Latest News

Showing posts with label Keluarga. Show all posts
Showing posts with label Keluarga. Show all posts

Sunday, August 18, 2013

Resep Pernikahan Bahagia



Resep Pernikahan Bahagia

Memang, beberapa pasangan sepertinya harus bekerja lebih keras dalam menjalankan pernikahan mereka dibandingkan pasangan lainnya, namun masih merupakan hal yang mungkin untuk memiliki pernikahan yang sangat bahagia. Saya menemukan 7 resep rahasia untuk menciptakan pernikahan bahagia.

1. Komunikasi

Pasangan perlu berbicara terbuka satu sama lain di dalam pernikahan agar dapat berjalan dengan baik. Jika Anda berdua menyembunyikan hal-hal satu sama lain atau tidak membicarakan apa yang mengganggu Anda, maka kecurigaan dan kemarahan cenderung dibangun di sana. Kemarahan yang terpendam dan ketidakpercayaan dapat meletus menjadi kekacauan yang buruk yang mungkin sulit untuk dibereskan.

2. Tawa

Banyak orang yang mengatakan bahwa tawa merupakan obat terbaik dan saya setuju dengan hal itu. Saya dan suami selalu menertawakan sesuatu yang terjadi di hari itu. Kami belum pernah melalui hari tanpa menertawakan sesuatu di hari itu. Terkadang sangatlah baik untuk menertawakan diri Anda sendiri. Jangan terlalu sensitif mengenai apa saja atau Anda akan menemukan bahwa diri Anda akan lebih banyak merengut dibandingkan tertawa.

3. Kepercayaan

Saling percaya satu sama lain dapat menghilangkan kemungkinan timbulnya keraguan dalam banyak bidang di dalam pernikahan, seperti masalah uang, kesetiaan, atau bahkan penilaian pada situasi tertentu. Setiap orang harus saling mempercayai satu sama lain sebelum mereka mengucapkan janji pernikahan. Sangatlah penting untuk mempertahankan tingkat kepercayaan yang tinggi sepanjang pernikahan untuk menjadikan kehidupan bersama sebagai pengalaman yang lebih menyenangkan.

4. Persahabatan

Saya pikir penting bagi pasangan menikah untuk memiliki hubungan persahabatan yang erat, serta kehidupan cinta bersama. Sebenarnya jauh lebih sulit untuk mencintai seseorang yang tidak Anda sukai, namun dengan adanya persahabatan, cinta akan semakin terbangun dengan sendirinya di dalam pernikahan.

5. Cinta

Tidak semua pernikahan dibangun di atas cinta, namun cinta dapat menjadi bahan utama untuk sebuah pernikahan yang benar-benar bahagia. Ketika Anda mengasihi satu sama lain, sangatlah mungkin untuk melakukan hal-hal yang membuat pasangan Anda merasa baik, memberikan dukungan saat diperlukan, dan melakukan hal-hal yang lahir dari hati bukan karena kewajiban.

6. Kompromi

Anda tidak harus memiliki segalanya dengan cara Anda dan pasangan Anda pun tidak perlu demikian. Selalu bersedia untuk memberi setiap saat. Pernikahan adalah hubungan yang memberi dan mendapatkan. Tidak ada alasan mengapa Anda berdua tidak dapat membuat pengorbanan saat ini dan membuat pasangan Anda bahagia. Jika saya selalu mendapatkan apa yang saya inginkan, tidak hanya akan membuat saya merasa bosan tapi juga merasa tidak enak karena merampas kebahagiaan pasangan saya.

7. Pengampunan

Jika Anda tidak bisa memaafkan satu sama lain, maka bagaimana Anda dapat mempertemukan perbedaan Anda? Argumen terjadi di antara dua pihak, tak peduli seberapa besar mereka saling mengasihi, namun pasangan seharusnya mampu saling mengampuni sebelum matahari terbenam.

Menggapai Kebahagiaan Dalam Pernikahan



Menggapai Kebahagiaan Dalam Pernikahan

Hidup, cinta dan hubungan semuanya mengalami pasang surutnya masing-masing. Meskipun Anda berharap hidup dalam keutuhan dan bahagia, Anda sesekali mungkin merasakan kekosongan dan perasaan kehilangan. Anda dapat merasakan kebahagiaan sejati di dalam hidup dan hubungan Anda saat ini dengan enam langkah menggapai hubungan yang lebih bahagia.

Penerimaan
Sebelum Anda dapat benar-benar bahagia, Anda harus terlebih dahulu menerima keberadaan Anda di dalam kehidupan dan hubungan yang Anda jalani. Daripada memfokuskan diri pada hal-hal yang tidak Anda miliki saat ini, berfokuslah pada hal-hal yang dimiliki hubungan Anda saat ini dan pencapaian apa yang telah Anda raih untuk sampai di titik ini. Hanya setelah Anda menerima keberadaan dan posisi Anda saat ini, maka Anda bisa fokus kemana Anda ingin membawa hubungan ini dan langkah apa yang akan Anda ambil untuk mencapai hal itu. Yang terpenting adalah belajarlah untuk bahagia dengan diri Anda sendiri dan dimana Anda ada saat ini.

Belajar
Ingatlah selalu bahwa Anda tidak tahu segalanya dan selalu bersedia untuk belajar lebih banyak. Menjalani sebuah pernikahan membutuhkan usaha dan kepedulian. Tak peduli apakah Anda baru menikah maupun sudah merayakan ulang tahun pernikahan yang ke-50, Anda harus terus belajar “trik baru”. Teruslah belajar mengenai hal-hal baru dari pasangan Anda, hal-hal yang dapat membumbui hubungan pernikahan Anda, dan akan membawa lebih banyak kebahagiaan dan sukacita ke dalam pernikahan Anda.

Sederhanakan
Berusahalah untuk menyederhanakan hidup Anda. Kurangnya waktu dan kehadiran dapat mendatangkan tekanan dan ketegangan yang luar biasa di dalam suatu hubungan, maka kuncinya adalah dengan mengurangi hambatan demi hambatan. Evaluasi hidup Anda dalam hal tugas-tugas, biaya, atau hal lain yang menambah beban Anda dan menjauhkan Anda dari hubungan yang sehat. Sebaliknya, jadwalkan waktu setiap hari untuk diri sendiri. Sedikit waktu untuk diri sendiri dapat mempengaruhi semangat hidup Anda, membuat Anda lebih bahagia dalam hidup dan cinta. Tekanan finansial merupakan salah satu penyebab banyaknya jumlah perceraian hari-hari ini. Buatlah rencana untuk mengurangi beban keuangan seperti utang dan tagihan yang tidak penting. Tanpa adanya kekuatiran berlebih yang disebabkan ketidakstabilan keuangan, Anda akan merasa nyaman dan bahagia di dalam kehidupan dan di dalam hubungan pernikahan Anda.

Antisipasi
Setelah Anda bahagia dengan keberadaan Anda dan mulai mengupayakan masa depan yang lebih bahagia secara bersama-sama, mulailah untuk mengantisipasi dan mengharapkan masa depan tanpa menggantungkan kebahagiaan pada satu hal saja. Rangkullah harapan dan mimpi Anda dari penemuan baru akan kebahagiaan dan peganglah janji Firman Tuahn untuk terus melanjutkan kebahagiaan sepanjnag hidup Anda. Jika Anda berbahagia di dalam kehidupan Anda dan percaya kepada diri Anda serta kepada janji Firman Tuhan atas masa depan Anda, antisipasi kebahagiaan di masa depan akan menjadi kenyataan.

Menyebarkan Kebahagiaan
Di manapun Anda pergi sepanjang hidup Anda, teruslah menyebarkan kebahagiaan Anda, tidak hanya kepada pasangan Anda, tapi juga kepada teman-teman, keluarga dan orang asing sekalipun. Tidak diragukan lagi Anda pasti akan mengalami hari yang suram, namun sukacita dari suatu hubungan pernikahan adalah pasangan Anda akan selalu ada di sana untuk mengembalikan kebahagiaan itu. Saling tersenyumlah satu sama lain. Tertawa bersama. Sebarkan sukacita. Setelah Anda menyebarkan kebahagiaan satu sama lain, mulailah bergerak keluar. Tersenyumlah pada mereka yang sepertinya sedang down. Peluklah mereka yang sedang menangis. Sapalah orang asing yang berpapasan dengan Anda di trotoar. Semakin banyak kebahagiaan yang Anda bagikan, pada akhirnya Anda akan merasa lebih berbahagia.

Bersyukur
Bersyukurlah selalu atas siapa diri Anda dan apa yang Anda miliki di dalam kehidupan. Pastikan agar pasangan Anda tahu betapa bersyukurnya Anda atas kehadirannya di dalam keidupan Anda. Luagkan waktu sejenak untuk berterima kasih kepadanya atas apa yang dilakukannya bagi Anda. Berterima kasihlah atas cinta kasihnya. Bersyukurkah untuk hal-hal kecil yang seringkali Anda abaikan. Bersyukurlah untuk masa-masa sulit dan kekuatan untuk saling menopang selama melalui masa-masa itu. Peluklah satu sama lain dan bersyukurlah bahwa Anda memiliki saat ini untuk bersyukur bersama-sama.

Source : blog altarfamily.

HUBUNGAN DENGAN KELUARGA PASANGAN


HUBUNGAN DENGAN KELUARGA PASANGAN

Apa utang saya kepada keluarga mertua? Itu adalah pertanyaan yang menarik. Cara lain untuk mengatakannya adalah "Sebagai menantu, apa yang diminta dari saya? Apa saja kewajiban-kewajiban saya, entah saya menyukainya atau tidak, yang berkaitan dengan orang tua pasangan (mertua) saya?"

Katakanlah begini, sepertinya ini bukanlah hubungan yang hangat atau santai. Sepertinya, mertua Anda merupakan beban dalam hidup Anda. Di satu sisi, Anda mungkin merasa terjebak antara mencoba menyenangkan mereka (atau mencoba untuk tidak menyinggung mereka), dan di sisi lain Anda hanya ingin menjadi diri sendiri atau ingin memiliki "ruang" untuk diri Anda sendiri.

Prinsip pertama yang berlaku di sini adalah, jika Anda orang Kristen, maka Anda perlu menunjukkan karakter Kristen dengan konsisten kepada mertua -- seperti yang Anda lakukan kepada orang lain. Tindakan Anda tidak mengabaikan kenyataan apakah mertua Anda orang yang "sulit", suka mengendalikan dan memanipulasi, memiliki disfungsi secara emosi atau mental, atau tidak seiman. Hal ini mungkin menjadi tantangan yang benar-benar sulit. Masalahnya adalah mereka bukan "orang lain". Mereka memunyai hubungan genetik, sejarah, dan dinamika psikologis yang kompleks dengan pasangan Anda.

Jika Anda memunyai perbedaan pendapat dengan mertua Anda, pasangan Anda akan merasa terjebak di antara orang tuanya dan Anda. Sementara itu, Anda sendiri memunyai kewajiban kepada mertua, pasangan, dan anak-anak, jika Anda sudah memunyai anak.

Ada pepatah kuno yang mengatakan, "Good fences make good neighbors" (pagar yang baik membuat hubungan dengan tetangga juga baik), artinya lebih baik mengurusi urusan keluarga sendiri. Terapkanlah hal ini, jika Anda merasa keluarga pasangan Anda telah mengganggu kehidupan pernikahan Anda. Bersama pasangan Anda, buatlah batasan-batasan yang masuk akal; beritahukanlah hal ini, agar keluarga mertua dengan tegas dan sopan menghormati batasan-batasan Anda dan pasangan Anda.

"Hormatilah" ayah dan ibumu (Keluaran 20:12) harus diperlihatkan kepada mereka dalam bentuk kesabaran, kebaikan, kelembutan, dan rasa hormat. Hal ini juga berlaku kepada mertua. Anda bahkan mungkin tidak menyukai mereka, tetapi Anda sebaiknya memilih untuk bertindak dengan sikap yang penuh kasih kepada mereka. Sebagai contoh, Anda memutuskan untuk mengikuti tradisi mereka mencari telur Paskah, meskipun sebenarnya Anda tidak mau anak-anak Anda mengira bahwa kelinci Paskah itu benar-benar nyata. Sebisa mungkin, cobalah untuk menikmati acara keluarga, bahkan jika Anda mengikutinya dengan tetap mengingatkan anak-anak tentang makna sebenarnya dari hari besar itu.

Ketika Anda menikah, Anda juga menjadi bagian dari keluarga lain dengan serangkaian harapan mereka. Anda perlu mengenali dan menghormatinya -- dalam batasan-batasan tertentu.

Apakah batasan-batasan itu? Berikut ini tiga hal yang bukan merupakan arti dari "menghormati mertua Anda".
Menghormati mertua tidak berarti Anda harus mengubur semua perasaan, keinginan, kesenangan, dan kebutuhan Anda untuk "melakukan segala sesuatu sesuai cara mereka."
Menghormati mertua tidak berarti Anda mengizinkan mereka untuk tidak menghormati, mengendalikan, atau memanipulasi Anda demi tujuan pribadi mereka.
Menghormati mertua tidak mengharuskan Anda untuk "menaati" semua permintaan "orang tua" atau tuntutan mereka yang tidak masuk akal. Hal ini sering terjadi dalam beberapa kasus hubungan antara menantu dan mertua.
Terkadang tanggapan yang paling menunjukkan rasa hormat adalah mengatakan "tidak" dengan hati-hati tetapi tegas. Jika Anda membiarkan mertua Anda memecah belah, memanipulasi, atau mengendalikan Anda dengan diam-diam untuk menuruti permintaannya yang tidak masuk akal, emosional, dan tidak pantas, hal tersebut tidak menunjukkan kasih Kristen.

Konflik-konflik dengan mertua bertumbuh lebih rumit, ketika seorang pasangan lebih memihak kepada orang tuanya daripada pasangannya. Pasangan Anda mungkin merasa tidak berdaya atau "dikeroyok".

Masalah mertua sebenarnya tidak sebesar masalah pernikahan itu sendiri. Jika seorang pasangan masih bergantung pada orang tuanya, persoalan itu perlu dibicarakan secara langsung. Jika seorang pasangan menyalahkan mertua karena perselisihan yang mereka alami, hal ini juga perlu dibicarakan.

Jika Anda telah terlibat dalam perang dingin (atau cukup meledak-ledak) dengan mertua Anda -- dan mungkin juga dengan pasangan Anda -- tentang masalah yang rumit ini, jangan biarkan hal ini semakin menghancurkan pernikahan Anda. Lakukanlah hal-hal yang sehat dan carilah konselor Kristen

Source : blog altarfamily.

TANGGUNG JAWAB ANAK KEPADA ORANG TUA


TANGGUNG JAWAB ANAK KEPADA ORANG TUA


Salah satu dari Sepuluh Hukum Tuhan adalah "Hormatilah ayahmu dan ibumu supaya lanjut umurmu di tanah yang diberikan Tuhan Allahmu kepadamu." (Keluaran 20:12)

Sebenarnya apakah makna "hormat" di sini?
Hormat berarti bersikap santun dan patuh terhadap orang tua. Di dalam hukum Taurat, tertera perintah yang mengharuskan orang Israel menjatuhkan sanksi berat (kematian) kepada anak yang mengutuki orang tuanya -- "Apabila ada seseorang yang mengutuki ayahnya atau ibunya, pastilah ia dihukum mati; ia telah mengutuki ayahnya atau ibunya, maka darahnya tertimpa kepadanya sendiri." (Imamat 20:9)

Hormat berarti bertanggung jawab memelihara kelangsungan hidup orang tua. Tuhan Yesus menegur orang Yahudi, yang menyelewengkan perintah Tuhan akan persembahan atas dasar ketidakrelaan memenuhi kebutuhan orang tua (Matius 15:3-6). Juga, sebelum Tuhan Yesus mati di kayu salib, Ia meminta Yohanes untuk memelihara Maria, ibu-Nya (Yohanes 19:26-27). Semua ini memperlihatkan bahwa Tuhan menginginkan kita untuk bertanggung jawab memelihara kelangsungan hidup orang tua kita.

Namun, kita juga harus memahami batas hormat kepada orang tua, sebab perintah ini diberikan bukan tanpa batas.
Kendati kita harus patuh kepada orang tua, namun kepatuhan kita tidak boleh melebihi kepatuhan kepada Tuhan sendiri. Firman Tuhan mengingatkan, "Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih daripada-Ku, ia tidak layak bagi-Ku." (Matius 10:37)
Walaupun keluarga jasmaniah adalah penting, namun bagi Tuhan terpenting adalah keluarga rohaniah. Pada waktu Tuhan tengah mengajar, ibu dan saudara Tuhan Yesus datang mengunjungi-Nya. Tuhan menegaskan, "Siapakah ibu-Ku dan siapakah saudara-saudara-Ku? Sebab siapa pun yang melakukan kehendak bapa-Ku di sorga, dialah saudara-Ku... dialah ibu-Ku." (Matius 12:46-50)

Tanggung jawab kepada orang tua lebih bersifat fisik ketimbang emosional. Anak berkewajiban memelihara kelangsungan hidup orang tua ketika orang tua tidak lagi dapat memenuhi kebutuhannya. Namun, anak tidak berkewajiban membuat orang tua senang secara membabi buta; menyenangkan orang tua memunyai batasnya. Firman Tuhan mencatat, "Seorang lain, yaitu salah seorang murid-Nya berkata kepada-Nya, 'Tuhan, izinkanlah aku pergi terlebih dahulu menguburkan ayahku.' Tetapi Yesus berkata kepadanya, 'Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka'." (Matius 8:21-22)

Setelah kita menikah, kita harus mengutamakan keluarga sendiri tanpa harus melepaskan tanggung jawab kita sebagai anak kepada orang tua. Itu sebabnya Tuhan berfirman, "Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging." (Kejadian 2:24) Harus ada sebuah tindak pemisahan dan prioritas, sehingga keluarga yang baru dapat berdiri dengan mandiri.

[Sama halnya dengan menghormati orang tua kita, kita pun semestinya menghormati mertua kita. Mereka adalah orang tua kita juga].

Source : blog altarfamily.

ORANG TUAKU, ORANG TUAMU, DAN KITA


ORANG TUAKU, ORANG TUAMU, DAN KITA

Pernikahan tidak hanya menyatukan dua pribadi saja -- laki-laki dan perempuan. Lebih dari itu, pernikahan adalah penyatuan dua keluarga, dari pihak laki-laki dan pihak perempuan. Bagaimana caranya agar pasangan suami-istri bisa berkomunikasi dan beradaptasi dengan keluarga pasangannya, terkhusus dengan mertua mereka?

Pengalaman dan hubungan yang terjadi pada masa lalu dapat memengaruhi kehidupan kita sekarang dan yang akan datang. Hubungan lama Anda dengan orang tua, dan hubungan baru Anda dengan mertua pasti berdampak pada pernikahan Anda. Namun demikian, Anda masih dapat membangun hubungan yang positif dan sehat dengan mertua maupun orang tua Anda. Karena itu, mari kita teliti hal-hal yang dapat menjadi sumber konflik dan bagaimana mewujudkan keharmonisan dalam pernikahan.

Kebiasaan, tradisi, serta gaya hidup seseorang dan keluarganya biasanya memengaruhi kehidupan pernikahannya. Jadi, siapa yang harus menyesuaikan diri? Tradisi keluarga siapa yang harus diikuti? Apakah setiap pasangan yang baru menikah, harus selalu memakai kebiasaan keluarga orang tua mereka yang sudah membudaya itu? Atau mungkinkah mereka mengembangkan kebiasaan sendiri? Jika Anda selalu mengunjungi keluarga istri pada hari Natal, apa yang akan terjadi jika sekali waktu Anda ingin mengunjungi orang tua Anda sendiri atau sahabat Anda? Apa yang terjadi jika Anda menyarankan suatu perubahan? Hal-hal ini tampaknya sepele, namun dapat menjadi masalah besar jika menyangkut tradisi keluarga. Dapatkah kita berkata bahwa tradisi suatu keluarga "benar" dan lainnya "salah"? Bagaimana menyampaikan kepada orang tua atau mertua, bahwa Anda ingin mengubah beberapa kebiasaan mereka dan memulai sesuatu yang baru?

Salah satu masalah yang banyak dijumpai dalam konseling pernikahan adalah konflik dengan mertua, yang banyak menimbulkan luka, kepahitan, dan kesalahpahaman. Tak jarang seseorang merasa terperangkap di tengah, antara orang tua dan pasangannya. Terkadang salah satu atau keduanya, belum benar-benar meninggalkan rumah orang tuanya secara psikologis. Bagi mereka yang telah menikah, hal utama yang seharusnya mereka lakukan adalah mendukung pasangannya, bukan orang tuanya!

Ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi komunikasi suami-istri dalam hubungannya dengan mertua.
Kesenjangan usia antara suami-istri dan orang tua mungkin dapat menjadi sumber konflik. Pasangan yang belum pernah berpisah dengan orang tua sebelum menikah, entah untuk studi atau hal lain, biasanya mengalami masalah penyesuaian diri. Pada saat yang sama, ia dituntut untuk belajar menyesuaikan diri dengan orang lain dalam ikatan pernikahan.
Orang tua ingin selalu diperhatikan. Saat anak-anak masih kecil, orang tua jarang meminta pendapat anak. Akan tetapi, setelah mereka menikah, orang tua ingin berkomunikasi dengan anak-anaknya sebagai sesama orang dewasa. Sayangnya, ada juga orang tua yang menuntut perhatian lebih dari anak-anak mereka. Alasannya ada banyak, misalnya penghasilan yang menurun, merasa kurang diperhatikan, penyakit-penyakit kronis, atau usia yang sudah sangat tua.

Urutan kelahiran anak. Misalnya, anak sulung yang menikah dengan anak bungsu. Perbedaan urutan kelahiran dan harapan dari orang tua/mertua, bisa memengaruhi pernikahan Anda. Orang tua anak bungsu mungkin merasa agak berat melepas anak terakhirnya, dan orang tua anak sulung mungkin menaruh harapan yang cukup tinggi pada menantunya ini.

Pasangan dan orang tua memiliki harapan yang kurang realistis mengenai hubungan di antara mereka. Orang tua mungkin membayangkan hubungan yang dekat dan terus-menerus dengan menantu mereka. Mereka menganggap dapat berakhir pekan bersama, saling menelepon setiap 3 hari, dan merayakan Natal/acara lain bersama-sama. Mereka juga merasa yakin bahwa pasangan muda tidak akan bertempat tinggal lebih dari 9 kilometer dari rumah mereka, sehingga mereka tetap dapat menjenguk cucu-cucu mereka. Bahkan, ada yang berharap memiliki sedikitnya empat cucu, dan cucu pertama harus lahir dalam dua tahun pertama! Namun, bagaimana bila Anda memunyai rencana lain? Bagaimana bila Anda berencana tidak memunyai anak dulu atau bertempat tinggal di luar kota, dan hanya sebulan sekali menulis surat kepada mereka? Semua harapan seperti ini sebaiknya didiskusikan secara terbuka sedini mungkin.

Perbedaan latar belakang keluarga. Misalnya, yang satu dari keluarga yang hangat dan terbuka, sementara yang lain tidak. Orang yang berasal dari keluarga yang dingin dan tertutup, mungkin tidak mau membina hubungan akrab dengan keluarga mertuanya. Demikian pula sebaliknya, orang yang hanya sedikit atau bahkan tidak pernah merasakan kehangatan dan keterbukaan dalam keluarganya, mungkin merindukan hubungan yang akrab dengan keluarga mertuanya. Orang yang berasal dari keluarga yang hangat, mungkin ingin keluar dari keadaan itu!
Pilihan tempat tinggal sang pengantin baru. Hal ini dapat memengaruhi hubungan mereka dengan mertua. Pasangan yang tinggal bersama orang tua, rentan terhadap masalah. Pasangan muda tidak akan merasa bebas dalam banyak hal. Sang istri, terutama akan merasa tidak menjadi bagian di rumah ibu mertuanya. Jika pasangan itu tinggal bersama salah satu orang tua, orang tua yang lain mungkin akan cemburu dan ingin turut "mengendalikan" anak mereka.

Gaya hidup dan tujuan yang hendak dicapai pasangan dan orang tua mereka. Orang tua yang makmur dan giat bekerja, sering kali sulit mengikuti standar hidup yang berbeda dari pasangan itu. Masalah akan bertambah parah jika pasangan itu selalu mengkritik standar hidup orang tua mereka.
Masalah lainnya adalah kakek-nenek dan cucu. Sebagian orang tua sangat ingin segera menjadi kakek-nenek, lalu dengan cara sendiri mendesak pasangan itu untuk "memproduksi" anak. Sebagian lagi mungkin tidak suka menjadi kakek-nenek karena membuat mereka merasa tua. Jika anak yang lahir ternyata tidak seperti yang diinginkan kakek-neneknya, mungkin masalah jenis kelamin atau perilaku yang tidak sesuai, konflik pun mulai muncul. Masalah lain yang sering timbul adalah mengenai perlakuan kakek-nenek terhadap cucunya ketika mereka berkunjung. Kakek-nenek biasanya sangat memanjakan cucunya, membuat para orang tua lebih sulit mendisiplin mereka bila kembali ke rumah. Ini bisa membuat sang cucu lebih menyukai kakek-nenek yang satu dan kurang menyukai yang lain, lebih ingin bersama kakek-nenek yang satu daripada yang lain.

Berikut ini beberapa contoh kesulitan menyesuaikan diri yang biasa terjadi.

Kasus 1.
Seorang suami mengkritik cara istrinya mengatur rumah tangga. Ia terus memberitahu bagaimana ibunya melakukan hal itu dan memakai contoh ibunya sebagai patokan. Atau, seorang istri terus membicarakan hubungannya dengan ayahnya sebagai model perlakuan seorang ayah terhadap anak-anaknya.

Kasus 2.
Orang tua John terus mencela John dan istrinya. Mereka memberikan pendapat dalam segala hal, terutama dalam hal mendidik anak. Komentar-komentar yang tidak diminta ini mulai mengganggu John dan istrinya. Bagaimana mereka dapat mengemukakan masalah ini dengan bijaksana kepada orang tua John?

Kasus 3.
Orang tua Harry sangat penuntut dan menggunakan segala cara untuk mencapainya. Mereka ingin diperhatikan dan punya banyak harapan terhadap waktu yang dimiliki Harry dan Tina. Jika tidak mendapatkan yang mereka inginkan, mereka berusaha membuat Harry dan Tina merasa bersalah.

Kasus 4.
Seorang suami berkata, "Setiap tahun kami menghabiskan liburan bersama orang tua istri saya. Kami melakukan hal yang sama selama 8 tahun! Hal itu sama sekali bukan pengalaman yang menyenangkan untuk saya. Saya merasa terpojok, tetapi apa yang dapat kami perbuat? Mereka selalu mengharapkan kedatangan kami! Saya lebih suka pergi ke bagian lain dari negara ini."

Kasus 5.
Masalah lain yang biasa terjadi adalah orang tua yang merasa harus tahu keadaan anak mereka setiap hari. Sebagai contoh, seorang istri benar-benar sangat terganggu dengan perhatian yang berlebihan dari ibu mertuanya. Setiap hari, sang ibu menelepon dan ingin tahu pekerjaan anak laki-lakinya -- apakah berat badannya naik atau turun, apakah makanannya cukup terjamin gizinya, apakah ia sudah berhenti merokok, dan sebagainya. Dalam situasi ini si ibu mertua perlu menghentikan kebiasaannya menelepon, agar si istri merasa lebih baik.

Berikut beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah-masalah yang diuraikan dalam kelima kasus di atas.

Kasus 1.
Istri yang dibandingkan dengan mertuanya, dalam hal memasak (atau mengatur rumah tangga, mengemudi, menyetrika, dll.) mungkin berkata demikian, "Sayang, satu hal yang sangat saya hargai dan membuat saya senang adalah jika saya tahu kamu menyukai masakan saya. Saya merasa tidak enak, setiap kali mendengar kamu bicara tentang masakan ibumu. Saya ingin mengembangkan keterampilan dalam hal memasak, tetapi saya butuh masukan positif."
Atau, sang suami dapat berkata, "Sayang, saya sangat menghargai jika kamu memberitahu saat saya telah melakukan sesuatu yang menolongmu menghadapi anak-anak. Saya patah semangat jika selalu mendengar bagaimana ayahmu memperlakukanmu ketika kamu masih kecil." Kedua pernyataan ini mengandung komentar positif dan merupakan cara yang tepat untuk saling menyampaikan keluhan dan keprihatinan.

Kasus 2.
Ini merupakan situasi yang sulit dan kebanyakan kita lebih suka menghindarinya. Kita takut menghadapi akibatnya, meski kita tidak menyukai kritik yang terus-menerus. Kita khawatir akan timbul luka dan kemarahan jika menentang orang tua kita. Namun ingatlah, Anda menyatakan keberatan karena memerhatikan mereka dan ingin membina hubungan yang baik. Jika Anda hanya diam dan tak pernah meminta mereka berubah, hubungan yang baik akan hancur.

Kasus 3.
Inilah percakapan yang terjadi antara Harry dan ibunya. Respons Harry mungkin sangat berbeda dengan Anda, tetapi ketegasan dan kewajaran responsnya benar-benar efektif.
Ibu: Halo Harry, ini Ibu.
Harry: Halo Bu, apa kabar?
Ibu: Oh, baik-baik saja kukira (sambil menarik napas).
Harry: Baiklah, tetapi mengapa ibu menarik napas?
Ibu: Oh, ya, Ibu kira semuanya tidak berjalan terlalu baik. Ngomong-ngomong, apa kamu akan datang malam minggu ini? Ibu kangen. Kamu tahu, sudah berminggu-minggu kamu dan Tina tidak ke sini.
Harry: Maaf jika Ibu merasa tidak enak. Kami tak dapat datang minggu ini. Ada hal lain yang sudah kami rencanakan.
Ibu: Adakah yang lebih penting daripada mengunjungi Ayah dan Ibumu? Apakah kami tak ada artinya lagi bagimu?
Harry: Saya mengerti kalau Ibu ingin bertemu dengan kami. Ibu sangat berarti bagi kami. Tetapi kami tak dapat datang pada akhir minggu ini.
Ibu: Kami kecewa karena kami yakin kamu bisa datang dan Ibu sudah memasak makanan kesukaanmu untuk makan malam kita bersama. Tidakkah kamu tahu?
Harry: Tidak, Bu, saya tidak tahu.
Ibu: Aku dan Ayahmu benar-benar kecewa. Kami sangat mengharapkan kedatangan kalian. Kami sudah membeli ayam untukmu.
Harry: Saya tahu Ibu sangat kecewa, tetapi kami benar-benar tak dapat datang minggu ini.
Ibu: Saudara-saudaramu yang lain selalu mengunjungi kami. Bahkan kami tak perlu memintanya!
Harry: Benar, Bu. Mereka memang lebih sering datang, dan saya yakin sudah cukup banyak yang menemani mereka. Kami akan coba merencanakan hal seperti itu lain kali.
Ibu: Seorang anak Kristen yang baik seharusnya sering menengok orang tuanya.
Harry: Apakah karena saya tak dapat datang, lalu saya menjadi anak Kristen yang tidak baik?
Ibu: Jika kamu sungguh mengasihi dan memerhatikan kami, tentu kamu akan berusaha mengunjungi kami.
Harry: Apakah kalau saya tidak dapat menengok Ayah dan Ibu dalam minggu ini, berarti saya tidak mengasihi kalian?
Ibu: Kelihatannya begitu karena kalau kamu mau, kamu tentu bisa ke sini.
Harry: Ibu, saya tidak bisa datang tidak berarti saya tidak lagi memerhatikan kalian. Saya mengasihi Ibu dan Ayah. Tetapi kali ini kami benar-benar tidak bisa datang. Saya yakin semua yang sudah disiapkan, dapat tetap digunakan atau Ibu dapat menyimpannya untuk lain kali. Saya akan membicarakannya dengan Tina, dan melihat jadwal kami untuk menentukan kapan kita dapat berkumpul bersama lagi.
Kasus 4.
Berlibur dengan mertua dapat menimbulkan masalah. Sang menantu dapat dibuat jengkel dan pulang dengan kecewa setelah cukup lama bersama mertua. Salah satu pemecahan yang dapat dilakukan adalah mencari kegiatan lain yang menyenangkan, sementara pasangannya mengunjungi keluarganya seorang diri. Saran ini mungkin bertentangan dengan yang biasa diajarkan atau yang dianggap benar. Tetapi, jika tinggal cukup lama dengan mertua membuat hubungan tidak menjadi lebih baik dan tidak berdampak positif terhadap pernikahan, mungkin inilah satu-satunya jalan keluar. Saya tidak menyarankan Anda untuk tidak mengunjungi mertua Anda. Tetapi, banyak pasangan lebih nyaman bila tidak harus terlalu sering mengunjungi mertua.

Jalan keluar lainnya adalah dengan mempersingkat waktu berkunjung. Jika salah seorang ingin mengunjungi orang tuanya selama sebulan, sementara pasangannya merasa waktu itu terlalu lama, mereka dapat mengadakan kesepakatan. Ubahlah waktu berkunjung menjadi hanya 2 minggu. Mungkin ada baiknya bila Anda tidak selalu mengunjungi orang tua atau mertua setiap liburan. Hal ini akan menyulitkan Anda sendiri jika kelak ingin mengubahnya, atau jika ingin menikmati acara liburan yang lain.

Kasus 5.
Orang tua yang terus-menerus menghubungi anak-anak mereka yang sudah menikah, mengisyaratkan adanya kebutuhan tertentu dalam diri mereka: kesepian, mengontrol, kebutuhan untuk merasa dibutuhkan, dll.. Suami dan istri harus sepakat dalam mengatasi masalah ini. Mereka dapat menetapkan tujuan dan kemudian menyampaikan tujuan ini kepada sang ibu: "Bu, kami senang Ibu menelepon, tetapi sebetulnya tidak perlu setiap hari. Mengapa kita tidak mengatur jadwal kontak seperti ini: Jika kami butuh sesuatu atau ada yang penting, kami pasti menelepon Ibu. Kami ingin Ibu juga punya kesempatan untuk menjalin hubungan dengan orang lain, tidak hanya bergantung pada kami. Bukankah Ibu selalu mengundang kami makan malam bersama pada hari Minggu? Bagaimana kalau Ibu bertemu kami pada hari Minggu dan menelepon kami hanya pada hari Rabu? Dengan demikian kita tetap berhubungan secara teratur. Tetapi kalau ada hal yang sangat penting, Ibu dapat menelepon kami setiap saat."

Diringkas dari:
Judul asli buku: More Communication: Keys for Your Marriage
Judul buku terjemahan: Lanjutan Komunikasi: Kunci Pernikahan Bahagia
Judul bab: Orangtuaku, Orangtuamu, dan Kita
Penulis: H. Norman Wright
Penerjemah: Okdriati Handoyo
Penerbit: Yayasan Gloria, Yogyakarta 1998
Halaman: 210 -- 222



Apakah Ada Panduan Seks di Alkitab?


Apakah Ada Panduan Seks di Alkitab?

Ketika sampai pada pembicaraan seks, kebanyakan pasangan menikah hanya melakukan apa yang benar menurut mereka. Jika mereka sudah merasa cukup puas, merasakan kesenangan, kedekatan dan klimaks, maka itulah yang akan mereka lakukan. Namun, beberapa orang merasa bersalah karena bertanya-tanya apakah yang mereka lakukan berdosa atau tidak.

Banyak pasangan memiliki berbagai pertanyaan seputar ini, namun sayangnya gereja ketika berbicara tentang seks, mereka biasanya merasa tabu atau malu. Mereka pikir seks bukanlah sesuatu yang rohani yang patut dibicarakan di gereja. Pemikiran yang sangat salah! Seks adalah sesuatu yang rohani, kudus dan merupakan ide Allah sendiri.

Tapi apakah ada daftar kegiatan seksual yang dikategorikan “dosa” dan “kudus”?
Apakah semua orang setuju dengan daftar ini?
Mungkin jawabannya adalah antara ya dan tidak. Tentu saja kita ingin ada panduan yang jelas apa yang boleh dilakukan dan tidak, namun dalam pemahaman Kristen, hal ini tidak ada. Satu-satunya dasar penyaring antara yang boleh dan tidak boleh adalah Alkitab. Namun ada beberapa hal yang harus kita garis bawahi disini:

Pertama,
Alkitab bukanlah buku manual untuk teknik bercinta. Mungkin Anda pernah mendengar orang berkata bahwa kitab Kidung Agung menggambarkan kegiatan seksual, itu tidak benar. Kidung Agung adalah kumpulan syair lagu cinta yang menggambarkan sukacita sebuah hubungan intim. Jadi Alkitab tidak menggambarkan secara spesifik seperti apa kegiatan seksual itu.

Kedua,
Alkitab menekankan beberapa prilaku seksual tertentu yang dilarang. Diantaranya adalah perzinahan, melakukan hubungan seksual dengan pribadi yang bukan pasangan Anda. Hubungan seks sebelum pernikahan juga suatu kekejian di hadapan Tuhan karena telah menodai kudusnya hubungan seksual. Karena pada dasarnya hubungan seksual Tuhan ciptakan untuk menciptakan keintiman dalam pernikahan.

Selain itu Alkitab juga mencatat beberapa praktek seksual yang dianggap kekejian di hadapan Tuhan (Imamat 18; Roma 1:21-32; 1 Tesalonika 4:1-8 dan 1 Korintus 6:12-20).

Namun diluar itu, ada banyak kegiatan seksual antara suami istri yang tidak dituliskan dalam Alkitab (seperti pornografi, alat pemuas seksual dan banyak hal lainnya). Jadi bagaimana kita bisa menemukan jawabannya? Cara terbaiknya adalah dengan menemukan prinsip-prinsip yang telah Tuhan tetapkan bagi pasangan suami istri.

Source : blog altarfamily.

Mengetahui Dia Bukan Pasangan Yang Tepat.


Mengetahui Dia Bukan Pasangan Yang Tepat.

Tidak ada yang lebih buruk daripada menghabiskan waktu berbulan-bulan untuk berinvestasi dalam suatu hubungan hanya untuk mencari tahu bahwa dia bukanlah pasangan yang tepat bagi Anda. Gunakan petunjuk berikut untuk menemukan bahwa pasangan Anda saat ini merupakan orang yang tepat.
Berikut adalah 6 cara untuk mengetahui jika ia adalah ‘orang yang salah’:

1. Ia Membenci Keluarga Anda

Apakah Anda benar-benar ingin menghabiskan hidup Anda dengan seseorang yang tidak tahan berada di sekitar keluarga Anda? Sangatlah penting untuk pasangan Anda bergaul dengan keluarga Anda dan keluarga Anda pun dapat menerima dirinya sebagaimana ia adanya. Jika mereka tidak cocok, Anda mungkin harus mempertimbangkan hubungan Anda kembali. Di atas semuanya, bukankah keluarga berlaku untuk selamanya?

2. Sahabat Anda Tidak Menyukainya

Sahabat Anda jauh lebih mengenal Anda dibandingkan siapapun. Jika mereka berpikir bahwa ia bukanlah pasangan yang tepat bagi Anda, kemungkinan besar mereka memang benar. Dengarkan pendapat mereka dan masukkan nasehat mereka di dalam hati. Tanyakan kenapa mereka tidak menyukai pasangan Anda dan dengarkan dengan sungguh-sungguh apa yang mereka katakan. Tentu dengarkan Sahabat yang memiliki Kedewasaan rohani sesuai Standar Firman Tuhan, bukan Kedewasaan duniawi yg sekedar enak didengar atau sepertinya meyakinkan.

3. Anda Tidak Memiliki Kesamaan

Dibutuhkan lebih dari hanya sekedar cinta untuk membangun masa depan. Jika Anda tidak memiliki ketertarikan yang sama, apa yang akan terjadi dalam beberapa tahun ketika gairah cinta Anda mulai menurun? Anda memerlukan beberapa kesamaan untuk mempertahankan hubungan, seperti ketertarikan yang sama terhadap buku, musik atau olahraga.

4. Semua Minat Anda Sama

Memiliki beberapa minat yang sama adalah baik, namun penting untuk memiliki keseimbangan. Jika segala hal yang Anda sukai sama dengannya, segala hal bisa membosankan. Beberapa perbedaan akan menjaga cinta tetap hangat! "Ingatlah, bertentangan itu menarik!"

5. Tidak Ada Chemistry

Saat Anda berada didekatnya, apakah Anda merasakan bunga api? Jika tidak, Anda harus memikirkan kembali sebelum Anda melangkah masuk ke dalam komitmen. Hubungan lebih dari hanya sekedar perasaan sesaat, namun ada chemistry dapat membuat hubungan berlangsung lama.

6. Anda Memiliki Tujuan Yang Berbeda Untuk Masa Depan

Dapatkah Anda berkompromi? Atau apakah rencana masa depan Anda terlalu jauh berbeda? Pastikan Anda berdua menginginkan hal yang sama bagi masa depan Anda jika Anda ingin hubungan ini tetap berlangsung untuk jangka panjang.

Keenam petunjuk ini bisa saja mengungkapkan bahwa si dia bukanlah orang yang tepat bagi Anda. Luangkan waktu untuk memikirkan hal ini.. 
Yesus pun telah memberikan banyak petunjuk bagi kita dalam mencari pasangan hidup. SO, LET'S PRAY and BE WISE..

Source : blog altarfamily.


BERKENCAN



BERKENCAN

Bagaimana seharusnya sikap saya tentang berkencan?
[1] Ada orang Kristen yang berpikir bahwa berkencan dengan orang yang belum percaya merupakan tindakan yang bodoh, karena berkencan itu dapat menjurus kepada pernikahan. Selain itu, orang yang belum percaya, cenderung memiliki standar-standar moral yang lebih rendah daripada yang diinginkan Allah bagi Anda. Silakan Anda memutuskan sendiri persoalan ini, tetapi camkanlah hal-hal yang berikut ini.

Alasan-alasan yang baik untuk berkencan :
Untuk mengembangkan keterampilan bergaul (komunikasi, kepekaan, dsb.).
Untuk mendapatkan waktu yang menyenangkan.
Untuk menikmati pribadi lain -- yaitu seluruh kepribadiannya.
Untuk dapat menikmati perasaan, bahwa Anda sepenuhnya diterima dengan sungguh-sungguh oleh seseorang.
Untuk bertumbuh di dalam Kristus melalui persekutuan dengan seorang lain yang seiman.

Alasan-alasan yang buruk untuk berkencan :
Untuk dapat mengesankan orang yang diajak berkencan atau mengesankan orang lain.
Untuk mendapatkan kepuasan seksual.
Untuk membangun keakuan Anda.
Untuk membuat supaya orang lain itu memenuhi berbagai kebutuhan Anda.

Pertanyaan-pertanyaan yang baik untuk mengendalikan kelakuan.
Apakah motif saya ini untuk memuaskan diri ataukah untuk menghormati orang ini?
Apakah saya memperlakukan orang ini sebagai suatu ciptaan Allah yang berharga, yang memunyai perasaan-perasaan dan tujuan yang kekal?
Apakah hubungan ini menolong saya untuk mengenal diri saya dan Kristus lebih baik?
Apakah orang ini mendorong saya untuk menaati Allah?
Apakah saya melakukan ini oleh karena tekanan-tekanan dari orang tua, kawan-kawan, atau teman berkencan saya?
Apakah saya sedang berusaha membuat orang ini memenuhi kebutuhan-kebutuhan, yang seharusnya dipenuhi oleh Allah?

Tanggung Jawab Wanita
Wanita biasanya lebih verbal daripada pria. Anda dapat berkontribusi terhadap pertumbuhan teman kencan Anda dengan membuat aman bagi sang pria untuk berkomunikasi (misalnya, tidak memanipulasinya dengan apa yang Anda dengar tentang dia), bersikap terbuka, mau mendengarkan, dan mengajukan banyak pertanyaan yang baik.

Anda harus mengekang kekuatan Anda untuk memikat dia dengan kata-kata, kerlingan mata, pakaian, dan gerak-gerik Anda. Anda akan mengkhianati kasih, apabila Anda menggoda seorang pria untuk merangsang hawa nafsunya, atau memakai daya pesona Anda untuk memanipulasi dia.

Tanggung Jawab Pria
Ambillah tanggung jawab untuk kepemimpinan rohani tanpa bersikap suka menguasai. Pikirkanlah selalu akan kesejahteraan teman kencan Anda. Rencanakanlah bersama-sama waktu berkencan Anda, dan janganlah mendesak teman kencan Anda ke dalam situasi-situasi yang membuatnya harus berkompromi atau yang membuatnya terganggu.

Belajarlah untuk berkomunikasi dengan kata-kata dan bukannya dengan sentuhan. Putuskanlah untuk mengambil risiko, dengan mengungkapkan pemikiran dan perasaan Anda yang sebenarnya. Keterbukaan ini harus sedikit demi sedikit, untuk melihat apakah Anda dapat memercayai wanita ini. Janganlah terlibat dengan seseorang yang tidak dapat Anda percayai dengan pemikiran-pemikiran pribadi Anda, sekalipun Anda merasa wanita itu sangat menarik.

Kekanglah keinginan Anda untuk menguasai. Janganlah membuat wanita itu beranggapan bahwa Anda lebih terikat secara emosi daripada keadaan Anda yang sebenarnya. Janganlah menyalahgunakan kebutuhannya akan kasih menjadi sesuatu yang merugikan dia.

Catatan: [1] Disadur berdasarkan buku Stacy and Paula Rinehart, Choices: Finding God's Way in Dating, Sex, Singleness, and Marriage (Colorado Springs, Colo.: NavPress, 1982), halaman 29-85.

Diambil dari:
Judul asli buku: A Compact Guide to the Christian Life
Judul buku: Kompas Kehidupan Kristen
Judul bab: Kehidupan di dalam Dunia
Judul artikel: Berkencan
Penulis: K.C. Hinckley
Penerjemah: Gerrit J. Tiendas
Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung
Halaman: 175 -- 177

BERPACARAN DENGAN SIAPA?



BERPACARAN DENGAN SIAPA?

Salah satu masalah yang sering dihadapi anak-anak Tuhan dewasa ini adalah keterbatasan pilihan pasangan hidup. Pada umumnya, mencari orang seiman dan sepadan tidaklah mudah. Kadang, kita menemukan yang seiman namun tidak sepadan; atau kadang menemukan yang sepadan tetapi tidak seiman. Apakah yang mesti dilakukan dalam kondisi seperti ini? Berikut akan dipaparkan beberapa masukan sebagai panduan menghadapi masalah ini.


Kita tidak boleh berkompromi dalam hal yang paling penting, yakni mencari yang pasangan seiman. Kita mungkin sepadan alias cocok, namun bila tidak seiman, pernikahan kita tidaklah berkenan di hadapan Tuhan. Firman Tuhan dalam 1 Korintus 7:39 dengan jelas mengatakan, "... ia bebas menikah dengan siapa saja yang dikehendakinya, asal orang itu adalah seorang yang percaya." Juga 2 Korintus 6:14 menegaskan, "Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya."

Kita tidak boleh berkompromi dalam hal yang paling penting lainnya, yakni mencari pasangan yang sepadan. Ingat, pernikahan tidak dibangun di atas kesamaan iman saja, tetapi juga di atas kecocokan atau kesepadanan. Janganlah menggampangkan dengan berkata bahwa selama seiman, maka segala masalah akan dapat diselesaikan. Mungkin saja akan dapat diselesaikan, namun ketidaksepadanan tetap akan menyulitkan penyesuaian.


Bila dua prasyarat ini terpenuhi, faktor lainnya dapat dikompromikan. Misalnya, kriteria seberapa cantik dan tampan, tingkat pendidikan, suku, kemapanan ekonomi, warna kulit, dan penampilan fisik lainnya, semua ini adalah faktor yang terbuka untuk dipertimbangkan ulang. Meskipun semua ini dapat dipertimbangkan ulang, tetap satu pertanyaan yang mesti diajukan kepada diri sendiri adalah, "Dapatkah saya tinggal bersamanya dan terus menghormati, serta mencintainya seumur hidup?" Dengan kata lain, sekali kita menerimanya, kita tidak boleh lagi membangkit-bangkitkan faktor yang tidak ada pada dirinya. Ingat, menerima berarti tidak menuntutnya lagi.


Boleh melihat, namun sebaiknya jangan mencari-cari pasangan hidup. Silakan bergabung dengan kelompok lajang agar dapat berkenalan, namun janganlah sampai kita terlalu menggebu-gebu dalam mencari pasangan hidup. Pada umumnya, kita tidak suka dengan orang yang terlihat jelas tengah mencari-cari jodoh. Kita ingin diperlakukan sebagai manusia yang utuh dan bernilai; kita menuntut orang untuk berkenalan dan menyukai kita atas dasar keberadaan diri kita, bukan atas dasar kebutuhannya mencari pasangan hidup.

Sebaiknya, jangan mencari-cari pasangan lewat jaringan luar (online). Dewasa ini ada biro jasa perjodohan yang mencoba memasangkan orang secara jaringan luar. Masalahnya, mencari pasangan hidup tidaklah sama dengan mencari buku lewat jaringan luar. Bahkan dalam membeli buku pun, kalau kita membelinya lewat jaringan luar, salah satu kerugian terbesarnya adalah kita tidak tahu isinya. Demikian pula dengan mencari pasangan hidup. Perkenalan lewat jaringan luar tidaklah sama dengan perkenalan lewat interaksi langsung. Untuk urusan sepenting pernikahan, lakukanlah dengan cara yang tradisional namun terbukti ampuh, yakni perkenalan langsung.


Kita mesti mengingat bahwa hidup tidak hanya terdiri dari pernikahan dan kita pun tidak hidup hanya untuk menikah. Firman Tuhan mengingatkan, "Dan Kristus telah mati untuk semua orang, supaya mereka yang hidup, tidak lagi hidup untuk dirinya sendiri, tetapi untuk Dia, yang telah mati dan telah dibangkitkan untuk mereka." (2 Korintus 5:15) Kita hidup untuk Kristus; oleh karena itu yang terpenting adalah melakukan pekerjaan-Nya selama kita hidup. Setelah kita menyenangkan hati Kristus, biarlah kita menyerahkan hidup kepada-Nya, termasuk hal perjodohan ini.

Source : blog altarfamily.

PERKEMBANGAN MASA DEWASA



PERKEMBANGAN MASA DEWASA

Dalam studi psikologi perkembangan kontemporer atau perkembangan rentang hidup, wilayah pembahasannya tidak terbatas pada perubahan perkembangan selama masa anak-anak dan remaja saja, tetapi juga masa dewasa, tua, hingga meninggal dunia. Hal ini dikarenakan perkembangan manusia tidak akan berakhir, tetapi terus berkesinambungan. Perubahan-perubahan badaniah yang terjadi sepanjang hidup, memengaruhi sikap, proses kognitif, dan perilaku individu. Hal ini berarti bahwa permasalahan yang harus diatasi juga mengalami perubahan dari waktu ke waktu sepanjang rentang kehidupan.

Seperti halnya dengan remaja, untuk merumuskan sebuah definisi tentang kedewasaan tidaklah mudah. Apalagi di setiap kebudayaan yang ada, masing-masing memiliki ketentuan sendiri untuk menetapkan kapan seseorang mencapai status dewasa secara formal. Pada sebagian besar kebudayaan kuno, status ini tercapai jika pertumbuhan pubertas telah selesai atau setidak-tidaknya sudah mendekati selesai, atau jika organ kelamin anak telah mencapai kematangan serta mampu berproduksi. Di Indonesia sendiri, seseorang dianggap mencapai status dewasa jika sudah menikah, meskipun usianya belum mencapai 21 tahun.

Terlepas dari perbedaan dalam penentuan waktu dimulainya status kedewasaan tersebut, pada umumnya psikolog menetapkan usia 20-an sebagai awal masa dewasa dan berlangsung sampai sekitar usia 40-45, dan pertengahan masa dewasa berlangsung dari usia 40-45 hingga usia 65-an, serta masa dewasa lanjut/masa tua berlangsung dari usia 65-an sampai meninggal, demikian pandangan dari Robert S. Feldman, penulis buku "Understanding Psychology".

Berikut ini diuraikan beberapa aspek perkembangan yang terjadi selama masa dewasa dan usia tua, yang meliputi perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial.

Perkembangan Fisik :

Dilihat dari aspek perkembangan fisik, pada awal masa dewasa kemampuan fisik mencapai puncaknya, dan sekaligus mengalami masa penurunan. Adapun beberapa gejala penting dari perkembangan fisik yang terjadi selama masa dewasa, antara lain kesehatan badan, sensor dan perseptual, serta otak.

1. Kesehatan badan.
Bagi kebanyakan orang, awal masa dewasa ditandai dengan memuncaknya kemampuan dan kesehatan fisik. Mulai dari usia sekitar 18-25 tahun, individu memiliki kekuatan yang terbesar, gerak-gerak refleks mereka sangat cepat. Demikian juga dengan kemampuan reproduksi mereka. Meskipun pada masa ini kondisi kesehatan fisik mencapai puncak, namun selama periode ini mereka juga mengalami penurunan keadaan fisik. Sejak usia 25 tahun, perubahan-perubahan fisik mulai terlihat. Perubahan-perubahan ini sebagian besar bersifat kuantitatif daripada kualitatif. Secara berangsur-angsur, kekuatan fisik mengalami kemunduran, sehingga lebih mudah terserang penyakit.

Bagi wanita, perubahan biologis yang utama terjadi selama masa pertengahan dewasa adalah perubahan dalam hal kemampuan reproduksi, menopause, dan hilangnya kesuburan. Bagi laki-laki, proses penuaan selama masa pertengahan dewasa tidak begitu kentara, karena tidak ada tanda-tanda fisiologis dari peningkatan usia seperti berhentinya haid pada perempuan.

2. Perkembangan sensori.
Pada awal masa dewasa, penurunan fungsi penglihatan dan pendengaran mungkin belum begitu kentara. Pada masa dewasa akhir barulah terlihat adanya perubahan-perubahan sensori fisik dari panca inderanya.

3. Perkembangan otak.
Mulai masa dewasa awal, sel-sel otak juga berangsur-angsur berkurang. Akan tetapi, perkembangbiakan koneksi neural, khususnya bagi orang-orang yang tetap aktif, membantu mengganti sel-sel yang hilang.

Perkembangan Kognitif :

Pertanyaan yang paling banyak menimbulkan kontroversi dalam studi tentang perkembangan rentang hidup manusia adalah apakah kemampuan kognitif orang dewasa paralel dengan penurunan kemampuan fisik. Pada umumnya, orang percaya bahwa proses kognitif -- belajar, memori, dan inteligensi -- mengalami kemerosotan bersamaan dengan terus berkembangnya usia. Bahkan, ada yang menyimpulkan bahwa usia terkait dengan penurunan proses kognitif ini juga tercermin dalam masyarakat ilmiah. Akan tetapi, belakangan ini sejumlah hasil penelitian menunjukkan bahwa kepercayaan tentang terjadinya kemerosotan proses kognitif bersamaan dengan penurunan kemampuan fisik, sebenarnya hanyalah salah satu stereotip budaya yang meresap dalam diri kita.

1. Perkembangan pemikiran postformal.
Sejumlah ahli perkembangan percaya bahwa pada masa dewasa, individu-individu menata pemikiran operasional mereka. Mereka mungkin merencanakan dan membuat hipotesis tentang masalah-masalah seperti remaja, tetapi mereka menjadi sistematis ketika mendekati masalah sebagai orang dewasa. D.P. Keating, penulis buku "Adolescent Thinking", mengatakan bahwa ketika orang dewasa lebih mampu menyusun hipotesis daripada remaja dan menurunkan suatu pemecahan masalah dari suatu permasalahan, banyak orang dewasa yang tidak menggunakan pemikiran operasional formal sama sekali. Sementara itu, Gisela Labouvie-Vief (dalam buku "Understanding Human Behavior", karya McConnell dan Philipchalk), menyatakan bahwa pemikiran dewasa muda menunjukkan suatu perubahan yang signifikan. Pemikiran orang dewasa muda menjadi lebih konkret dan pragmatis.

Secara umum, orang dewasa lebih maju dalam penggunaan intelektualitas. Pada masa dewasa awal misalnya, orang biasanya berubah dari mencari pengetahuan menjadi menerapkan pengetahuan, yakni menerapkan apa yang diketahuinya untuk mencapai jenjang karier dan membentuk keluarga. Akan tetapi, tidak semua perubahan kognitif pada masa dewasa mengarah pada peningkatan potensi. Bahkan, kadang-kadang beberapa kemampuan kognitif mengalami kemerosotan seiring dengan pertambahan usia. Meskipun demikian, sejumlah ahli percaya bahwa kemunduran keterampilan kognitif yang terjadi, terutama pada masa dewasa akhir, dapat ditingkatkan kembali melalui serangkaian pelatihan.

2. Perkembangan memori.
Salah satu karakteristik yang paling sering dihubungkan dengan orang dewasa dan usia tua adalah penurunan dalam daya ingat. Namun, sejumlah bukti menunjukkan bahwa perubahan memori bukanlah sesuatu yang pasti terjadi sebagai bagian dari proses penuaan, melainkan lebih merupakan stereotip budaya.

3. Perkembangan inteligensi.
Suatu mitos yang bertahan hingga sekarang adalah bahwa menjadi tua berarti mengalami kemunduran intelektual. Mitos ini diperkuat oleh sejumlah peneliti awal yang berpendapat bahwa seiring dengan proses penuaan selama masa dewasa, terjadi kemunduran dalam inteligensi umum. Hampir semua studi menunjukkan bahwa setelah mencapai puncaknya pada usia 18 dan 25 tahun, kebanyakan kemampuan manusia terus-menerus mengalami kemunduran. Witherington dalam bukunya, "Educational Psychology", menyebutkan 3 faktor penyebab terjadinya kemunduran kemampuan belajar dewasa.
Ketiadaan kapasitas dasar. Orang dewasa tidak akan memiliki kemampuan belajar bila pada usia mudanya juga tidak memiliki kemampuan belajar yang memadai.
Terlampau lamanya tidak melakukan aktivitas-aktivitas yang bersifat intelektual. Orang-orang yang sudah berhenti membaca bacaan-bacaan yang "berat" dan berhenti melakukan pekerjaan intelektual, akan terlihat bodoh dan tidak mampu melakukan pekerjaan-pekerjaan semacam itu.
Faktor budaya. Faktor yang dimaksud terutama dengan cara-cara seseorang memberikan sambutan, seperti kebiasaan, cita-cita, sikap, dan prasangka-prasangka yang telah mengakar, sehingga setiap usaha untuk mempelajari cara sambutan yang baru akan mendapat tantangan yang kuat.

Perkembangan Psikososial :

Selama masa dewasa, dunia sosial dan personal dari individu menjadi lebih luas dan kompleks dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya. Pada masa dewasa, individu memasuki peran kehidupan yang lebih luas. Pola dan tingkah laku sosial orang dewasa berbeda dalam beberapa hal dari orang yang lebih muda. Perbedaan-perbedaan tersebut tidak disebabkan oleh peristiwa-peristiwa kehidupan yang dihubungkan dengan keluarga dan pekerjaan. Selama periode ini, orang melibatkan diri secara khusus dalam karier, pernikahan, dan hidup berkeluarga. Menurut E.H. Erikson, penulis buku "Identity: Youth and Crisis", perkembangan psikososial selama masa dewasa ditandai dengan tiga gejala penting, yaitu keintiman, generatif, dan integritas.

1. Perkembangan keintiman.
Keintiman dapat diartikan sebagai suatu kemampuan memerhatikan orang lain dan membagi pengalaman dengan mereka. Menurut Erikson, pembentukan hubungan intim ini merupakan tantangan utama yang dihadapi oleh orang yang memasuki masa dewasa. Pada masa dewasa awal, orang-orang sudah siap dan ingin menyatukan identitasnya dengan orang lain. Mereka mendambakan hubungan yang intim/akrab, dilandasi rasa persaudaraan, serta siap mengembangkan daya-daya yang dibutuhkan untuk memenuhi komitmen-komitmen ini, sekalipun mereka mungkin harus berkorban.

2. Nilai-nilai cinta.
Selama tahap perkembangan keintiman ini, nilai-nilai cinta muncul. John W Santrock, penulis buku "Child Development", mengklasifikasikan cinta menjadi 4: altruisme, persahabatan, cinta yang romantis/bergairah, dan cinta yang penuh perasaan/persahabatan. Perasaan cinta pada masa ini lebih dari sekadar gairah/romantisme, melainkan suatu afeksi -- cinta yang penuh perasaan dan kasih sayang. Cinta pada orang dewasa diungkapkan dalam bentuk kepedulian terhadap orang lain. Orang-orang dewasa awal lebih mampu melibatkan diri dalam hubungan bersama -- hubungan saling berbagi hidup dengan orang lain yang intim.

3. Pernikahan dan keluarga.
Dalam pandangan Erikson, keintiman biasanya menuntut perkembangan seksual yang mengarah pada perkembangan hubungan seksual dengan lawan jenis yang ia cintai, yang dipandang sebagai teman berbagi suka dan duka. Ini berarti bahwa hubungan intim yang terbentuk akan mendorong orang dewasa awal untuk mengembangkan genitalitas seksual yang sesungguhnya dalam hubungan timbal balik dengan mitra yang dicintai. Kehidupan seks dalam tahap-tahap perkembangan sebelumnya terbatas pada penemuan identitas seksual dan perjuangan menjalin hubungan-hubungan akrab yang bersifat sementara. Agar memiliki arti sosial yang menetap, maka organ genitalia membutuhkan seseorang yang dicintai dan dapat diajak melakukan hubungan seksual, serta dapat berbagi rasa dalam suatu hubungan kepercayaan. Di hampir setiap masyarakat, hubungan seksual dan keintiman pada masa dewasa awal ini diperoleh melalui lembaga pernikahan.

4. Perkembangan generativitas.
Generativitas adalah tahap perkembangan psikososial yang dialami individu selama pertengahan masa dewasa. Ciri utama tahap generativitas adalah perhatian terhadap apa yang dihasilkan dan pembentukan, serta penetapan garis-garis pedoman untuk generasi mendatang. Transmisi nilai-nilai sosial ini diperlukan untuk memperkaya aspek psikoseksual dan aspek psikososial kepribadian. Apabila generativitas lemah atau tidak diungkapkan, maka kepribadian akan mundur, mengalami pemiskinan, dan stagnasi.

5. Perkembangan integritas.
Integritas merupakan tahap perkembangan psikososial Erikson yang terakhir. Integritas paling tepat dilukiskan sebagai suatu keadaan yang dicapai seseorang setelah memelihara benda-benda, orang-orang, produk-produk, dan ide-ide, kemudian menyesuaikan diri dengan berbagai keberhasilan dan kegagalan dalam kehidupannya. Tahap ini dimulai kira-kira pada usia 65 tahun.

Demikianlah hal-hal yang terjadi pada masa dewasa. Setelah masa dewasa berakhir, manusia akan mengalami masa tua. Untuk memiliki hidup yang bermakna pada masa tua, kita sebaiknya menggunakan masa muda kita untuk melakukan hal-hal positif sesuai kebenaran firman Tuhan.

Diringkas dari:
Judul buku: Psikologi Perkembangan
Judul bab: Perkembangan Masa Dewasa dan Tua
Penulis: Desmita
Penerbit: PT Remaja Rosdakarya, Bandung 2005
Halaman: 233 -- 253

FORMULA PERNIKAHAN


FORMULA PERNIKAHAN

“Pernikahan adalah suatu Pengabdian total”
Bukan hanya sebagian tetapi semuanya dan bukan untuk waktu yang pendek melainkan selama hidup itu masih diberikan Tuhan.

• Pengabdian untuk mengasihi
Seringkali oleh karena berbagai macam peristiwa yang terjadi perasaan dan emosi untuk mengasihi itu lenyap, pada saat itulah kita harus tetap mengasihi bukan dengan emosi atau perasaan lagi melainkan dengan kehendak, sampai emosi dan perasaan kasih itu kembali. Begitulah kita belajar untuk setia.

• Pengabdian untuk bebas dari masa lalu
Berbuat kesalahan, beda pendapat, salah paham dan perselisihan adalah bagian dari kehidupan pernikahan, setiap kali hal itu terjadi kita harus dapat menyelesaikannya dan kemudian tidak mengingatnya lagi. Banyak pernikahan hancur oleh karena kenangan pahit masa lalu yang tersimpan dan menjadi sakit hati.

• Pengabdian untuk berubah
Diri kita belum sempurna, begitu juga pasangan kita. Jika kita melakukan kesalahan dan kemudian menyadarinya, maka kerelaaan kita untuk berubah adalah bentuk nyata kasih kita kepada pasangan kita. Ingin menang sendiri adalah bentuk dari kesombongan dan awal dari sebuah kehancuran.

• Pengabdian untuk mengerti dirimu sendiri
Mengerti orang lain adalah perkara yang sulit, namun lebih sulit lagi untuk mengerti diri sendiri. Masuk dalam pernikahan akan membuat kita sadar bahwa ada banyak hal yang belum kita mengerti dari diri kita sendiri. Pasangan kita akan membantu kita untuk mengerti diri kita sendiri.

• Pengabdian untuk mendengar
Seringkali kita berbicara lebih banyak daripada mendengar pasangan kita, terlebih didalam permasalahan keluarga. Itulah sebabnya kita kurang mengenali pasangan hidup kita dan tidak dapat bersatu hati didalam menghadapi tantangan hidup.

• Pengabdian untuk berkomunikasi
Setiap permasalahan yang terjadi adalah persoalan bersama dan harus dihadapi bersama. Tidak dapat kita katakan bahwa itu adalah persoalan pasangan kita atau bukan persoalan pasangan kita, itulah sebabnya komunikasi yang baik adalaha kunci keharmonisan dalam sebuah pernikahan.

• Pengabdian untuk mengambil keputusan bijaksana
Banyak kali suatu keputusan yang diambil dalam keadaan emosi justru berakibat menghancurkan, oleh sebab itu didalam menghadapi berbagai macam persoalan keluarga kita harus mengambil keputusan bijaksana dengan hati yang dingin dan dengan bantuan pasangan hidup kita.

• Pengabdian untuk menyelesaikan konflik
Didalam kehidupan suami istri sesekali terjadi konflik, di sinilah kita harus belajar untuk menyelesaikan konflik yang ada secara tuntas dan ini membutuhkan niatan yang baik dari kedua belah pihak. Konflik yang tidak terselesaikan dengan tuntas akan membuat banyak masalah dikemudian hari.

• Pengabdian untuk menguasai kemarahan
Janganlah kita hancur oleh karena kemarahan, apapun yang terjadi kita harus menguasai dan mengendalikan kemarahan. Baiknya kita memberi batasan kepada kemarahan kita yaitu sampai matahari terbenam, artinya tidak memberi kesempatan untuk marah dalam jangka waktu yang lama. Seseorang yang tidak bisa marah adalah orang yang bodoh, tetapi seorang yang tidak mau marah adalah orang yang bijaksana.

• Pengabdian untuk mengampuni dan berdoa bersama
Pengampunan adalah prinsip hidup yang harus diutamakan, makin banyak waktu yang kita berikan untuk bergaul dengan seseorang makin besarlah kemungkinan terjadi nya perselisihan. Demikian juga dalam pernikahan, saling mengampuni dan berdoa adalah kunci hidup pernikahan yang langgeng.

• Pengabdian untuk bersekutu dengan Tuhan
Akan berjalankah dua orang bersama-sama jika mereka belum bersehati? Bersekutu bersama adalah kunci kebersamaan dan kesehatian. Persekutuan yang dapat bertahan lama untuk jangka waktu yang tidak ada batasnya adalah ketika kita melibatkan Tuhan dalam kehidupan pernikahan kita sehari-harinya.

• Pengabdian untuk mengevaluasi pengharapan-pengharapan
Setelah pernikahan, seringkali kenyataan yang ada tidak sesuai dengan pengharapan atau impian-impian kita. Untuk tidak menyesali segala sesuatu yang terjadi dibutuhkan kedewasaan sikap untuk dapat mengevaluasi pengharapan-pengharapan yang pernah dibuat dan untuk diperbaiki bersama. 

• Pengabdian untuk mengembangkan sasaran
Sejalan dengan hidup dalam pernikahan, kita seringkali mengalami dan menghadapi perubahan dari segala sesuatu yang ada di sekitar kita, oleh sebab itu kita perlu untuk mengembangkan secara hidup kita bersama seturut dengan perubahan jaman.

• Pengabdian untuk melayani
Melalui pernikahan kita belajar untuk hidup bagi orang lain, bukan lagi bagi diri kita pribadi dan ini bukanlah suatu hal yang mudah, oleh sebab itu kita perlu untuk membuat suatu pengabdian untuk saling melayani. Kasih adalah solusi yang akan menolong dan memberi kemampuan kepada kita untuk mengerti kebutuhan orang yang kita cintai.

• Pengabdian untuk membina hubungan baik dengan keluarga
Membina hubungan baik tidak hanya perlu dengan pasangan kita saja namun juga dengan keluarga pasangan kita sebab dari merekalah pasangan hidup kita dan dengan berbuat begitu kita menyatakan kasih kita sebagai ucapan syukur kita kepada Tuhan yang telah memberikan kepada kita pasangan hidup.

• Pengabdian bersama untuk melayani Tuhan
Inilah tujuan hidup yang sebenarnya di dalam pernikahan adalah agar kita dapat bersama-sama melayani Tuhan, saling tolong menolong, saling menopang dan bekerja sama menyelesaikan tugas dan tanggung jawab yang Tuhan berikan kepada masing-masing kita selama hidup masih diberikan Tuhan kepada kita selama ada di dunia ini.

KASIH TANPA SYARAT



KASIH TANPA SYARAT

Dalam sebuah upacara perkawinan, ada pasangan yang mengucapkan ikrar perkawinan seperti ini, "Saya berjanji akan mencintaimu selama saya bisa tetap jujur pada diri saya sebagai manusia, saya berjanji akan mencintaimu selama kita mampu saling membantu mengembangkan potensi masing-masing semaksimal mungkin, saya berjanji akan mencintaimu selama cinta kita tak berubah." Janji tersebut mengungkap suatu ketetapan niat yang bersyarat. Janji itu berlaku selama syarat-syarat itu dipenuhi.

Hal ini berbeda dengan kasih kristiani yang tak bersyarat. Dalam mengasihi, kita harus meninggalkan syarat-syarat kasih seperti berikut.

Kasih Yang Memilih :
Secara alamiah kita cenderung hanya mengasihi orang-orang yang seperti kita; memiliki persamaan suku, minat, hal kejiwaan, pekerjaan, atau ekonomi. Pilihan-pilihan ini menambahkan sebuah syarat pada cinta. "Saya akan mencintai dirimu selama...."

Banyak pria dan wanita modern yang amat pemilih dalam menentukan siapa yang akan mereka kasihi. Pola khas pergaulan semacam ini ialah memilih dua atau tiga orang teman dekat, dan boleh dikatakan mengabaikan yang lain.
Bila jumlah teman dekat yang mereka pilih itu menurun, syarat-syarat pun bertambah. Seseorang terpilih sebagai teman, sebab dia seimbang dengan seseorang yang memilihnya. Karenanya, sumber-sumber perselisihan yang mungkin ada diperkecil, agar dapat memperoleh manfaat sebanyak mungkin dari persahabatan itu.

Inilah pola yang saya ikuti sebelum saya menjadi orang Kristen. Saya memunyai dua teman akrab saja. Hubungan kami membentuk suatu lingkungan yang akrab dengan beberapa aspek yang baik, namun tertutup. Hubungan kami menjadi hubungan yang sangat mengikat diri dan terbatas pada kelompok kecil saja.

Akhirnya, kami bertiga menjadi Kristen (menerima Kristus sebagai Juru Selamat) dan menjadi anggota jemaat yang sama. Kami masih tetap berhubungan erat. Dalam banyak hal, ikatan kami semakin kuat, karena ikrar kami sebagai orang Kristen. Namun kini, kami masing-masing juga dekat dengan sejumlah anggota lain dari kelompok yang lain. Dan kami merasa terikat juga pada banyak orang yang sama sekali berbeda dengan diri kami.

Kasih Yang Menguntungkan :
"Kasihilah musuhmu, berbuatlah baik kepada orang yang membenci kamu; mintalah berkat bagi orang yang mengutuk kamu; berdoalah bagi orang yang mencaci kamu... kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat." (Lukas 6:27-28, 32-35)

Kasih kristiani tidak mengharapkan balas budi dari kasih yang mereka berikan.
Sebenarnya, kita cenderung mengasihi orang-orang yang mampu membalas kasih kita saja, atau orang-orang yang menghargai kita. Akan tetapi, hal itu membatasi kasih kristiani. Ketika Yesus memerintahkan kita untuk mengasihi musuh-musuh kita, Ia menentukan batas yang lebih tinggi dalam kasih.

Tentu, selalu ada orang-orang yang sukar untuk kita kasihi. Ini normal. Mungkin beberapa orang tadi adalah musuh kita, yakni orang-orang yang hendak menyakiti kita, tetapi kebanyakan mereka adalah orang-orang yang hanya menjengkelkan kita, orang-orang yang kepribadiannya bertolak belakang dengan kepribadian kita. Namun demikian, mengasihi orang-orang seperti ini ada juga keuntungannya bagi kita. Mereka itu seperti kertas ampelas yang menimbulkan pergesekan. Manfaatnya timbul apabila sifat-sifat mereka yang menjengkelkan itu menghasilkan sesuatu yang kita butuhkan, seperti kesabaran yang lebih besar, toleransi, keluwesan, dsb.. Ini semacam pemolesan rohani. Walaupun kita memperoleh manfaat dari pemolesan ini, tetapi ini bukan alasan utama untuk mengasihi orang lain, dengan tidak mempersoalkan apakah kita akan mendapat keuntungan atau tidak bila kita mengasihi mereka.

Adakalanya, orang-orang yang sukar kita cintai ini akan menghargai usaha kita. Tetapi walaupun mereka tak menghargai usaha kita, kita harus mengasihi mereka dan melayani mereka, seperti yang dilakukan Yesus (Lukas 17:11-18).

Walaupun Yesus tidak menyetujui sikap tak tahu berterima kasih, bahkan Ia mengecamnya, namun kasih-Nya tidak bergantung pada ucapan terima kasih yang diberikan, sebagai alasan atas kasih-Nya. Bila kita mendapati diri kita melayani orang-orang yang lupa menyatakan terima kasih mereka, kita tidak boleh menanggapi sikap mereka itu dengan mengatakan, "Itulah kali terakhir saya membantu mereka." Akan tetapi, sebagaimana Tuhan kita, Yesus, kita hendaknya mengasihi dan melayani orang-orang yang tak tahu berterima kasih. Pelayanan ini tak dapat dilakukan dengan kasih yang bergantung pada keuntungan.

Kadang kala, kasih itu menguntungkan. Kasih itu menular. Orang-orang yang kita kasihi cenderung membalas kasih kita. Tetapi keuntungan perseorangan bukanlah urusan kita. Kita harus mengasihi tanpa memedulikan apakah itu menguntungkan atau tidak.

Kasih Yang Berhati-Hati :
"Kasih itu penuh risiko. Apa yang terjadi bila orang yang Anda kasihi itu berpaling dan mengkhianati Anda? Apakah yang akan terjadi bila orang yang Anda kasihi itu meninggal dunia, atau menemui kemalangan? Bukankah kasih hanya akan membuat hati Anda terluka?" Kasih yang berhati-hati berusaha melindungi diri dari dukacita. Hal menjauhi dukacita, kesulitan, dan cobaan akan menjadi syarat-syarat kasih. Cara semacam ini menjadi semakin umum dalam hubungan kita, dan orang mudah berubah karena mereka mendasarkan kasih pada perasaan.

Tentu saja tidak bisa dijamin, bahwa kasih kristiani tidak akan membawa dukacita. Orang Kristen masih bisa berbuat dosa dan masih dapat saling menyakiti hati. Rasul Yakobus mengatakan bahwa kasih "menutupi banyak dosa." Maksudnya, ada banyak dosa yang dapat ditutupi. Hubungan yang langgeng hanya dimungkinkan dengan menahan kesedihan melalui kasih yang mengikat diri, bukan dengan cara menghindari kesedihan.

Daripada mencari-cari cara melindungi diri agar hati tidak terluka dalam pergaulan kita dengan sesama, lebih baik orang Kristen melakukan pendekatan lain dalam menangani hal tersebut. Dalam pelajaran bela diri, salah satu pelajaran pertama yang diberikan adalah cara menjatuhkan diri yang tepat. Para pelatih bela diri memang realistis. Mereka menganggap bahwa anak-anak asuhan mereka nantinya harus menahan tendangan-tendangan yang tangguh. Maka dari itu, mengetahui cara menjatuhkan diri yang baik, serta cara mengatasi pukulan-pukulan yang datang adalah ketangkasan yang penting.

Orang Kristen juga dapat belajar cara menahan sakit hati dalam hubungan antar pribadi, yakni melalui pengampunan, kesabaran, langsung menangani perselisihan, dst., tanpa membuat semakin tegang ataupun menjaga jarak.

Kasih Demi Pemuasan Diri :
"Saya butuh hubungan yang penuh kasih, supaya hidup saya memuaskan." Siapakah akan memungkiri fakta yang tersirat di dalam pernyataan itu? Kita semua butuh hubungan penuh kasih agar hidup kita memuaskan. Masalahnya bukanlah pemuasan diri, tetapi menganggap pemuasan diri sebagai tujuan hidup kita.

Bila pemuasan diri adalah tujuan akhir, maka akan ada kecenderungan untuk memandang hubungan kasih sebagai alat untuk mencapai tujuan itu. Sering kali pendekatan ini menuntun kita untuk memusatkan perhatian pada kebutuhan pribadi akan kasih sayang atau pemuasan diri sendiri melalui cinta. Kasih yang tadinya merupakan pelengkap dari pemuasan diri, kini menjadi syarat lain yang harus dipenuhi.

Tujuan hidup orang Kristen bukanlah pemuasan diri, melainkan kasih akan Allah dan sesama manusia. Ajaran-ajaran Alkitab mendorong kita untuk memusatkan diri pada sesama, dan bukan memikirkan diri sendiri. Kita mengasihi, bukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan pribadi, tetapi sebagai tanggapan kasih Allah, "Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita." (1 Yohanes 4:19) Kasih bukanlah upaya untuk mencapai tujuan yang lebih tinggi, yaitu pemuasan diri, kebahagiaan, ataupun kepuasan pribadi; kasih itulah tujuannya.

Kasih Sebagai Ganjaran atau Hukuman :
Para ahli ilmu jiwa menyatakan bahwa teknik ganjaran dan hukuman sangat efektif untuk mengubah tingkah laku. Sebagai contoh adalah tikus, ia dapat dilatih untuk melakukan latihan-latihan yang cukup sulit.

Karena kasih itu sangat kuat, kita cenderung memakainya sebagai suatu ganjaran, atau menariknya kembali sebagai hukuman. Tetapi kasih semacam itu adalah kasih yang bersyarat. Kasih kristiani tidaklah untuk diamalkan dengan cara seperti itu. Kita tidak boleh menarik kembali ikatan janji kita untuk mengasihi orang lain, sebagai hukuman bagi orang tersebut bila ia bersalah; kita juga tidak boleh mengancam akan menarik kembali kasih kita, agar ia terdorong untuk mengubah dirinya. Dengan perkataan lain, mengasihi atau janji untuk lebih mengasihi hendaknya tidak dimanfaatkan sebagai alat pemikat.

Saya tidak mau memberi kesan bahwa kita berlaku tidak konsekuen jika kita mengasihi orang lain, dan bersamaan dengan itu pula, kita mencoba mengubah mereka. Kita bisa saja menerima dan mengasihi orang lain, dan pada saat yang sama, berusaha mengubah tingkah laku mereka. Cara Tuhan menerima dan mengasihi kita adalah contoh yang baik, yang dapat kita terapkan dalam hubungan kita dengan ating.

Dalam kebaktian penginjilan yang dilakukan Billy Graham, sebuah lagu dinyanyikan, “Sebagaimana adaku, kudatang pada-Mu, Yesus.” Kata-kata lagu pujian itu menyatakan suatu kebenaran yang penting: Allah mengundang kita untuk ating kepada Yesus dan menerima keselamatan, walau bagaimanapun keadaan kita. Warta suci Kristus bukanlah “berubah dahulu, baru ating”, tetapi “datanglah, sebagaimana ada.” Meskipun demikian, perubahan merupakan bagian berita keselamatan. “Datanglah sebagaimana adanya, tetapi jangan tetap dalam keadaan itu; berubahlah supaya serupa dengan Kristus.”

Maksud kasih yang mengubah tingkah laku ialah bahwa kasih yang kita berikan itu tidak tergantung pada tingkah laku orang, bukan berarti kita tak boleh berusaha mengubah kelakuan orang. Sebenarnya, adakalanya kita wajib mencoba memperbaiki tindak-tanduk seseorang. Misalnya, apabila tingkah laku seorang anak tidak pantas, maka orang tua wajib berusaha agar kelakuan anak mereka berubah. Kita tidak boleh mengabaikan tanggung jawab kita untuk membantu maupun mendorong orang yang kita cintai untuk mengubah kelakuannya, jika memang harus melakukannya. Namun, kita hendaknya jangan mengancam bahwa kita akan berhenti mengasihi mereka, jika mereka tidak mengubah kelakuan mereka.

Kasih Yang Harus Setimpal :
Keseimbangan dalam kasih itu bertalian dengan menjaga agar semua setimpal. Namun, mencari keseimbangan itu sama seperti hendak menjangkau bintang yang jauh sekali dari kita.

Dalam Efesus 5:25, Paulus mengatakan, "... kasihilah isterimu sebagaimana Kristus telah mengasihi jemaat...." Nasihatnya membatalkan usaha untuk memelihara keseimbangan dalam kasih. Saya tidak dapat membayangkan bahwa Tuhan mengasihi umat-Nya seperti itu. Puji Tuhan, Ia tidak pernah menerapkan prinsip keseimbangan kasih semacam itu kepada saya.

Hanya kasih tanpa syarat -- kasih yang tidak ambil pusing dengan ketidakseimbangan dalam pernyataan kasih -- yang dapat mengakhiri prinsip kasih yang setimpal. Seperti Yohanes menuliskan, "Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita," bukan "kita mengasihi agar semua itu setimpal."

Dalam bentuk apa pun kasih itu muncul, kasih yang bersyarat bukanlah kasih kristiani. Kasih kristiani berdasarkan kasih Tuhan yang tidak bersyarat kepada umat-Nya, yakni kasih yang diulurkan-Nya kepada kita, walaupun kita memusuhi Dia (Kolose 1:21-22).

Ringkasan :
Kasih yang diamalkan oleh orang Kristen hendaklah kasih tanpa syarat. Kasih yang memilih, mendorong kita untuk hanya mengasihi orang-orang yang serupa dengan kita. Kasih yang menguntungkan, mendorong kita untuk mengasihi sesama bila kita melihat bahwa kasih yang kita tanamkan itu membuahkan hasil/balasan. Kasih yang berhati-hati, berusaha melindungi kita dari sesuatu yang menyakiti hati kita atau dari kekecewaan. Kasih demi pemuasan diri, hanya mengutamakan kebutuhan kita akan pemuasan diri. Kasih yang dipakai sebagai sarana untuk mengubah kelakuan orang yang kita kasihi, berarti menggunakan kasih sebagai ganjaran atau hukuman. Kasih yang harus seimbang, berusaha agar segala sesuatu seimbang, tidak pernah memberikan lebih banyak atau lebih sedikit kepada orang yang kita kasihi. Semua ini adalah bentuk kasih yang menyimpang dari kasih kristiani. Kasih kristiani, sama seperti kasih Tuhan, adalah kasih tanpa syarat.

Source : blog altarfamily.

Perspektif : Pacaran dalam Ke-kristen-an


Perspektif : Pacaran dalam Ke-kristen-an

Pacaran merupakan suatu topik yang hangat dan lazim ditemui di tengah-tengah kalangan pemuda. Di dalam gereja, seringkali kita bisa melihat banyak teman-teman kita yang sudah berpacaran ataupun sedang ”PeDeKaTe” (pendekatan) kepada lawan jenisnya. Namun demikian, banyak orang Kristen (bahkan di antaranya mungkin teman kita atau kita sendiri) yang tidak berpasangan dengan orang yang seiman dan sepadan.
Bolehkah orang Kristen memiliki pasangan yang tidak seiman dan sepadan? Pertanyaan ini seringkali diabaikan oleh orang Kristen karena tidak menyadari pentingnya konsep berpasangan dalam ke-Kristen-an.
Istilah Kristen di sini bukan hanya sekedar menunjuk kepada orang Kristen secara umum tetapi kepada pengikut Kristus yang tunduk kepada Firman Tuhan.

Tentang Pacaran :
Apakah berpacaran menurut konsep Kristen? Apa perbedaannya pacaran Kristen dengan pacaran non-Kristen?
Berpacaran adalah suatu tahap yang melampaui tahap persahabatan antara seorang pria dan wanita, sebagai persiapan untuk memasuki tahap pernikahan. Yups! Terdengar begitu serius. Kenyataannya memang seserius itu. Banyak orang tidak mengerti keseriusan berpacaran dan hanya mengira kalau itu hanya untuk senang-senang. Pacaran melibatkan emosi dan jiwa, sehingga jangan heran kalau setiap kegagalan dalam berpacaran akan menimbulkan dampak pada hidup seseorang.
Kalau sudah menyadari bahwa pacaran adalah sesuatu yang serius, lalu apa?
Hanya menyadari kalau pacaran adalah sesuatu yang serius tidaklah cukup. Kita juga sebagai orang Kristen harus menyadari bahwa setiap hidup kita adalah untuk Tuhan, 
Kolose 1:16 karena di dalam Dialah telah diciptakan segala sesuatu, yang ada di sorga dan yang ada di bumi, yang kelihatan dan yang tidak kelihatan, baik singgasana, maupun kerajaan, baik pemerintah, maupun penguasa; segala sesuatu diciptakan oleh Dia dan untuk Dia.
dan tujuan hidup kita adalah untuk mempermuliakan Tuhan dan menikmati Dia di dalam setiap aspek kehidupan kita, termasuk di dalam hal mencari pasangan hidup. Karena itu, kita tidak boleh sembarangan di dalam berpacaran dan di dalam mencari pacar.

Sebelum seorang Kristen mencari pasangan, dia harus terlebih dahulu menyadari beberapa poin :
1.  Dia hidup untuk mempermuliakan Tuhan dan menikmati-Nya (Roma 11:36). Iman yang sejati adalah iman yang menyandarkan hidup sepenuhnya kepada Kristus sebagai Juruselamat dan menjadikan-Nya Tuhan (Yesus menjadi Penguasa dan kita taat sepenuhnya) di dalam kehidupan kita. Bukankah sesuatu yang wajar bila segenap hidup kita mempermuliakan Tuhan kita? Jadi sebelum mencari pacar, setiap orang Kristen harus menyadari bahwa mencari pasangan pun supaya mempermuliakan Tuhan dan dengan demikian mencari pacar yang bisa membuat kita terus lebih mempermuliakan Tuhan.
2.  Dia menyadari ada panggilan yang Tuhan tetapkan di dalam hidupnya. Setelah ditebus oleh Kristus, hidup kita pun memiliki tujuan (purpose) dan ada panggilan khusus bagi kita sebagaimana kita masuk di dalam rencana kekal Allah. Mungkin banyak orang belum tahu panggilannya secara pasti termasuk masalah pasangan hidup. Mencari pasangan hidup bertujuan untuk menggenapi panggilan yang telah Tuhan tetapkan di dalam hidup kita.
3.  Kehidupan pernikahan adalah sesuatu yang sakral dan kudus. Karena itu, pernikahan dan pacaran (persiapan pernikahan) tidak boleh dipermainkan atau dibuat mainan. Seksualitas (keintiman) juga diciptakan Tuhan sebagai sesuatu yang kudus yang boleh dinikmati oleh manusia secara bertanggung jawab di dalam pernikahan. Seksualitas dilakukan bukan sekedar untuk memuaskan nafsu birahi melainkan untuk menikmati suatu keintiman yang menggambarkan relasi antar Pribadi Allah Tritunggal dan menggambarkan relasi Kristus dengan jemaat-Nya.

Dari poin-poin di atas kita dapat langsung membedakan perspektif berpacaran secara Kristen dan non-Kristen. Secara singkat dapat disimpulkan bahwa berpacaran secara Kristen tidak berpusat kepada diri tetapi pada Tuhan. Sedangkan berpacaran non-Kristen tidak mungkin berpusat pada Tuhan karena tidak adanya relasi dengan Tuhan.

Pasangan Tidak Seiman :
Apa salahnya punya pacar yang tidak seiman dan sepadan? Kan gak pasti dia akan tetap tidak percaya? Bukankah malah ada kesempatan juga untuk mempertobatkan dia?

Memang benar kalau ada kemungkinan pasangan yang tidak seiman tersebut bisa bertobat. Namun demikian, bertobat atau tidak bertobat bukan terletak di tangan kita. Allah yang sudah menetapkan umat pilihan-Nya sehingga Dia tahu apakah seseorang akan bertobat atau tidak. Kita hanya dapat menginjili orang tersebut. Masalah percaya atau tidak, itu di luar kedaulatan kita.
II Korintus 6:14–15,
6:14 Janganlah kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak percaya. Sebab persamaan apakah terdapat antara kebenaran dan kedurhakaan? Atau bagaimanakah terang dapat bersatu dengan gelap? 
6:15 Persamaan apakah yang terdapat antara Kristus dan Belial? Apakah bagian bersama orang-orang percaya dengan orang-orang tak percaya?

Di dalam ayat ini, Paulus telah memperingatkan anak-anak Tuhan untuk tidak berpasangan dengan orang-orang yang tidak seiman. Memang latar belakang ayat ini tidak hanya tertuju secara spesifik kepada masalah pasangan hidup. Ayat ini juga mencakup gaya hidup, konsep pemikiran, dan lain-lain. Inti dari perikop ini adalah untuk menyucikan diri dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita di dalam takut akan Tuhan (II Korintus 7:1).
Saudara-saudaraku yang kekasih, karena kita sekarang memiliki janji-janji itu, marilah kita menyucikan diri kita dari semua pencemaran jasmani dan rohani, dan dengan demikian menyempurnakan kekudusan kita dalam takut akan Allah.
Tetapi yang menjadi permasalahan adalah mengapa orang Kristen ngotot untuk berpacaran dengan orang non-Kristen? Apakah motivasi di baliknya? Benarkah motivasinya untuk menguduskan pasangannya (dengan menginjilinya agar bertobat) atau sebenarnya ‘rumput tetangga lebih hijau’ dan mencoba merohanikannya? Jika benar motivasi kita adalah penginjilan, apakah harus melalui pacaran? Kita dapat menginjili siapa saja tanpa menjadikannya pasangan kita bukan? Jadi, jikalau memang motivasi kita bukan untuk penginjilan, biarlah kita jujur mengatakannya. Tetapi, kejujuran ini tidak melegitimasikan ketidaktaatan kita kepada Firman Tuhan. Ini berarti kita yang harus bertobat dan menundukkan diri kita kembali kepada otoritas Firman Tuhan menjadi penuntun hidup kita.

Problematika berpasangan dengan orang yang tidak seiman dan sepadan :
Banyak orang yang hidup rukun meskipun pasangannya tidak sepadan. Kalau begitu, kenapa tidak boleh? Apakah dampak hidup dengan pasangan yang tidak seiman dan sepadan?

Pasangan Kristen dan non-Kristen memang dapat terlihat hidup di dalam kerukunan. Namun sebenarnya, di dalam lubuk hati terdalam terdapat bentrokan besar di antara kedua belah pihak, kecuali pihak yang Kristen berkompromi. Meskipun seseorang mengkompromikan imannya untuk dapat bersama-sama dengan pasangan yang tidak seiman dan sepadan, dia tidak dapat memungkiri kalau sebenarnya dia tidak bahagia karena pernikahannya tidak dapat menjalankan fungsi sebagaimana seharusnya sebuah pernikahan (lihat poin ke-3 di atas).

Beberapa perbedaan yang pasti akan menjadi masalah ketika seorang Kristen berpasangan dengan orang yang tidak seiman dan sepadan:
1.  Status hidup – Sebagai orang beriman, status hidup kita sudah diubah menjadi anak-anak Allah. Kita memiliki sebuah hubungan yang indah dengan Bapa di surga. Rasul Paulus menggambarkannya di dalam ayat yang dikutip di atas dengan perbandingan antara terang dan gelap.
2.  Standar hidup – Sebagai orang beriman, standar hidup kita adalah Firman Tuhan. Kita sadar kalau kita harus taat sepenuhnya kepada Allah dan tunduk kepada otoritas Alkitab. Bagaimana dengan pasangan kita yang non-Kristen?
3.  Tujuan hidup – Sebagai orang beriman, tujuan hidup kita adalah mempermuliakan Tuhan dan menikmati Dia selamanya. Kita rindu segala sesuatu yang kita lakukan dapat menyenangkan Tuhan. Gol dari hidup orang Kristen adalah Tuhan sendiri, sedangkan gol hidup non-Kristen adalah untuk diri, dunia, dan setan.
4.  Arti hidup – Sebagai orang beriman, kita menemukan kepenuhan arti hidup ketika kita bertemu dengan Kristus baik di dalam keselamatan (sebagai Juruselamat) maupun seluruh aspek hidup kita (sebagai Tuhan). Singkatnya, arti hidup kita adalah Kristus. Namun, pasangan yang non-Kristen akan hidup tanpa Kristus, setiap hal yang mereka lakukan adalah sia-sia, seperti kata Pengkhotbah.
5.  Eksistensi hidup – Setiap orang beriman dikatakan sudah dipindahkan dari mati kepada hidup, sedangkan orang non-Kristen masih berada di dalam kematian. Hal ini membedakan keberadaan dan kualitas hidup itu sendiri, orang Kristen menghidupi kehidupan yang hidup, yang berarti bertumbuh, sedangkan orang non-Kristen menghidupi kehidupan yang mati, yang berarti membusuk.

Implikasi :
Apakah motivasi kita ketika bertanya bolehkah orang Kristen berpasangan dengan non-Kristen? 
Biarlah kita jujur di hadapan Tuhan dan sebagai anak Tuhan rela tunduk hidup di bawah otoritas kebenaran firman Tuhan. Dengan demikian, kita belajar di dalam aspek ini mempertuhankan Kristus dalam hidup kita. Jadi, marilah kita belajar mencari kehendak Tuhan yang adalah pusat dari hidup kita dan bukan mencari batasan sampai di mana kita masih ‘tidak melanggar’ kehendak Tuhan. Soli Deo Gloria.

Tags