dari para pendeta Protestan yang bertentangan atau melawan ajaran Gereja Katolik. AKu ingin mengetahui apa yang sebenarnya yang ditolak atau ditentang oleh kaum Protestan terhadap atau dari Gereja Katolik.  Terhadap kekecewaanku yang sangat dalam, aku menemukan bahwa para penulis, untuk hampir semua bagian dari tulisan mereka, SELALU MENENTANG SESUATU YANG LAIN, YANG TIDAK DIIMANI (DIAJARKAN) OLEH GEREJA KATOLIK atau SESUATU YANG BUKAN IMAN KATOLIK. Mereka semua menentang apa yang mereka pikir bahwa itu dipikirkan (diimani) oleh Gereja Katolik, dan itu menampakkan ketidakmengertian mereka tentang iman Katolik. Ungkapan Uskup Agung FULTON SHEEN semakin menyakinkanku tentang kesalahan para teolog Protestan dan pengeritik Gereja Katolik yakni: “TIDAK LEBIH DARI SERATUS ORANG DI AMERIKA YANG MEMBENCI GEREJA KATOLIK. BAGAIMANA PUN, ADA RIBUAN DI SANA, YANG MEMBENCI APA YANG MEREKA SENDIRI PERCAYA SECARA SALAH ADA DI DALAM GEREJA KATOLIK.”  Setiap penemuan tentang ajaran Gereja Katolik di California menuntunku untuk membeda dan menilai banyaknya ajaran para Evangelis yang tersebar saat itu. Dan, dengan setiap pemikiran yang menarikku semakin dekat kepada Gereja Katolik, sebuah perasaan yang mematikan, menjerit di dalam batinku karena aku akan meninggalkan semua jemaatku di California, sebuah komunitas Kristen yang telah membentuk iman kekristenanku, dan yang sangat kucintai selama 18 tahun sampai saat itu.  Jawabanku pada waktu itu sangat sederhana; “Itulah apa yang harus kuperjuangkan untuk kutemukan dalam perjalanan imanku.” Setahun setelah itu, sejujurnya aku katakan: TIDAK, SAYA TIDAK AKAN MENJADI SEORANG KATOLIK, TETAPI APAKAH AKU HARUS TETAP MENJADI SEORANG EVANGELIS PROTESTAN?” Aku telah menjadi seorang Kristen dengan sebuah rumah yang nyaman, komunitas gereja lokalku di California. Aku tidak dapat membayangkan bahwa aku akan dan harus menjadi seorang Katolik, tetapi apakah, lalu, aku harus tetap menjadi seorang Evangelis, tempat dari mana aku telah datang dan harus meninggalkannya karena penemuan kebenaran yang baru di dalam Gereja Katolik?  Ada 3 buku yang secara radikal sangat membantuku sepanjang perjalanan imanku, yakni; Karya Kardinal John Henry Newman.,: Essay on the Development of Christian Doctrine; Dietrich von Hildebrand., “Liturgy and Personality,” dan dari Karl Adam., The Spirit of Catholism.” Semakain aku membacanya, semakin aku mulai merasakan sebuah keindahan, sebuah kedalaman, sebuah kepenuhan karya Allah untuk Gereja-Nya dibalik semua yang telah aku ketahui.    MENGHADIRI MISA UNTUK PERTAMA KALINYA.  Pada suatu hari Minggu, sembari aku duduk di bangku paling belakang di dalam sebuah gereja Katolik di California yang mana menjadi paroki pertama yang aku kunjungi sebagai seorang Protestan, aku mendengar kata-kata Pastor dalam Misa itu yang sebelumnya tak pernah kudengar dari orang-orang Katolik. Pada bagian kesimpulan dari pesan Injil hari itu, beliau berkata kepada umat yang hadir, ”KITA PERLU MEWARTAKAN KEPADA SELURUH DUNIA.” Hatiku bergetar dan jantungku berdetak kencang seakan membangunkanku dari tidur panjang. Inilah pertama kali aku mendengar sebuah kotbah yang penuh wibawa dan kuasa dari Gereja Katolik.  Aku sangat terharu sampai meneteskan air mata. SEJAK AKU MENEMUKAN KRISTUS, APAKAH AKU TELAH HIDUP UNTUK MEWARTAKAN KRISTUS KEPADA ORANG LAIN?”Aku berpikir; “JIKA GEREJA KATOLIK BENAR, MENGAPA TIDAK ADA EVANGELIS KATOLIK? Pewartaan bukanlah sebuah tindakan yang hanya identik dengan Protestan. Menjadi seorang pewarta bukan harus  menjadi seorang utusan, tetapi bagaimana setiap orang berjuang untuk mewartakan kepada dunia KABAR GEMBIRA KRISTUS – bahwa ADA SEORANG PENYELAMAT YANG TELAH DATANG UNTUK PARA PENDOSA DAN TELAH MEMBERIKAN NYAWANYA KEPADA SEMUA ORANG YANG DATANG KEPADANYA.”  Aku bertemu seorang Pastor, Pst, James T. O’Connor, Pastor Paroki  Santo Yoseph Millbrook, New York, pada awal bulan Maret 1995. Dalam dua pertemuan kami, beliau sangat membantu menyakinkanku tentang beberapa kesulitan yang kuhadapi dalam iman Katolik, terutama tentang MISA dan keotentikan Gereja sebagai sakramen keselamatan. Aku menyadari kemudian setelah itu bahwa pertanyaan 3 tahun lalu belum terjawabkan pada saat itu.    KE PANGKUAN GEREJA KATOLIK  Pengertianku tentang Kitab Suci Perjanjian Baru tidak akan menuntunku untuk berpindah ke iman Katolik, tetapi pemahamanku sekarang akan menghantarku untuk memeluknya sebagai sebuah kebenaran yang sesuai dengan Kitab Suci, yang mana sebenarnya lebih sesuai dengan iman Protestan Evangelis. Semakin aku mengetahui itu, di hadirat Allah, aku sebenarnya harus masuk ke dalam Gereja Katolik, yang akhirnya terjadi pada Paskah tahun 1995. AKU DIPANGGIL KE RUMAH GEREJA KATOLIK.  Aku masih sedikit kaku. Aku merasa sepertinya aku sedang berada di hamparan samudra luas dan hanya mengetahui sedikit tentang bagaimana mendayung perahuku. Tetapi aku tahu bahwa itu benar. Itu bukan hanya perbedaan-perbedaan ajaran yang memisahkan Protestan Evangelis dari Katolik; Itu adalah satu keseluruhan cara memandang. Keseluruhan duniaku telah terbuka sekarang. Semua ciptaan telah dijadikan baru bagiku.  Aku telah mendalami semua ajaran Gereja Katolik sebab aku yakin bahwa GEREJA KATOLIK ADALAH GEREJA YANG DIDIRIKAN OLEH KRISTUS SENDIRI RIBUAN TAHUN YANG LALU. Itulah GEREJA, yang didirikan di atas dasar para Rasul dan Nabi, bahwa benih itu telah tumbuh menjadi pohon, bahwa Gereja itu telah teruji karena melalui gejolak zaman di mana para santo telah menumpahkan darah dan menyerahkan nyawa mereka deminya; bahwa Gereja itu tetap berdiri kokoh dalam ujian dan cobaan dari waktu ke waktu, zaman ke zaman, di mana penolakan, perpecahan dan dosa tak dapat dihindari dihadapi olehnya. Dan, itulah Gereja yang akan berdiiri kokoh sampai akhir zaman, sebab benarlah bahwa GEREJA ADALAH TUBUH-NYA dan, di dalam keberadaannya, Gereja itu akan menjadi KUDUS, TIDAK DAPAT HANCUR, DAN KEKAL selamanya.  Kini, kusadari bahwa Gereja Katolik adalah GEREJA yang telah diperbaharui kepadaku oleh Yang Maha Agung, yang pernah aku alami dan rasakan  sebagai seorang anak di dalam Sinagoga dalam tradisi Yahudiku. Aku berkata kepada David tentang hal ini, AKU MERASA SEPERTI AKU TELAH MEMILIK ALLAH KEMBALI.” Bagaimana anehnya pernyataan ini terdengar di telinga, tapi itulah yang sedang terjadi pada seseorang yang datang untuk mengenal-Nya secara mengagumkan dan benar melalui iman kaum Protestan Evangelis. Meskipun, di dalam kebebasan dan ekspresi kekeluargaan serta penyembahan, tapi sebuah perasaan tentang yang mahatinggi dan mahadalam dari Allah sering hilang dalam kelompok Protestanku. Karena itu, LEBIH BAIK MERUNDUK MERENDAHKAN DIRI DI HADIRATNYA SEKARANG di dalam dan melalui Gereja Katolik.  Dan, meskipun aku telah datang melihat bahwa Allah, yang Mahatinggi itu, telah memberikan kita Putra dan Tubuh-Nya, Gereja, lebih dari Diri-Nya sendiri, lebih daripada yang dapat aku bisa bayangkan – tidak lebih daripada Kristus, bukan yang lain, tetapi keseluruhan dari KRISTUS. “Oh, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya.”(Rom 11:33)  Karena itu, selama Allah masih memberiku nafas hidup, aku ingin mewartakan kepada dunia tentang “SEORANG PENYELAMAT dan GEREJANYA YANG SATU, KUDUS, KATOLIK DAN APOSTOLIK.”  (Suster Rosalind Moss adalah pendiri Tarekat Putri-Putri Maria, Bunda Pengharapan Kita, di Tulsa, Oklahoma)   Diterjemahkan oleh Romo Inno Ngutra, Pr.   Semoga kisah ini memberimu pengetahuan tentang iman Katolik, membantumu memperdalam dan mencintainya sebagai jalan untuk menggapai keselamatanmu dari Kristus di dalam dan melalui Gereja-Nya, yakni Gereja Katolik yang kita sangat cintai, dulu, sekarang dan sampai selamanya.   Salam dan doa dari seorang sahabat untuk para sahabatnya,  ***Rinnong***

KISAH PERJALANAN ROSALIND MOSS KE DALAM GEREJA KATOLIK

Sapaan seorang sahabat kepada para sahabatnya:

Kata-kata ini sungguh mempunyai daya kekuatan bagi setiap telinga yang mendengarnya: "Maria, ibu Yesus dan Sr. Rosalind Moss adalah dua gadis Yahudi yang memberi sesuatu kepada Tuhan mereka dengan cara yang berbeda."(Tentunya kita tidak bisa membandingkan keduanya dalam apa yang mereka berikan dalam karya keselamatan Allah tapi dari latar belakang bangsa/agama Yahudi mereka). Yahudi bagaikan ulat (caterpillar) dan Katolik adalah kupu-kupunya (Butterfly)."

Bagaiman kisah perpindahan Rosalind Moss ke dalam Gereja Katolik? Bacalah kisah berikut ini:


SUSTER ROSALIND MOSS:
(Mantan YAHUDI dan Evangelis PROTESTAN)


RIWAYAT HIDUP SINGKAT

Aku bertumbuh dalam tradisi Yahudi. Kuteringat akan sebuah perasaan special di dalam masa kecilku bahwa hanya satu Allah dan kami adalah umat-Nya. Akan tetapi karena kami berada di luar Negara dan tradisi Yahudi, maka saudaraku David, telah menjadi seorang Ateis, dan aku, mungkin akan menjadi seorang agnostik.

Suatu waktu aku mengunjungi David, saudaraku. Dalam percakapan selama kunjungan itu, David mengatakan kepadaku bahwa dia telah membaca sebuah artikel yang menceritakan tentang bagaimana orang-orang Yahudi, yang hidup di dunia sekarang ini, telah percaya bahwa Yesus adalah Mesias untuk orang Yahudi, sementara kita yang lain masih menunggu kedatangan-Nya sesuai ajaran kita orang Yahudi. Aku sangat terkejut ketika mendengar itu. Aku berpikir kembali tentang semua tahun yang telah kulewati ketika kami duduk makan bersama dalam Paskah orang Yahudi sambil berharap bahwa Mesias akan datang segera, bahwa kami tahu Dialah saatu-satunya harapan kami. Dan sekarang David mengatakan kepadaku bahwa ada banyak orang Yahudi yang telah percaya bahwa Mesias sudah datang?

Lalu, aku berkata kepada David; Maksudmu bahwa orang-orang Yahudi itu telah percaya bahwa Mesias sudah datang ke bumi? Tapi, kenyataannya dunia tak berubah. Dan Dia telah meninggalkan kita semua?”


PERTEMUAN DENGAN ORANG-ORANG YAHUDI YANG PERCAYA KEPADA KRISTUS

Dalam rentang waktu 3 bulan setelah percakapanku dengan David, Aku pindah ke California dan bertemu dengan beberapa orang Yahudi yang telah percaya pada Kristus. Mereka tidak hanya percaya bahwa Yesus Kristus adalah Mesias, tetapi bahwa Dia adalah Allah yang telah datang ke dunia! Bagaimana mungkin mereka sampai pada kesimpulan dan kepercayaan seperti itu. Bagaimana mungkin seorang MANUSIA menjadi ALLAH? Bagaimana Anda bisa memandang Allah dan tetap masih hidup? Demikian kataku menenatang mereka, yang sesuai dengan ajaran agama Yahudiku.

Hidup dapat berubah dalam semalam; Aku berada bersama sebuah group orang-orang Yahudi yang telah percaya pada Kristus, semua orang Kristen – Protestan Evangelis. Mereka berkata kepadaku bahwa Allah telah menebus kita dengan Darah-nya dan mengampuni dosa-dosa kita – Mereka menjelaskan kepadaku bagaimana dalam Kitab Suci Perjanjian Lama yang menggambarkan tentang anak domba yang dikorbankan untuk menghapus dosa-dosa orang Yahudi, kini telah digantikan dan terpenuhi dalam Diri Yesus, Sang Almasih.

Jika itu adalah anak domba; itu harus anak domba jantan, berumur 1 tahun, dan harus sehat (tak bercacat dan tak bernoda). Walaupun ini hanya sebuah symbol tapi kami, Orang Yahudi percaya bahwa dengannya dosa-dosa kami dihapus oleh Yahweh. Darah anak domba yang diperciki di altar sebagai korban persembahan kepada Allah akan menghapus dosa-dosa umat, lebih khusus dia yang berdosa, yang karenanya imam mempersembahkan korban itu anak domba itu.
Aku mengerti mengapa Allah memintah binatang yang tak bercacat dan tak bernoda untuk penghapusan dosa-dosa kami. Ini sungguh mendatangkan ketertarikan bagiku bahwa dosa tidak berarti di mata Allah setelah korban diberikan. Orang-orang percaya ini menjelaskan bahwa binatang-binatang korban itu hanyalah sementara, dan bahwa tindakan itu akan diulangi kembali, dan bahwa binatang-binatang ini tidak sempurna dalam dirinya. Semuanya harus mengarah kepada YANG SATU, yang menjadi SATU-SATUnya yang akan datang suatu hari, yang akan berkorban bukan hanya untuk dirinya atau seorang manusia saja, tapi untuk dosa seluruh dunia dari segala zaman.

Dan semua tradisi Yahudi itu dipenuhi dalam Kitab Suci Perjanjian Baru, di mana binatang korban untuk silih dosa-dosa itu terpenuhi dalam Diri Yesus seperti yang dikatakan oleh Penginjil Yohanes; “Ketika Yesus datang dan Yohanes Pembaptis melihat-Nya, ia berkata; Lihatlah, Anak Domba Allah yang menghapus dosa-dosa dunia.”(Yoh 1:29) Anak Domba Allah, satu-satunya yang telah berkorban sekali untuk semua seperti yang dikisahkan dalam Perjanjian Lama.

Aku tidak dengan mudah percaya pada apa yang telah samar-samar mulai kumengerti. Problem terbesar di pikiranku adalah TIDAK MUNGKIN SEORANG MANUSIA MENJADI ALLAH. Akan tetapi aku menyadari bahwa malam itu bahwa jika Allah Ada, maka ALLAH DAPAT MENJADI MANUSIA. Allah dapat menjadi segalanya dan menjadi sesuatu yang Dia inginkan untuk menjadi. Aku tidak sedang mengatakan bagaimana sesuatu menjadi Allah. Itu bukan maksudku.

Tidak membutuhkan waktu yang panjang dan lama setelah itu, di mana aku memberi hidupku untuk Kristus. Allah mengubah hidupku dalam semalam. Aku tahu jika sesuatu tentang evangelis, atau Protestan secara umum, namun tidak mendetail. Aku menjadi seorang Kristen. Aku memiliki relasi khusus dengan Allah untuk semua dan untuk segala yang hidup. Aku ingin mengambil sebuah megafon dan berteriak keras-keras kepada dunia bahwa Allah Ada dan bahwa semua orang harus tahu tentang Dia.



PANDANGAN GEREJA KATOLIK

Pelajaran pertamaku tentang Kitab Suci sebagai seorang Kristen diberikan oleh seorang mantan Katolik, yang kemudian aku kenal sebagai MANTAN PASTOR. Dengan demikian, aku belajar dari awal bahwa Gereja Katolik adalah sebuah aliran pemuja berhala, sebuah system keagamaan yang salah, yang telah dan sedang memimpin jutaan orang kepada kesesatan. Selama setahun, aku menentang Gereja Katolik karena pengetahuan itu, mencoba untuk menolong orang-orang Katolik yang telah salah, bahkan semua orang untuk keluar dari lingkaran Gereja Katolik yang menyesatkan itu, menuju kepada sebuah hubungan yang benar dengan Kristus melalui satu-satunya Kekristenan yang benar yakni tahu dan percaya dengan seluruh hati.
Kira-kita setahun berlalu ketika aku memberi diri kepada Kristus dan bahwa David mengatakan kepadaku bahwa dia pun telah percaya dan bahwa Kristus adalah Allah. Baginya, percaya berarti dia harus memberi hidupnya kepada Kristus. Tetapi dia sendiri belum siap untuk menyerahkan diri seluruhnya kepada salah satu gereja/denominasi pada saat itu.

Meningkatnya jumlah denominasi Protestan dan bertumbuhnya beragam kelompok Protestan di hadapan David, yang datang dengan ajaran mereka masing-masing bahwa Kristus telah mendirikan Gereja-Nya di dalam dan di atas kelompok mereka semakin membuatnya bingung untuk menjatuhkan pilihan. David, Lalu, bertanya; dimana kesatuan seperti yang didoakan oleh Yesus? Bagaimana mungkin setiap kelompok mengklaim bahwa ajaran dan gereja merekalah yang benar, dituntun oleh Roh Kudus, tetapi hadir di hadapan David dengan menawarkan begitu banyak interpretasi yang berbeda tentang Kitab Suci, yang satu dan sama?

Hal ini sungguh menjadi perhatian serius David, yang menuntunnya untuk belajar memperdalam Gereja Katolik dengan ajaran-ajarannya. Aku sangat menyayangkan dan merasa sangat mengerikan dengan apa yang sedang dijalani oleh David. BAGAIMANA MUNGKIN IA MAU MENJADI SEORANG KRISTEN YANG SEJATI TAPI IA TERTATIK KADAPA KATOLIK? Demikian, kata hatiku.

Saat itu Natal tahun 1978 ketika aku mengunjungi lagi David. Dia mengajakku untuk pertama kalinya bertemu dengan seorang biarawan yang darinya dia telah belajar dan yang kuyakini bahwa dia adalah seorang utusan iblis yang sedang menuntun David, saudaraku menuju kesesatan/kebinasaan.

Aku duduk dengan perasaan tidak bahagia selama misa berlangsung dan diam selama perjalanan pulang ke rumah David dari biara itu. Dan, akhirnya aku membuka percakapan dan bertanya kepada David; “Gereja itu seperti sebuah Synagoge, tetapi bedanya bahwa di sana ADA KRISTUS.”

David menjawabku: “Itu benar!”

Aku mencelahnya; “Tidak David…Anda salah!”

Kristus adalah kepenuhan hukum. Aku memberi alasan; Semua ritual dan segala aturannya harus disingkirkan dalam iman seorang Kristen yang benar. Aku merasa sangat terpukul di dalam hati dan jiwaku dan bertanya, bagaimana mungkin David telah jatuh semakin dalam dan jatuh ke dalam sebuah kesalahan seperti itu?

Apakah David benar-benar berada dalam sebuah kebingungan yang mencekam? Apakah dia mengerti bahwa semua ritual dalam liturgi harus ditanggalkan karena percaya pada Kristus?

David menjadi seorang Katolik pada tahun 1979. Percakapan kami lewat telepon antara California dan New York sangat mahal pada tahun itu dan tahun-tahun setelahnya. Semakin ia mendalami kepercayaan Katolik yang aku pikir adalah ajaran sesat, semakin juga aku semakin berjuang untuk menyakinkannya akan iman Kristen yang benar dari latar belakang ajaran Protestan Evangelisku.



LULUS SEKOLAH DAN PELAYANAN BARU

Setelah menyelesaikan studi Kitab Suci pada institute di gerejaku, Aku melanjutkan ke program masteral pada Seminari Teologi Talbot di La Mirada, California, sambil melayani sebagai kapelan wanita di penjara di Lancaster, California. Keinginan terbesarku selama studi masteral adalah menjadi staff sebuah gereja lokal, yang secara khusus mengajar para wanita, membantu mereka untuk bertumbuh secara benar sebagai keluarga Kristen sesuai dengan Kitab Suci.

Allah yang memberikan kita keinginan di dalam hati adalah Allah yang sama yang membawa kita untuk menghasilkan buah-buah dalam Roh.
Setelah menyelesaikan studi di Talbot pada bulan Mei tahun 1990, aku dipanggil untuk menjadi staf Persahabatan Evangelis Gereja di Orange County, California sebagai direktur pelayanan wanita.

Dalam masa transisi pelayanan sebagai kapelan penjara kepada pelayanan di gereja lokal, aku mempunyai kesempatan untuk mengunjungi David, saudaraku di New York. Itu terjadi pada tahun 1990. Dalam sebuah percakapan yang panjang dan melelahkan, David bertanya kepadaku; “MENGAPA PARA EVANGELIST SEPERTINYA TIDAK INGIN BEKERJA UNTUK PERSATUAN ORANG-ORANG KRISTEN? Bukankah Yesus telah berdoa agar SEMUANYA AKAN MENJADI SATU?”
Aku menjawabnya; “Benar, Yesus berdoa agar kita kelak menjadi satu, sama seperti Dia dan Bapa-Nya adalah Satu…tetapi bukan pada kenyataan seperti yang kita bayangkan di dunia ini.

Dengan jawaban itu, David meneruskan pertanyaannya kepadaku, jika saya pernah melihat dan membaca sebuah majalah yang telah disebarkan di seluruh Amerika dengan judul; “DI ATAS BATU KARANG INI, yang digambarkan sebagai GEREJA KATOLIK,” demikian tulisa Majalah apologetik Katolik itu. Aku tidak bisa menangkap maksud dua kata itu yang dipadukan dan saling melengkapi. Aku tak pernah tahu bahwa Katolik telah memiliki sebuah sikap untuk mempertahankan dan membela iman mereka – Tidak ada orang Katolik yang pernah berbicara denganku tentang Injil. Lebih dari itu, aku tidak pernah tahu bahwa orang-orang Katolik menaruh perhatian yang serius bahwa setiap orang di luar kelompok mereka harus mengetahui kebenaran ini. Aku lalu mengambil Majalah itu dan membawanya ke California karena keinginan tahuanku dan juga karena penghargaan terhadap orang lain bahwa sesuatu dari mereka harus juga diketahui oleh orang lain, sekurang-kurangnya, percaya adalah kunci kehidupan – bahkan jika mereka salah. Di dalam Majalah yang sama masih kutemukan judul tulisan: “SEORANG PENDETA PRESBITERIAN MENJADI KATOLIK.”
Tidak ada jalan lain, aku menyakinkan diriku. Aku tidak pusing dengan apa yang dia katakan tentang semuan cerita perpindahannya ke Katolik. Bagiku, pelayan Presbiterian ini telah mengambil jalan yang salah. Ia telah meninggalkan kekristenan sejati dan berpindah menjadi pemuja berhala yakni sebagai anggota Gereja Katolik.

Aku lalu memesan empat serial dari Majalah itu yang menceritakan tentang kisah mantan Pendeta Presbiterian (YANG TIDAK LAIN ADALAH “SCOTT HAHN). Termasuk juga dua bagian debatnya dengan seorang Profesor dari Seminari Teologi Westminster tentang topik pembenaran (HANYA IMAN SAJA yang dipertentangkan dengan IMAN DAN PERBUATAN) dan MAGISTERIUM (KITAB SUCI SAJA yang dipertentangkan dengan KITAB SUCI DAN TRADISI). Kesimpulan Scott Hahn yang dirangkai dengan sejarah awal Kekristenan (Gereja Katolik) yang ditampilkan sebagai sebuah tantangan berarti dalam dunia Kekristenan dewasa ini sungguh mendatangkan kekaguman bagiku.
Bagi semua yang akan mengeritik Gereja Katolik dan menghakiminya dengan bukti-buktinya, Scott Hahn berkata bahwa, mereka akan tiba pada sebuah moment yang disebut “KEGONCANGAN SUCI dan SESUATU YANG MENGAGUMKAN” di mana Anda akan menemukan bahwa Gereja yang telah berjuang mempertahankan kekristenan sejak awal terhadap serangan orang lain, adalah GEREJA KATOLIK, GEREJA YANG DIDIRIKAN OLEH YESUS SENDIRI DI ATAS BUMI INI.

“KEGONCANGAN SUCI” hanyalah serumpun kata untuk menggambarkan apa yang aku sedang alami pada saat itu. O, tidak, jangan katakan kepadaku bahwa di sana akan ada kebenaran tentang ini. Cara berpikir seperti ini telah memperlemah daya pikirku. Aku tidak dapat percaya bahwa aku sedang berpikir. Dan situasi ini mendatangiku pada saat yang aku sendiri tidak inginkan, yakni dalam rentang dua Minggu ke depan aku akan memulai pelayanan di sebuah gereja baru.



PERTANYAAN YANG TIDAK DIHARAPKAN

Aku membaca kembali pernyataan dokrin dari Kelompok Pesahabatan denominasi yang akan segera aku pimpin. Termasuk juga sejarah pendirinya, George Fox, yang bertobat secara dramatis pada aba ke-17 dengan sebuah perasaan cinta yang mendalam untuk Allah. Dalam keinginannya bahwa Allah akan disembah di dalam Roh dan Kebenaran, Fox hanya mengizinkan adanya dua sakramen, yang telah ditinggalkan oleh Martin Luther yakni BAPTIS DAN EKARISTI – bahwa iman memainkan peranan penting dalam bahan anggur, roti, dan air lebih daripada iman akan Allah yang seharusnya diutamakan.

Aku sangat mencintai keinginan terdalam George Fox, tetapi aku percaya bahwa dia telah salah. Sakramen Baptis dan Ekaristi adalah perintah Kitab Suci, meskipun aku percaya bahwa mereka (kedua sakramen) itu hanyalah simbol belaka. Pemikiran ini telah membentuk dan mengurung aku;

Sepanjang dua tahun berikutnya bersama dengan para staf di dalam kelompok yang kupimpin, aku memesan lagi beberapa buku dan berbagai artikel lain dari Majalah THIS ROCK, meskipun aku tidak begitu tertarik dengan segala sesuatu tentang Katolik namun aku tetap mengizinkan segala sesuatu tentang Katolik masuk ke dalam emailku. Ketika aku berkata kepada David tentang penemuanku, dia menantang aku untuk mendalami lagi tentang ajaran SOLA SCRIPTURA dengan berkata; “ROS, DI MANA KITAB SUCI MENGAJARKAN TENTANG SOLA SCRIPTURA?” Pertanyaan ini sungguh sangat menggangguku. Aku telah mendengar itu sebelumnya dan lebih memilih untuk menolak menjawabnya. Aku, lalu, menjawabnya, “Jika ENGKAU SUNGGUH MENGETAHUI KRISTUS, JIKA ENGKAU PERCAYA BAHWA KITAB SUCI ADALAH SABDA ALLAH, JIKA ROH KUDUS BEKERJA DI DALAM HIDUPMU, MENERANGIMU DAN MEYAKINKANMU AKAN SABDANYA KEPADAMU, maka ENGKAU BAHKAN TIDAK AKAN PERNAH MENGAJUKAN PERTANYAAN SEPERTI ITU.” MENGAPA ENGKAU MEMFOKUSKAN PERHATIAN PADA MAGISTERIUM YANG MENGKANONKAN KITAB SUCI LEBIH DARIPADA MENYERAHKAN DIRI DAN HIDUP SESUAI DENGAN KITAB SUCI itu sendiri?”

Dia mencoba untuk menyakinkanku bahwa dia percaya kepada Kitab Suci yang menjadi Sabda Allah, yang penuh inspirasi dan kuasa. Tapi, dia bertanya, “DIMANA KITAB SUCI MENGATAKAN ITU BAHWA HANYA KITAB SUCI SAJA SEBAGAI KUASA TERTINGGI?”Dan di mana Kitab suci, Sabda Allah mendefinisikan tentang hal itu?

Mencoba membenarkan diri, aku membuka dan membaca beberapa ayat Kitab Suci (2Tim 3:16-17, 2Ptr 1:20-21, dan ayat-ayat lainnya). Tetapi tidak ada satu pun yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaannya. Justru, sebaliknya ayat-ayat itu menyisakan pertanyaan susulan; “BAGAIMANA KITA TAHU BAHWA PERJANJIAN BARU ADALAH SEBUAH KITAB SUCI?” Ayat-ayat ini hanya merujuk pada Kitab Suci Perjanjian Lama, sementara Perjanjian Baru belum ditulis, sekurang-kurangnya seluruh Kitab.

Sebagaimana aku telah mendalami hal ini, aku telah masuk berhadapan muka dengan kenyataan bahwa Kitab Suci TIDAK PERNAH MENGAJARKAN TENTANG “SOLA SCRIPTURA.” Tidak menemukan jawaban yang memuaskan tentang keasliannya dalam penelitianku, aku mulai bertanya kepada beberapa pendeta dan guru dan pemimpin kelompok Kitab Suci tentang pertanyaan yang sama seperti yang diajukan oleh David kepadaku. Tidak ada seorang pun yang mampu menjawabnya dari Kitab Suci. Setiap orang muncul dengan memberikan ayat-ayat yang sama seperti yang kuberikan kepada David dalam diskusi kami, yang mana tidak ada satu ayat pun yang mengajarkan tentang “Sola Scriptura,” sebagai kuasa tertinggi dalam iman.
Ayat-ayat ini sungguh membuatku terbebani pada saat itu, yang tak pernah datang dalam memori setiap orang. Bagaimana pun, ini sesuatu yang mengagumkan, aku pikir. KITA SEDANG MENGAJARKAN TENTANG AJARAN BAHWA HANYA KITAB SUCI SAJA, SEMENTARA KITAB SUCI SENDIRI TIDAK PERNAH MENGAJARKAN TENTANG ITU.” Ini mengatakan kepadaku bahwa PARA EVANGELIS MENGAJAR SESUATU YANG SEBENARNYA TIDAK PERNAH DIAJARKAN OLEH KITAB SUCI ITU SENDIRI. Sesuatu sedang salah, pikirku. JIKA KITA SALAH TENTANG HAL INI, BUKANKAH AKAN MENJADI SALAH ATAU BUTA TENTANG AJARAN LAINNYA?”Demikian kataku dalam hati.

Bagaimana dengan semuanya ini? Aku berpikir, bahwa Protestan menerima kanonisasi Kitab Suci – percaya bahwa Allah, yang menginspirasikan Kitab Suci, juga dipimpin oleh Roh Kudus, yang telah memilih manusia dari abad ke-4 dan ke-5 untuk memilih dan membeda mana yang Kitab yang diinspirasikan oleh Roh Kudus dan mana yang tidak, sementara kita orang Protestan sekarang menolak apa yang telah diajarkan oleh Gereja sejak awal tentang EKARISTI, BAPTISAN, SUKSESI APOSTOLIK dan banyak lagi yang lain? Selanjutnya, tidak hanya ribuan tahun sebelum Kitab Suci dicetak dan dibagikan kepada umat, tetapi selama berabad-abad Kitab Suci telah menjadi penting dalam sejarah Kekristenan itu sendiri. Lalu, sekarang kita, orang Protestan mengajarkan sesuatu yang lain untuk membenarkan diri dan ajaran kita masing-masing?

Lagi, bagaimana terjadi bahwa setelah 500 tahun sejak Reformasi, dengan Kitab Suci di tangan dan dicetak dalam berbagai bahasa telah MENGHASILKAN RIBUAN DENOMINASI, YANG MASING—MASING BERBEDA DALAM AJARAN DAN PENAFSIRANNYA PADAHAL SEMUA MENDASARKANNYA PADA KITAB SUCI?



MENEMUKAN KEBENARAN IMAN KATOLIK

Aku mulai membaca semua yang dapat kubaca, di mana pun aku berada mendapatkannya, sampai aku mengetahuinya setelah dua tahun bahwa aku perlu meninggalkan gerejaku di California dan mengabdikan diriku pada pencarian di luar sana, apa yang sebenarnya Gereja Katolik ajarkan tentang kebenaran, tentang apa yang seharusnya benar dalam iman. Aku berpindah ke New York dan mulai belajar tentang semuanya secara intensif selama dua setengah tahun. Untuk beberapa bulan, aku membaca setiap karya atau buku dari para pendeta Protestan yang bertentangan atau melawan ajaran Gereja Katolik. AKu ingin mengetahui apa yang sebenarnya yang ditolak atau ditentang oleh kaum Protestan terhadap atau dari Gereja Katolik.

Terhadap kekecewaanku yang sangat dalam, aku menemukan bahwa para penulis, untuk hampir semua bagian dari tulisan mereka, SELALU MENENTANG SESUATU YANG LAIN, YANG TIDAK DIIMANI (DIAJARKAN) OLEH GEREJA KATOLIK atau SESUATU YANG BUKAN IMAN KATOLIK. Mereka semua menentang apa yang mereka pikir bahwa itu dipikirkan (diimani) oleh Gereja Katolik, dan itu menampakkan ketidakmengertian mereka tentang iman Katolik. Ungkapan Uskup Agung FULTON SHEEN semakin menyakinkanku tentang kesalahan para teolog Protestan dan pengeritik Gereja Katolik yakni: “TIDAK LEBIH DARI SERATUS ORANG DI AMERIKA YANG MEMBENCI GEREJA KATOLIK. BAGAIMANA PUN, ADA RIBUAN DI SANA, YANG MEMBENCI APA YANG MEREKA SENDIRI PERCAYA SECARA SALAH ADA DI DALAM GEREJA KATOLIK.”

Setiap penemuan tentang ajaran Gereja Katolik di California menuntunku untuk membeda dan menilai banyaknya ajaran para Evangelis yang tersebar saat itu. Dan, dengan setiap pemikiran yang menarikku semakin dekat kepada Gereja Katolik, sebuah perasaan yang mematikan, menjerit di dalam batinku karena aku akan meninggalkan semua jemaatku di California, sebuah komunitas Kristen yang telah membentuk iman kekristenanku, dan yang sangat kucintai selama 18 tahun sampai saat itu.

Jawabanku pada waktu itu sangat sederhana; “Itulah apa yang harus kuperjuangkan untuk kutemukan dalam perjalanan imanku.”
Setahun setelah itu, sejujurnya aku katakan: TIDAK, SAYA TIDAK AKAN MENJADI SEORANG KATOLIK, TETAPI APAKAH AKU HARUS TETAP MENJADI SEORANG EVANGELIS PROTESTAN?” Aku telah menjadi seorang Kristen dengan sebuah rumah yang nyaman, komunitas gereja lokalku di California. Aku tidak dapat membayangkan bahwa aku akan dan harus menjadi seorang Katolik, tetapi apakah, lalu, aku harus tetap menjadi seorang Evangelis, tempat dari mana aku telah datang dan harus meninggalkannya karena penemuan kebenaran yang baru di dalam Gereja Katolik?

Ada 3 buku yang secara radikal sangat membantuku sepanjang perjalanan imanku, yakni; Karya Kardinal John Henry Newman.,: Essay on the Development of Christian Doctrine; Dietrich von Hildebrand., “Liturgy and Personality,” dan dari Karl Adam., The Spirit of Catholism.” Semakain aku membacanya, semakin aku mulai merasakan sebuah keindahan, sebuah kedalaman, sebuah kepenuhan karya Allah untuk Gereja-Nya dibalik semua yang telah aku ketahui.



MENGHADIRI MISA UNTUK PERTAMA KALINYA.

Pada suatu hari Minggu, sembari aku duduk di bangku paling belakang di dalam sebuah gereja Katolik di California yang mana menjadi paroki pertama yang aku kunjungi sebagai seorang Protestan, aku mendengar kata-kata Pastor dalam Misa itu yang sebelumnya tak pernah kudengar dari orang-orang Katolik. Pada bagian kesimpulan dari pesan Injil hari itu, beliau berkata kepada umat yang hadir, ”KITA PERLU MEWARTAKAN KEPADA SELURUH DUNIA.” Hatiku bergetar dan jantungku berdetak kencang seakan membangunkanku dari tidur panjang. Inilah pertama kali aku mendengar sebuah kotbah yang penuh wibawa dan kuasa dari Gereja Katolik.

Aku sangat terharu sampai meneteskan air mata. SEJAK AKU MENEMUKAN KRISTUS, APAKAH AKU TELAH HIDUP UNTUK MEWARTAKAN KRISTUS KEPADA ORANG LAIN?”Aku berpikir; “JIKA GEREJA KATOLIK BENAR, MENGAPA TIDAK ADA EVANGELIS KATOLIK? Pewartaan bukanlah sebuah tindakan yang hanya identik dengan Protestan. Menjadi seorang pewarta bukan harus menjadi seorang utusan, tetapi bagaimana setiap orang berjuang untuk mewartakan kepada dunia KABAR GEMBIRA KRISTUS – bahwa ADA SEORANG PENYELAMAT YANG TELAH DATANG UNTUK PARA PENDOSA DAN TELAH MEMBERIKAN NYAWANYA KEPADA SEMUA ORANG YANG DATANG KEPADANYA.”

Aku bertemu seorang Pastor, Pst, James T. O’Connor, Pastor Paroki Santo Yoseph Millbrook, New York, pada awal bulan Maret 1995. Dalam dua pertemuan kami, beliau sangat membantu menyakinkanku tentang beberapa kesulitan yang kuhadapi dalam iman Katolik, terutama tentang MISA dan keotentikan Gereja sebagai sakramen keselamatan. Aku menyadari kemudian setelah itu bahwa pertanyaan 3 tahun lalu belum terjawabkan pada saat itu.



KE PANGKUAN GEREJA KATOLIK

Pengertianku tentang Kitab Suci Perjanjian Baru tidak akan menuntunku untuk berpindah ke iman Katolik, tetapi pemahamanku sekarang akan menghantarku untuk memeluknya sebagai sebuah kebenaran yang sesuai dengan Kitab Suci, yang mana sebenarnya lebih sesuai dengan iman Protestan Evangelis. Semakin aku mengetahui itu, di hadirat Allah, aku sebenarnya harus masuk ke dalam Gereja Katolik, yang akhirnya terjadi pada Paskah tahun 1995. AKU DIPANGGIL KE RUMAH GEREJA KATOLIK.

Aku masih sedikit kaku. Aku merasa sepertinya aku sedang berada di hamparan samudra luas dan hanya mengetahui sedikit tentang bagaimana mendayung perahuku. Tetapi aku tahu bahwa itu benar. Itu bukan hanya perbedaan-perbedaan ajaran yang memisahkan Protestan Evangelis dari Katolik; Itu adalah satu keseluruhan cara memandang. Keseluruhan duniaku telah terbuka sekarang. Semua ciptaan telah dijadikan baru bagiku.

Aku telah mendalami semua ajaran Gereja Katolik sebab aku yakin bahwa GEREJA KATOLIK ADALAH GEREJA YANG DIDIRIKAN OLEH KRISTUS SENDIRI RIBUAN TAHUN YANG LALU. Itulah GEREJA, yang didirikan di atas dasar para Rasul dan Nabi, bahwa benih itu telah tumbuh menjadi pohon, bahwa Gereja itu telah teruji karena melalui gejolak zaman di mana para santo telah menumpahkan darah dan menyerahkan nyawa mereka deminya; bahwa Gereja itu tetap berdiri kokoh dalam ujian dan cobaan dari waktu ke waktu, zaman ke zaman, di mana penolakan, perpecahan dan dosa tak dapat dihindari dihadapi olehnya. Dan, itulah Gereja yang akan berdiiri kokoh sampai akhir zaman, sebab benarlah bahwa GEREJA ADALAH TUBUH-NYA dan, di dalam keberadaannya, Gereja itu akan menjadi KUDUS, TIDAK DAPAT HANCUR, DAN KEKAL selamanya.

Kini, kusadari bahwa Gereja Katolik adalah GEREJA yang telah diperbaharui kepadaku oleh Yang Maha Agung, yang pernah aku alami dan rasakan sebagai seorang anak di dalam Sinagoga dalam tradisi Yahudiku. Aku berkata kepada David tentang hal ini, AKU MERASA SEPERTI AKU TELAH MEMILIK ALLAH KEMBALI.” Bagaimana anehnya pernyataan ini terdengar di telinga, tapi itulah yang sedang terjadi pada seseorang yang datang untuk mengenal-Nya secara mengagumkan dan benar melalui iman kaum Protestan Evangelis. Meskipun, di dalam kebebasan dan ekspresi kekeluargaan serta penyembahan, tapi sebuah perasaan tentang yang mahatinggi dan mahadalam dari Allah sering hilang dalam kelompok Protestanku. Karena itu, LEBIH BAIK MERUNDUK MERENDAHKAN DIRI DI HADIRATNYA SEKARANG di dalam dan melalui Gereja Katolik.

Dan, meskipun aku telah datang melihat bahwa Allah, yang Mahatinggi itu, telah memberikan kita Putra dan Tubuh-Nya, Gereja, lebih dari Diri-Nya sendiri, lebih daripada yang dapat aku bisa bayangkan – tidak lebih daripada Kristus, bukan yang lain, tetapi keseluruhan dari KRISTUS.
“Oh, alangkah dalamnya kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah! Sungguh tak terselidiki keputusan-keputusan-Nya dan sungguh tak terselami jalan-jalan-Nya.”(Rom 11:33)

Karena itu, selama Allah masih memberiku nafas hidup, aku ingin mewartakan kepada dunia tentang “SEORANG PENYELAMAT dan GEREJANYA YANG SATU, KUDUS, KATOLIK DAN APOSTOLIK.”

(Suster Rosalind Moss adalah pendiri Tarekat Putri-Putri Maria, Bunda Pengharapan Kita, di Tulsa, Oklahoma)


Diterjemahkan oleh Romo Inno Ngutra, Pr.


Semoga kisah ini memberimu pengetahuan tentang iman Katolik, membantumu memperdalam dan mencintainya sebagai jalan untuk menggapai keselamatanmu dari Kristus di dalam dan melalui Gereja-Nya, yakni Gereja Katolik yang kita sangat cintai, dulu, sekarang dan sampai selamanya.


Salam dan doa dari seorang sahabat untuk para sahabatnya,

***Rinnong***


Source : FB Rm Inno Ngutra, Pr

Monday, May 13, 2013

Pray for the persecuted Christians around the world....



Plz Pray for the persecuted Christians around the world....

The man sitting on the floor, dressed in white, is a Christian pastor who lives in Syria, Middle East. In the morning, he went out to preach the Gospel, and when he returned home that afternoon, he found all his children dead, four children murdered by extremists.

He was asked, before the bodies if he would stop preaching Christ. He replied: "That's not me. Nobody will silence my voice. Will speak the word of the Lord. More than ever, I proclaim Christ and His Salvation."

"Blessed are they which are persecuted for righteousness' sake, for theirs is the kingdom of heaven, blessed are ye when men shall revile you and persecute you and falsely say all kinds of evil against you because of me. Rejoice and be merry you, because great is your reward in heaven: for so persecuted they the prophets which were before you. "(Matthew 5:10-12)

May God Bless You Pastor...

Plz Share & spread this news...


Comments :


Winnie Rabong:

 It's happen around the world..I hate religion for they don't know God is love who save us by Grace!


Amy Coburn :

Father, gird up the loins of this man of God, continue to breath Your Word into his heart! Place a hedge of Your waring Angels around him to protect him against the plans of the enemy that would seek to silence him! Place Your arms around him and holdhim close as he grieves for his children, but never let his resolve to serve You waiver! Remind him that The Holy Spirit is with him, to empower him, guide him and comfort him! let him feel our prayers as we lift him up before You, In Jesus Name, Amen!!!

Source : FB Maranatha



Thursday, May 2, 2013

Arti Sebuah Kesetian ( Kisah Nyata )



Kisah nyata yang bagus sekali untuk contoh kita semua yang saya dapat dari millis sebelah (kisah ini pernah ditayangkan di MetroTV).

Ini cerita nyata, beliau adalah Bapak Eko Pratomo Suyatno, Direktur Fortis Asset Management yang sangat terkenal di kalangan Pasar Modal dan Investment, beliau juga sangat sukses dalam memajukan industri Reksadana di Indonesia. Apa yang diutarakan beliau adalah sangat benar sekali. Silakan baca dan dihayati.

Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yang sudah senja bahkan sudah mendekati malam, Pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua.Mereka menikah sudah lebih 32 tahun. Mereka dikarunia 4 orang anak.

Disinilah awal cobaan menerpa, setelah istrinya melahirkan anak keempat tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Itu terjadi selama 2 tahun. Menginjak tahun ke tiga, seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.

Setiap hari Pak Suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja, dia letakkan istrinya di depan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum.

Untunglah tempat usaha pak suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. Sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas sore dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa-apa saja yang dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang, bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.

Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke 4 buah hati mereka, sekarang anak-anak mereka sudah dewasa, tinggal si bungsu yang masih kuliah.

Pada suatu hari, ke empat anak suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah, sudah tinggal dengan keluarga masing-masing dan Pak Suyatno memutuskan ibu mereka dia yang merawat, yang dia inginkan hanya satu semua anaknya berhasil.

Dengan kalimat yang cukup hati-hati anak yang sulung berkata “Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu, tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak, bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu”.

Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata-kata: “sudah yang keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak, dengan berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat bapak. Kami janji kami akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian”.

Pak Suyatno menjawab hal yang sama sekali tidak diduga anak-anaknya: “Anak-anakku… Jikalau perkawinan dan hidup di dunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah.. tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian. Sejenak kerongkongannya tersekat, kalian yang selalu kurindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta yang tidak satupun dapat dihargai dengan apapun.”

“Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaannya seperti ini? Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan bapak yang masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain? Bagaimana dengan ibumu yg masih sakit.”

Sejenak meledaklah tangis anak-anak pak suyatno. Merekapun melihat butiran-butiran kecil jatuh dipelupuk mata ibu Suyatno. Dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu.

Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan mereka pun mengajukan pertanyaan kepada Suyatno, kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yang sudah tidak bisa apa-apa.

Disaat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yang hadir di studio, kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru. Disitulah Pak Suyatno bercerita..” Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi (memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian) itu adalah kesia-siaan”.

“Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yang lucu-lucu. Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama. Dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit…”

**Semoga cerita ini bermanfaat untuk Anda renungkan "Arti Kesetiaan", Amin.


Source : FB Yesus Tolong Saya

Arti Sebuah Kesetian ( Kisah Nyata )



Kisah nyata yang bagus sekali untuk contoh kita semua yang saya dapat dari millis sebelah (kisah ini pernah ditayangkan di MetroTV).

Ini cerita nyata, beliau adalah Bapak Eko Pratomo Suyatno, Direktur Fortis Asset Management yang sangat terkenal di kalangan Pasar Modal dan Investment, beliau juga sangat sukses dalam memajukan industri Reksadana di Indonesia. Apa yang diutarakan beliau adalah sangat benar sekali. Silakan baca dan dihayati.

Dilihat dari usianya beliau sudah tidak muda lagi, usia yang sudah senja bahkan sudah mendekati malam, Pak Suyatno 58 tahun kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit istrinya juga sudah tua.Mereka menikah sudah lebih 32 tahun. Mereka dikarunia 4 orang anak.

Disinilah awal cobaan menerpa, setelah istrinya melahirkan anak keempat tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa digerakkan. Itu terjadi selama 2 tahun. Menginjak tahun ke tiga, seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa tidak bertulang, lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.

Setiap hari Pak Suyatno memandikan, membersihkan kotoran, menyuapi, dan mengangkat istrinya keatas tempat tidur. Sebelum berangkat kerja, dia letakkan istrinya di depan TV supaya istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya tidak dapat bicara tapi dia selalu melihat istrinya tersenyum.

Untunglah tempat usaha pak suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang untuk menyuapi istrinya makan siang. Sorenya dia pulang memandikan istrinya, mengganti pakaian dan selepas sore dia temani istrinya nonton televisi sambil menceritakan apa-apa saja yang dia alami seharian. Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, Pak Suyatno sudah cukup senang, bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap berangkat tidur.

Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25 tahun, dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke 4 buah hati mereka, sekarang anak-anak mereka sudah dewasa, tinggal si bungsu yang masih kuliah.

Pada suatu hari, ke empat anak suyatno berkumpul dirumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena setelah anak mereka menikah, sudah tinggal dengan keluarga masing-masing dan Pak Suyatno memutuskan ibu mereka dia yang merawat, yang dia inginkan hanya satu semua anaknya berhasil.

Dengan kalimat yang cukup hati-hati anak yang sulung berkata �Pak kami ingin sekali merawat ibu, semenjak kami kecil melihat bapak merawat ibu, tidak ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir bapak, bahkan bapak tidak ijinkan kami menjaga ibu�.

Dengan air mata berlinang anak itu melanjutkan kata-kata: �sudah yang keempat kalinya kami mengijinkan bapak menikah lagi, kami rasa ibupun akan mengijinkannya, kapan bapak menikmati masa tua bapak, dengan berkorban seperti ini kami sudah tidak tega melihat bapak. Kami janji kami akan merawat ibu sebaik-baik secara bergantian�.

Pak Suyatno menjawab hal yang sama sekali tidak diduga anak-anaknya: �Anak-anakku� Jikalau perkawinan dan hidup di dunia ini hanya untuk nafsu, mungkin bapak akan menikah.. tapi ketahuilah dengan adanya ibu kalian disampingku itu sudah lebih dari cukup, dia telah melahirkan kalian. Sejenak kerongkongannya tersekat, kalian yang selalu kurindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta yang tidak satupun dapat dihargai dengan apapun.�

�Coba kalian tanya ibumu apakah dia menginginkan keadaannya seperti ini? Kalian menginginkan bapak bahagia, apakah bathin bapak bisa bahagia meninggalkan ibumu dengan keadaanya sekarang, kalian menginginkan bapak yang masih diberi Tuhan kesehatan dirawat oleh orang lain? Bagaimana dengan ibumu yg masih sakit.�

Sejenak meledaklah tangis anak-anak pak suyatno. Merekapun melihat butiran-butiran kecil jatuh dipelupuk mata ibu Suyatno. Dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu.

Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan mereka pun mengajukan pertanyaan kepada Suyatno, kenapa mampu bertahan selama 25 tahun merawat Istrinya yang sudah tidak bisa apa-apa.

Disaat itulah meledak tangis beliau dengan tamu yang hadir di studio, kebanyakan kaum perempuanpun tidak sanggup menahan haru. Disitulah Pak Suyatno bercerita..� Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi (memberi waktu, tenaga, pikiran, perhatian) itu adalah kesia-siaan�.

�Saya memilih istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan bathinnya bukan dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yang lucu-lucu. Sekarang dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama. Dan itu merupakan ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya apa adanya. Sehatpun belum tentu saya mencari penggantinya apalagi dia sakit��

**Semoga cerita ini bermanfaat untuk Anda renungkan "Arti Kesetiaan", Amin.


Source : FB Yesus Tolong Saya

Friday, April 12, 2013

CERITA NYATA: Seorang Muslim Melihat YESUS


Menunggu KEMATIAN
------------
Pada usia 34, Nasir Siddiki, seorang pengusaha sukses, telah mendapatkan sejuta dollar pertamanya, tetapi uang tidak berarti apa-apa baginya di ranjang kematiannya. Didiagnosis dengan kasus terburuk dari herpes zoster yang pernah dirawat di Rumah Sakit Umum Toronto, sistem kekebalan tubuhnya telah mati di dan dokter sudah angkat tangan.

Keesokan paginya aku bangun di ruang steril di lantai delapan rumah sakit, kulitku terbakar seolah-olah seseorang telah menyiram bensin dan menyalakan korek api. Aku merasa terbakar dari dalam ke luar.

Dokter saya tiba dan menatapku heran. " Lepuhan-lepuhan berkembang dengan begitu cepat ,saya benar-benar dapat menyaksikan mereka seakan bertumbuh," katanya. '"Tubuhmu tidak melawan."

Keesokan paginya, selain herpes zoster, saya terkena cacar air dari kepala sampai kaki. Saya dimasukkan ke dalam ruang isolasi yang ketat. Malam itu suhu badan saya melonjak menjadi 107,6 derajat - cukup panas untuk mengacak otak saya secara permanen.. 
Berhari-hari keadaan saya terus memburuk. Ujung saraf saya menjadi begitu meradang melintas di kulit saya mengirimkan gelombang kejut yang membakar melalui tubuh saya. Pada akhir minggu, saya sudah terdaftar dalam kondisi kritis.

HARAPAN TERAKHIRKU
-----------------------------
Dalam kehidupan, aku sudah berani, percaya diri, berani mengambil risiko. Tetapi dalam menghadapi kematian, aku sangat takut. Aku tidak tahu apa yang mungkin menunggu saya di sisi lain. Saya telah dibesarkan sebagai seorang muslim di London, Inggris, dan aku mengerti bahwa Allah bukanlah tuhan yang dapat menyembuhkan.

Satu-satunya harapan saya adalah obat.

Saya akhirnya tergelincir begitu dekat dengan kematian sehingga dokter tidak tahu bahwa saya dapat mendengar mereka ketika mereka memeriksa saya. "Sistem kekebalan tubuhnya mati," kata salah satu dari mereka.

"Dia sekarat," yang lainnya mengkonfirmasi. "Sistem kekebalan tubuhnya pasti diserang oleh AIDS."

Saya tidak punya AIDS! Aku ingin berteriak, tapi aku tidak bisa mengatakannya. Lalu aku tersadar. Dia bilang aku sekarat!

Para dokter berbicara pelan kepada rekan kerja saya, Anita. "Dalam beberapa jam dia akan mati," kata mereka. "Jika oleh beberapa keajaiban dia hidup, dia mungkin akan menjadi buta di mata kanannya, tuli di telinga kanannya, lumpuh di sisi kanannya dan mungkin otak rusak akan parah karena demam tinggi."
Lalu mereka pergi.

Mereka meninggalkan saya di sini untuk mati! Saya merasa seperti seorang pria yang akan tenggelam untuk ketiga kalinya. Dengan mengumpulkan kekuatan, saya membisikan sebuah doa. "Tuhan, jika Engkau nyata, jangan biarkan aku mati!"

DALAM KEHADIRANNYA
-----------------------------
Selama saat tergelap dari malam, aku terbangun dan melihat seorang pria di pinggir tempat tidurku. Sinar cahaya memancar dari diriNYA, memungkinkan saya untuk melihat sosoknya. Aku tidak bisa melihat wajahnya, karena terlalu terang. Tidak ada yang harus memberitahu saya, saya tahu itu adalah YESUS.

Quran menyebutkan YESUS, Islam percaya bahwa DIA ada, bukan sebagai anak TUHAN, tetapi sebagai seorang pria yang baik dan seorang nabi. Saya tahu ini bukanlah Mohammed. Aku tahu itu bukan Allah. Yesus berada di kamarku. Tidak ada ketakutan, hanya kedamaian.

"Mengapa Engkau datang kepada seorang muslim ketika orang lain telah meninggalkan aku untuk mati?" tanya saya.

Tanpa kata-kata, ia berbicara kepada saya. "Akulah TUHAN orang Kristen. Akulah TUHAN Abraham, Ishak dan Yakub. "

Hanya itu yang DIA katakan. DIA tidak menyebutkan penyakit saya. Dia tidak menyebutkan kematian yang akan datang saya. Seperti tiba-tiba DIA muncul, Dia menghilang.

Keesokan paginya, dua dokter yang sama tiba untuk memeriksa saya. "Lepuhan-lepuhan telah berhenti tumbuh!"

"Kami tidak tahu apa yang terjadi, tetapi virus herpes zoster telah hilang dan dalam sekarang dalam penyembuhan!"

Keesokan harinya, masih sakit dan melepuh, saya keluar dari rumah sakit dengan sebuah koper penuh obat-obatan. "Jangan meninggalkan rumah," dokter memperingatkan. "Ini akan memerlukan waktu berbulan-bulan supaya lepuhan itu hilang, dan ketika lepuhan itu hilang, itu akan meninggalkan bercak putih pada kulit dan bekas luka. Rasa sakit bisa berlangsung selama bertahun-tahun. "

Melangkah ke luar matahari pagi, aku tampak seperti persilangan antara seorang kusta dan seorang manusia gajah. Ketika orang melihat saya, mereka menyeberang ke sisi lain dari jalan. Namun, pikiran saya tidak pada penampilan saya, pikiran-pikiran saya berada pada Yesus. Tidak ada keraguan dalam pikiran saya bahwa kehadiran Yesus di kamar saya telah menghentikan virus herpes zoster. Apa pun itu YESUS, saya menyadari bahwa dalam hadiratNYA keajaiban terjadi.

BELAJAR untuk HIDUP
---------------------------
Keesokan paginya, aku bangun lebih awal dan menyalakan televisi. Menelusuri saluran-saluran, aku membeku ketika saya melihat kata-kata berikut di layar:

Apakah Yesus adalah Anak TUHAN?

Aku mendengarkan dengan penuh perhatian ketika dua orang membahas topik ini disepanjang acara - menjawab semua pertanyaan saya. 

Sebelum acara selesai, salah satu pria memimpin pemirsa televisi ke dalam doa. Tubuhku sedang terbakar dengan rasa sakit tetapi aku tetap berlutut di lantai kamar saya. Air mata mengalir di wajah saya, saya mengulangi doa dan mengundang Yesus ke dalam hatiku.

Dr. NASIR SIDDIKI dengan ISTRINYA, ANITA
-------------------------------------------------------
Segera kelaparan rohani muncul di dalam diri saya. Aku harus tahu lebih banyak mengenai Yesus. Meskipun perintah dokter, saya diharuskan untuk tinggal didalam rumah, keesokan harinya aku pergi keluar dan membeli sebuah Alkitab. Pertama saya membaca Kitab Matius, Markus, Lukas dan Yohanes. Masih lapar, saya mulai membaca Kitab Kejadian dan membaca seluruh Alkitab selama hari-hari malam saya tidak dapat tidur.

Sementara itu, Anita membawakan saya buku-buku dan kaset pengajaran yang menjelaskan tentang Injil. Aku melahap habis semuanya sambil terus mempelajari Firman TUHAN. Saat pemahaman iman saya mulai tumbuh, aku mencari sebuah foto bagaimana muka saya sebelum terkena herpes zoster. Saya berdoa dan meminta TUHAN untuk membuat saya terlihat seperti itu lagi.

YESUS, PENYEMBUHku
----------------------------
Satu minggu setelah saya keluar dari rumah sakit, saya terbangun dan menemukan bantal saya penuh dengan lepuhan. Saya pasti telah mencakar lepuhan-lepuhan itu dalam tidur saya, saya pikir. Aku merangkak keluar dari tempat tidur dan melangkah ke kamar mandi. Apa yang dimulai di bantal saya selesai di kamar mandi: Semua lepuhan-lepuhan jatuh dari tubuh saya!

Bukannya ditutupi dengan bercak putih dan jaringan parut, kulit saya hanyalah merah dan mentah. Ini perlahan-lahan sembuh, kembali ke kondisi saat sebelum terkena herpes zoster. Ketika itu terjadi, saya tidak hanya terlihat sebagai manusia, aku tampak seperti sebelum saya jatuh sakit, kecuali bekas luka-luka yang masih ada di dadaku.

Tak satu pun dari ramalan dokter menjadi kenyataan. Penglihatan saya adalah 20/20. Pendengaran saya normal. Bicara saya tidak terganggu. Aku tidak mengalami kerusakan otak.
Penyembuhan saya adalah sebuah mukjizat, cepat dan penuh. Saya tidak pernah menderita sakit berkepanjangan atau komplikasi lainnya. Tidak hanya saya memiliki kasus terburuk dari herpes zoster yang pernah dirawat di Rumah Sakit Umum Toronto, saya juga memiliki pemulihan yang paling ajaib.

YESUS, TUHAN orang Kristen, menampakkan diri di sebuah ruang rumah sakit saat seorang muslim sedang sekarat dan menyembuhkan saya. Tapi itu bukan mukjizat terbesar yang DIA lakukan. Transformasi yang terjadi dalam hati saya bahkan lebih dramatis daripada yang terjadi dalam tubuh saya.

--------------------------------------------
Seorang pengajar internasional dan penginjil, Dr Nasir Siddiki adalah pendiri Kebijaksanaan Ministries (WisdomMinistries.org). Dia tinggal di Tulsa, OK, bersama istrinya Anita dan dua orang putra.


Source : FB Mary Bethany

Tags