Latest News

Showing posts with label SCY Com. Show all posts
Showing posts with label SCY Com. Show all posts

Sunday, June 7, 2015

SEJARAH HARI RAYA TUBUH DAN DARAH KRISTUS


SEJARAH HARI RAYA TUBUH DAN DARAH KRISTUS

Secara tradisonal, pada awalnya sebutan yang tepat untuk Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus adalah Sollemnitas Sanctissimi Corporis Christi, yang kemudian dalam penggunaan populer digunakan frase "Corpus Christi". Pada awalnya memang tidak ada kata "Darah" walaupun dalam teks Misa dan Ibadat Harian (brevir) ada rujukan mengenai kata"Darah"
Perubahan yang terjadi adalah konsekuensi perubahan terhadap Festum Sanguinis Christi (Pesta Darah Mulia). Pesta Darah Mulia adalah salah satu Pesta "devosional" terhadap kemanusia­an Kristus. (Dalam Gereja Katolik ada tiga tingkatan hari-hari istimewa, yaitu Hari Raya/ Solemnitas, Pesta/Festum, dan Peringatan/Memoraria). Pesta ini merupakan bagian dari "Pesta-pesta Sengsara" yang diadakan di hari­hari Jumat dalam Masa Prapaska di banyak tempat. Pesta-pesta ini dirayakan seturut penanggalan gerejawi lokal, dan pada awal abad ke-20 hanya diadakan terutama di tempat-tempat di mana tradisi ini berawal.
Pada 1849, Paus Pius IX menyatakan hari Minggu pertama bulan Juli sebagai Pesta Darah Mulia dan wajib dirayakan secara universal. Namun demikian beliau tidak menghapuskan hari-hari Jumat "Pesta sengsara" yang masih dipraktikan pada berbagai penanggalan gerejawi lokal.
Ketika Paus Pius X melakukan
pembaruan penanggalan liturgi, Pesta Darah Mulia dipindahkan menjadi tanggal t Juli, dan sejalan dengan kerangka liturgis yang ditetapkan pada hari itu, maka banyak keuskupan dan ordo tidak mempraktikan lagi "Pesta-pesta Sengsara". Namun pesta-pesta ini tetap dipertahankan seperti yang tertulis pada appendix buku pedoman misa dengan judul "Pro Aliquibus Locis" (di banyak tempat).
Pada 1961, semua pesta-pesta sengsara termasuk Pesta Darah Mulia yang tercantum dalam appendix, dihapuskan, kecuali apabila ada permintaan dengan alasan yang masuk akal oleh ordo/kongregasi atau Keuskupan yang memiliki keterkaitan istimewa dengan pesta-pesta tersebut, misalnya kongregasi yang kemudian dikenal di Indonesia dengan nama Kongregasi Suster-suster Amalkasih Darah Mulia (ADM).
Kebijakan gerejawi berubah pada masa kepemimpinan Paus Yohanes XXIII. Beliau adalah seorang yang berdevosi pada Darah Mulia. Beliau menambahkan frase --Terpujilah darahNya yang maha indah" (PS No.205), mem­promuigasikan (mengumumkan secara resmi) Litani Darah Mulia \ang disertai dengan indulgensi, dan mempromosikan devosi terhadap Darah Mulia melalui ensiklik "Inde a Primis".
Pada tahun 60-an ada perubahan penanggalan liturgi Gereja
universal. Diputuskan bahwa pesta-pesta devosional harus dipindahkan atau paling tidak diturunkan tingkatannya. Pesta Darah Mulia yang dirayakan pada 1 Juli juga turut dihapuskan, walaupun tidak lama setelah keputusan ini dikeluarkan, banyak petisi dari para Uskup yang mem inta agar Pesta Darah Mulia tetap dilestarikan. Namun demikian Konsili menolak petisi-petisi tersebut dan memutuskan untuk menambahkan kata"Darah" sehingga Hari Raya yang kita rayakan secara resmi hari ini dinamakan "Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus" (Sollemnitas Sanctissimi Corporis et Sanguinis Christi) atau boleh juga disebut "Corpus Sanguinisque Christi". Walaupun demikian, di banyak tempat, secara tradisional umat Katolik sudah telanjur terbiasa dengan penyebutan "Corpus Christi" dan kita pun saat ini tetap boleh menyebut Hari Raya ini sebagai "Corpus Christi" karena toh kita mengimani bahwa Hosti yang kita terima (apabila komuni hanya diterimakan dengan satu rupa), tidak pernah hanya Tubuh Kristus saja, melainkan sekaligus adalah Tubuh, Darah, Jiwa dan Keallahan Kristus, pendek kata SELURUH KRISTUS YANG TELAH WAFAT DAN BANGKIT, DAN KINI BERTAKHTA DI SISI BAPA. Hal ini sesuai juga dengan teks Kitab Suci, Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti ATAU minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap Tubuh DAN Darah Tuhan (1 Kor 11:27). dari berbagai sumber
Selamat merayakan "Sollemnitas Sanctissimi Corporis et Sanguinis Christi"!
Salam dan berkat, RP. And. M. Siswinarko SCJ

Source : Warta Paroki St Barnabas Pamulang - Tangsel

Text Box: Warta Paroki Santo Barnabas

SEJARAH HARI RAYA TUBUH DAN DARAH KRISTUS


SEJARAH HARI RAYA TUBUH DAN DARAH KRISTUS

Secara tradisonal, pada awalnya sebutan yang tepat untuk Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus adalah Sollemnitas Sanctissimi Corporis Christi, yang kemudian dalam penggunaan populer digunakan frase "Corpus Christi". Pada awalnya memang tidak ada kata "Darah" walaupun dalam teks Misa dan Ibadat Harian (brevir) ada rujukan mengenai kata"Darah"
Perubahan yang terjadi adalah konsekuensi perubahan terhadap Festum Sanguinis Christi (Pesta Darah Mulia). Pesta Darah Mulia adalah salah satu Pesta "devosional" terhadap kemanusia�an Kristus. (Dalam Gereja Katolik ada tiga tingkatan hari-hari istimewa, yaitu Hari Raya/ Solemnitas, Pesta/Festum, dan Peringatan/Memoraria). Pesta ini merupakan bagian dari "Pesta-pesta Sengsara" yang diadakan di hari�hari Jumat dalam Masa Prapaska di banyak tempat. Pesta-pesta ini dirayakan seturut penanggalan gerejawi lokal, dan pada awal abad ke-20 hanya diadakan terutama di tempat-tempat di mana tradisi ini berawal.
Pada 1849, Paus Pius IX menyatakan hari Minggu pertama bulan Juli sebagai Pesta Darah Mulia dan wajib dirayakan secara universal. Namun demikian beliau tidak menghapuskan hari-hari Jumat "Pesta sengsara" yang masih dipraktikan pada berbagai penanggalan gerejawi lokal.
Ketika Paus Pius X melakukan
pembaruan penanggalan liturgi, Pesta Darah Mulia dipindahkan menjadi tanggal t Juli, dan sejalan dengan kerangka liturgis yang ditetapkan pada hari itu, maka banyak keuskupan dan ordo tidak mempraktikan lagi "Pesta-pesta Sengsara". Namun pesta-pesta ini tetap dipertahankan seperti yang tertulis pada appendix buku pedoman misa dengan judul "Pro Aliquibus Locis" (di banyak tempat).
Pada 1961, semua pesta-pesta sengsara termasuk Pesta Darah Mulia yang tercantum dalam appendix, dihapuskan, kecuali apabila ada permintaan dengan alasan yang masuk akal oleh ordo/kongregasi atau Keuskupan yang memiliki keterkaitan istimewa dengan pesta-pesta tersebut, misalnya kongregasi yang kemudian dikenal di Indonesia dengan nama Kongregasi Suster-suster Amalkasih Darah Mulia (ADM).
Kebijakan gerejawi berubah pada masa kepemimpinan Paus Yohanes XXIII. Beliau adalah seorang yang berdevosi pada Darah Mulia. Beliau menambahkan frase --Terpujilah darahNya yang maha indah" (PS No.205), mem�promuigasikan (mengumumkan secara resmi) Litani Darah Mulia \ang disertai dengan indulgensi, dan mempromosikan devosi terhadap Darah Mulia melalui ensiklik "Inde a Primis".
Pada tahun 60-an ada perubahan penanggalan liturgi Gereja
universal. Diputuskan bahwa pesta-pesta devosional harus dipindahkan atau paling tidak diturunkan tingkatannya. Pesta Darah Mulia yang dirayakan pada 1 Juli juga turut dihapuskan, walaupun tidak lama setelah keputusan ini dikeluarkan, banyak petisi dari para Uskup yang mem inta agar Pesta Darah Mulia tetap dilestarikan. Namun demikian Konsili menolak petisi-petisi tersebut dan memutuskan untuk menambahkan kata"Darah" sehingga Hari Raya yang kita rayakan secara resmi hari ini dinamakan "Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus" (Sollemnitas Sanctissimi Corporis et Sanguinis Christi) atau boleh juga disebut "Corpus Sanguinisque Christi". Walaupun demikian, di banyak tempat, secara tradisional umat Katolik sudah telanjur terbiasa dengan penyebutan "Corpus Christi" dan kita pun saat ini tetap boleh menyebut Hari Raya ini sebagai "Corpus Christi" karena toh kita mengimani bahwa Hosti yang kita terima (apabila komuni hanya diterimakan dengan satu rupa), tidak pernah hanya Tubuh Kristus saja, melainkan sekaligus adalah Tubuh, Darah, Jiwa dan Keallahan Kristus, pendek kata SELURUH KRISTUS YANG TELAH WAFAT DAN BANGKIT, DAN KINI BERTAKHTA DI SISI BAPA. Hal ini sesuai juga dengan teks Kitab Suci, Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti ATAU minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap Tubuh DAN Darah Tuhan (1 Kor 11:27). dari berbagai sumber
Selamat merayakan "Sollemnitas Sanctissimi Corporis et Sanguinis Christi"!
Salam dan berkat, RP. And. M. Siswinarko SCJ

Source : Warta Paroki St Barnabas Pamulang - Tangsel

Text Box: Warta Paroki Santo Barnabas

Wednesday, August 14, 2013

We the Congregation = Kita Kongregasi "Jangan dhewe-dhewe!"


foto dari FB P Adi Purnama SCY

SCJ di Indonesia


Telah delapan puluh tahun lebih SCJ hadir di tengah-tangah Gereja Indonesia, khususnya Gereja Sumatera Selatan. Sampai saat ini para imam dan bruder SCJ berkarya di empat keuskupan, yaitu Keuskupan Palembang, Keuskupan Tanjungkarang, Keuskupan Agung Jakarta, dan Keuskupan Timika. Dalam tiga keuskupan ini, SCJ terlibat melayani umat di 27 Paroki. Hingga saat ini keterlibatan SCJdi Keuskupan Agung Jakarta meliputi tiga paroki yaitu Paroki St. Stephanus Cilandak, St. Antonius Bidaracina dan St. Barnabas Pamulang.
Para Bruder berkarya dalam bidang pastoral, pendidikan, administrasi, kesehatan, pertanian, perbengkelan, dan beberapa bidang lain. Para bruder juga menyediakan diri untuk menjadi misionaris di India dan Filipina. Dan seorang bruder berkarya di Jendralat SCJ di Roma.
Berdasarkan situasi, kebutuhan dan arah dasar pelayanan masing-masing paroki, para SCJ tetap berusaha mengejawantahkan semangat kongregasi dalam setiap gerak hidupnya. Dalam hal ini tidak hanya dimaksudkan bahwa di paroki-paroki tersebut diselenggarakan kegiatan devosional Hati Kudus. Tetapi para SCJ lebih mengaktualkan semangat kongregasi dalam karya pelayanan umat, dalam kesaksian hidup dan dalam hidup doa serta hidup berkomunitas. Para SCJ yang berkarya di paroki tidak membatasi diri pada pelayanan harian parokial. Banyak yang membuka diri untuk mewujudkan kepedulian sosial dengan karya-karya sosial. Mulai bertumbuh pula kepedulian untuk memperhatikan kelompok ­kelompok kategorial. Oleh karena itu, pelayanan dalam batas teritorial paroki menjadi kesempatan pula untuk melakukan karya sosial dan mengembangkan kelompok­kelompok dan karya kategorial. "Karya-karya konfrater di sini baik," ungkap Pastor M.J. Weusten, Provinsial pertama SCJ Indonesia.
Sejak peralihan orientasi pelayanan dari pelayanan parokial, banyak SCJ yang membuka diri untuk pelayanan kategorial. Prioritas karya pendidikan bagi anggota SCJ ternyata juga diikuti oleh perhatian kepada pendidikan masyarakat. Beberapa SCJ terlibat dalam penyelenggaraan dan proses belajar mengajar di Sekolah Tinggi MUSI di Palembang. Karya ini adalah perwujudan kerjasama dengan Keuskupan Agung Palembang untuk memenuhi kebutuhan Gereja lokal dan masyarakat pada umumnya. Hampir di semua paroki terdapat sekolah yang dikelola oleh yayasan Katolik. Begitu besar perhatian para SCJ terhadap karya pendidikan di paroki mereka. Di Tanjung Sakti, sekolah merupakan salah satu ujung tombak karya pelayanan Gereja bagi masyarakat. Kepedulian para SCJ terhadap bidang pendidikan sudah dipupuk sejak masa formasio (pendidikan) di Yogyakarta. Semua calon imam tahun kedua mengambil kesempatan untuk mengajar di salah satu sekolah di Yogyakarta. Perhatian terhadap pendidikan bagi calon imam dan religius juga semakin besar.
We the Congregation = Kita Kongregasi "Jangan dhewe-dhewe!" Inilah ungkapan khas alm. Br.Odulphus van Gisbergen, bruder yang telah lama berkarya di Seminari Palembang. Ungkapan ini bukanlah ungkapan kosong atau ungkapan ringan spontan tanpa arti. Ungkapan ini ternyata dilandasi oleh suatu refleksi yang mendalam. Refleksi mengenai hal ini sudah dilakukan lama sekali. Bruder yang sangat menekankan sikap taat kepada pimpinan ini menemukan dan merasakan bahwa sikap “dhewe-dhewe” (sendiri-sendiri) bukanlah sikap yang benar dan sesuai dengan semangat SCJ.
Ia bisa membuat penilaian terhadap seorang seminaris dalam hal ini ketika bermain sepak bola. Bila dalam permainan sepak bola seorang seminaris senang bermain sendiri, ia langsung berkomentar, "Kapan itu dhewe-dhewe, tidak bisa menjadi imam SCJ!" Dan setiap perkataannya dalam hal ini selalu dibuktikan oleh kenyataan. Tidakkah "jangan dhewe­dhewe" senada dengan istilah SCJ yang akhir-akhir ini didengungkan, "We the Con­gregation?"
Sekarang ini kita hidup dalam dunia yang dibayang-bayangi oleh banyak ideologi (terutama sekularisme) dan oleh banyak ketidakadilan. Dalam dunia kita inilah para SCJ dipanggil untuk memancarkan terang dan menghidupkan api Hati Kudus Yesus, yaitu "menjadikan Yesus Kristus sebagai jantung dunia". Inilah kharisma SCJ, yaitu masuk dalam dunia yang dibayang-bayangi oleh kegelapan, tetapi sekaligus kita menyinarinya dan membaharuinya dari atas, dari Hati Kudus Yesus yang mengusir kegelapan dunia.
SCJ merangkul seluruh bumi dan menjadikannya satu, tanpa satu segipun yang terkecualikan dari rahmat yang menyelamatkan. Perlu digalakkan komunikasi timbal balik antara semua anggota, sehingga dengan demikian kita manusia dipersatukan. Di sini ditunjukkan semangat kebersamaan (communio) yang harus semakin memberikan kekhasan kepada setiap anggota SCJ di masa mendatang dalam dunia yang semakin global. Semangat "Kita Kongregasi" ini menunjuk pada tugas misi baru, kerasulan sosial, Tugas misi di dunia yang terkena akibat sekularisasi. Semangat ini memperlihatkan suatu susunan ke-SCJ-an lebih jelas dalam menjalankan tugas misi. Dengan semangat ini kita dapat lebih siap menghadapi masalah-masalah setempat sebagaimana dihayati dalam kerja sama antara SCJ provinsi Indonesia dengan seluruh Kongregasi. Semboyan yang tepat untuk mengungkapkan semangat ini adalah "Thinking globally, acting locally."
Kesatuan dengan seluruh Kongregasi dinampakkan dalam perhatian kepada masalah-masalah sosial. Perhatian terhadap masalah-masalah sosial sebagai ungkapan spiritualitas pemulihan, masuk dalam setiap proyek Provinsi dan kongregasi. Dalam ungkapan yang lebih konkret, SCJ hadir.dekat dengan mereka yang terlibat berkarya untuk keadilan dan solidaritas dengan mereka yang menderita. Ini perlu menjadi kepedulian SCJ sebagai tokoh-tokoh rekonsiliasi. Oleh karena itu pilihan terhadap karya konkret haruslah menjawab permasalahan setempat. Tempat yang berjauhan dan budaya yang berbeda menjadi suatu kekuatan yang saling mendukung dalam pewartaan Injil. Ada jalinan kerjasama internasional antar provinsi, saling membantu dan saling mengembangkan. Mereka sungguh-sungguh ingin menanggapi seruan Yesus sendiri, "Semoga Mereka Bersatu". Semangat ini terwujud dalam banyak proyek atau karya bersama, antara lain misi di Filipina, misi di India, kebersamaan dalam hal personil dan kerjasama dalam bidang pendidikan
1. Misi di Filipina
Sejak tahun 1990 SCJ membuka misi baru di Filipina, tepatnya di kepulauan Mindanao. Kita mengenal Filipina sebagai negara yang penuh pergolakan politik. Namun SCJ datang bukan untuk terlibat atau menyelesaikan masalah-masalah politik di negeri Magsaysay itu. Kedatangan SCJ ke Filipina terutama didorong oleh kasih Hati Yesus sendiri, yang mengasihi semua manusia tanpa mengenal suku bangsa tertentu. Ia mengasihi semuanya.
Kelompok misi pertama ke Filipina terdiri dari 9 (sembilan) imam. Mereka berasal dari 7 (tujuh) provinsi, antara lain Indonesia. Dengan semangat misioner yang telah lama tertanam dari Bapa Pendiri, para misionaris itu menyatu dalam kehidupan sehari-hari dengan masyarakat Filipina yang heterogen. Tidak sedikit rintangan dan bahaya yang mereka hadapi. Pertikaian politik yang selalu mencekam, kemiskinan yang sangat memprihatinkan, mereka satukan dengan penderitaan dan korban Kristus sendiri. Mereka senantiasa berharap agar masih ada hati yang rela berkorban dan bergabung dengan mereka. Banyak tenaga dibutuhkan untuk misi di Filipina ini. Provinsi Indonesia tetap mendukung misi ini dengan tenaga-tenaga siap pakai yang dikirim setiap tahun.
2. Misi di India
Pada akhir tahun 1995 dikirim utusan ke India. Pastor Martin van Ooij SCJ dari provinsi SCJ Indonesia mengawali karya misi di India. Sambutan hangat diberikan oleh umat dan uskup Kerala. Pada awal misi di India ini dialami kesulitan terutama perihal perijinan untuk tinggal di sana. Orang asing hanya boleh tinggal selama tiga bulan sebagai visitor atau turis. Namun ini bukan menjadi penghalang. Meskipun setiap tiga bulan harus membaharui ijin tinggal, para misionaris tetap kembali untuk melayani umat India.
Di daerah misi ini, para SCJ berusaha menanggapi situasi dan permasalahan yang dihadapi umat Katolik India khususnya, dan masyarakat India pada umumnya. Pernyataan-pernyataan keprihatinan diungkapkan ketika terjadi penderitaan rakyat akibat kesalahan pemerintah. Para SCJ juga membela rakyat, ketika keamanan hidup mereka tidak terjamin. Kiranya bidang sosial akan menjadi titik berat kerasulan dan pelayanan SCJ di India.
3. Kerjasama Dalam Bidang Pendidikan
Kerjasama dalam bidang pendidikan ini diwujud nyatakan dalam pengiriman para SCJ untuk memperdalam bidang tertentu di luar negri. Pada saat ini ada 8 orang yang berada di berbagai negara dalam rangka pendidikan. Pastoral, Misiologi, Jurnalisme, Hukum Gereja, Dogma, Kitab Suci, Spiritualitas, Komunikasi massa, Psikologi, Ilmu ­ilmu sosial dan beberapa bidang lain menjadi bidang-bidang dalam kerjasama pendidikan ini. Dengan demikian banyak SCJ yang mempunyai rasa internasional.
Banyak SCJ muda yang telah terlibat dalam kerjasama ini, sehingga mereka bisa diandalkan untuk bidangnya masing-masing. Diharapkan pada masa mendatang pengetahuan dan ketrampilan mereka bisa digunakan untuk membangun Gereja Sumatera bagian Selatan dan Gereja Indonesia umumnya.
Source : Wikipedia

Thursday, May 9, 2013

Romo Adi Purnama Susanti Scy dengan Umat Irian Jaya




Pater Yosep Ikikitaro, Imam pertama dari suku kamoro, yg ditahbiskan pada tahun 2009.



















Mama-Mama Kamoro















Kepala Suku Kulit Putih Kamoro. heeeeeeeeeeeeee









Monday, April 29, 2013

Romo Vincent Suparman And Fransiskus Suradi, Scj.














 



































Source : FB 

Vincent Suparman Scj  and Fransiskus Suradi

Tags