Latest News

Friday, April 12, 2013

Mereka Bekerja Bagi Tuhan dan Sesama


Para frater berpose usai penerimaan jubah bersama imam konseleban dan suster Karmel dari Belanda


BAJAWA, FBC- “Untuk kedua orang tua kami:  semoga……” tidak menyelesaikan untaian doanya,  Fr  Ronal Kelen spontan membalikkan tubuhnya  dari mimbar sabda ke arah  altar, lalu sesenggukan tak kuasa menahan air matanya  yang menderas dari  kelopak matanya. Umat yang hadir ikut larut dalam adegan mengharukan pada perayaan  misa kaul sementara dan pengenaan jubah delapan Frater Novis  Ordo Carmelitarum Discalceatorum (OCD), di Kapela Biara St Yosef  Bogenga, Bajawa, Selasa, 1/5.
Frater Ronald memang berasal dari  Kabupaten Timor Tengah Selatan dan saat perayaan kaul sementara, orangtuanya tidak sempat hadir menyaksikan peristiwa bersejarah  dalam hidupnya ini.  Bersama delapan frater lainnya mereka telah mengikuti masa aspiran di Maronggela dan dua tahun novis di Biara OCD St Yosef,  Bogenga, Bajawa. Sejak mengepakkan sayapnya di Bajawa tahun 1980, benih panggilan terus disemai agar kelak  menuai para imam semi kontemplatif ini.
Pastor Felix Elavunkal, OCD, Komisariat OCD Indonesia memimpin  upacara penerimaan jubah tersebut didampingi Pastor Magister, P. Abduli Sakaria, Superior, P. John Wuwur,  Pastor paroki St Yosef Bajawa, P. Ubaldus R. Anthony, OCD, sejumlah pastor OCD, SVD dan Pastor Komisariat OCD Belanda. Mereka yang menerima kaul sementara adalah Fr. Yuven, Fr. Ronald Kelen, Fr. Hendriquest, Fr. Eman, Fr. John Fios,  Fr. Urbanus,   Fr. Paskalis, Fr. Sebastian.
Pastor Komsaris Indonesia meminta dalam sambutan resepsi usai misa kaul mengharapkan agar orangtua merelakan anak-anak mereka bekerja di kebun anggur Tuhan. “Di negara-negara Eropa dan sebagainya, sudah sangat kurang panggilan dan kita mendorong kaum muda dari Flores, Timor, Sumba dan dari mana saja untuk  ikut bekerja bersama Allah mewartakan InjilNya,” ujarnya.
Ordo Karmel tak berkasut  dan berjubah cokelat ini dapat dapat ditelusuri dari sejarah  pejuang perang salib.  Ketika itu sekitar tahun 1155 atau menjelang abad ke-12 para bangsawan awam maupun kaum klerus  yang menyepi ke Gunung Karmel dan menjadi pertapa.  Para pertapa ini menjadikan Gunung Karmel sebagai tempat ziarah dan pengembangan kehidupan doa dan kontemplasi sebagaimana tradisi yang telah dijalankan berabad-abad. Gunung Karmel sendiri menjadi tempat bersejarah bagi umat purba dan umat Kristen.
Lambang Biara OCD
Dalam kitab suci perjanjian lama, disebutkan di Gunung Karmel, Nabi Elia mengalahkan para imam Baal (bdk. 1 Raj 18:19-40), dan bahwa di situ tinggal pula Nabi Elisa pada waktu ia didatangi perempuan Sunem yang minta supaya Elisa membangkitkan putranya (2Raj 4:25).
Gunung Karmel menarik banyak orang yang ingin berkontemplasi dan berdoa. Sejak dulu berkembang kehidupan membiara (para rahib maupun biara biasa), sangat bersemangat mendirikan Ordo Karmel. Ordo ini didirikan oleh St. Brokardus yang dengan bantuan  Albertus, Uskup Yerusalem,  menetapkan tata tertib bagi ordo baru itu. Ordo tersebut berkembang cepat, mula-mula di Palestina dan Siria, lalu di Eropa. Pada tahun 1291, biara di Karmel dihancurkan. Kebanyakan biarawan wafat sebagai martir.  Sesudahnya, selama beberapa abad tidak ada biarawan di Karmel,  sampai tahun 1634 ketika sekelompok biarawan dengan berani mulai tinggal di sebuah gua di sebelah laut.
Selanjutnya para biarawan itu tetap saja menghadapi permusuhan, bahkan aniaya. Baru pada pertengahan kedua abad XVIII, di atas gua Elia didirikan sebuah biara besar. Tetapi biara itu pun tidak bertahan lama. Karena para biarawan membuka pintunya bagi para serdadu Napoleon yang terluka di Akka (tahun 1799), maka pasukan Turki, sesudah para serdadu Perancis muncul, langsung merampok para serdadu yang terluka serta para biarawan. Biara mulai didirikan kembali pada tahun 1827 dan selesai pada tahun 1836 berkat sumbangan umat Kristen seluruh Eropa. Biara Karmelit itu terletak di ketinggian 150 m, 3 km dari Haifa, dan mirip sebuah benteng.
Pembaharuan Karmel
Untuk lebih memahami ordo kontemplatif ini dapat kita telusuri dari simbol  Ordo  ini  yang bercerita tentang sejarah Ordo Karmel. Simbol terdiri dari gunung, tiga bintang, perisai,  salib,  tangan menggenggam pedang  yang menyala, dan mahkota.
John dr Brito,OCD-(alm)
Gunung berwarna coklat di atas areal latar belakang putih,  bermakna keagungan nama Karmel sebagai kharisma Ordo  yang merindukan  dan memperjuangkan persatuan dengan Allah melalui hidup doa dan kontemplasi sebagaimana semangat  para Karmelit awal.
Tameng melambangkan  ber-baju-zira-kan  keadilan,  hal ini bermakna bahwa Ordo dalam perziarahannya berlandaskan keadilan.  Tangan yang menggenggam pedang bernyala  atau  pedang roh yaitu  Sabda  Allah. Simbol ini bermakna bahwa Ordo digerakkan oleh semangat Kenabian Elia sebagai inspirator   yang  berkomitmen kepada Firman Allah yang melambangkan semangat kenabian Elia yang menghidupkan komitmen Karmel pada Allah yang hidup.
Tulisan pada pita yang diambil dari perkataan Nabi Elia  “Zelo Zelatus Sum, Pro Domino Deo Exercituum”yang berarti : “Aku Bekerja Segiat-giatnya, Bagi Tuhan, Allah Semesta Alam” (1Raja 19:9).
Simbol didominasi oleh warna coklat, warna yang melambangkan Bunda Maria  yang memberikan skapulir coklat sebagai Bunda Karmel, serta Nabi Elia yang menjatuhkan mantol kepada Eliza sebagai Bapak Karmel.
Tiga buah bintang adalah lambang dari tiga zaman yang telah dilalui Ordo Karmel serta menunjukkan tiga tradisi rohani yang diwariskan. Bintang yang terletak di bawah, berwarna perak adalah menggambarkan tradisi dan warisan rohani Maria, bintang Laut. Dua bintang yang di atas berwarna emas. Bintang bagian kanan melambangkan tradisi eremik atau pertapa, dan bintang bagian kiri menghadirkan tradisi serta pribadi Elia dan Elisa.
Tiga bintang juga melambangkan tiga jaman sejarah kehidupan Karmel, yaitu : zaman para nabi dari masa Nabi Elia sampai Yohanes Pembabtis, kemudian zaman Yunani yaitu saat Ordo mulai menyebar ke timur dan barat, atau dari zaman Yohanes Pembabtis sampai Berthold,  kemudian zaman Berthold sampai sekarang.  Mahkota yang dikeliling  dua belas bintang melambangkan Keagungan Maria Ratu para Rasul dan Ratu Karmel.
Gambar Salib diatas puncak gunung, baru kemudian ditambahkan oleh Yohanes Salib pada abad-16 sebagai ciri khas Ordo Karmel Tak Berkasut (OCD). Salib merupakan perisai yang menyatukan berbagai unsur dan warisan rohani Ordo Karmel. Dalam Salib Kristus semua unsur dan tradisi serta warisan rohani Karmel mendapat makna dan kepenuhan dalam ziarah menuju Puncak Karmel Abadi.
Ordo Carmelitarum Discalceatorum (OCD) di Indonesia
Kedatangan OCD di Indonesia bermula pada tahun 1635. Rm Dionisius OCD dengan Br.Redemptus  OCD mendarat di Aceh, namun mereka terbunuh. Akibatnya misi OCD di Indonesia terhenti. Pada tahun 1939, berganti para suster OCD yang datang ke Indonesia melalui negeri Belanda dan membangun Biara suster OCD di Lembang, Bandung.
Pada masa pendudukan Jepang pada tahun 1942, para suster OCD dari Belanda ditawan, dan biara mereka diduduki oleh Polisi. Setelah Indonesia merdeka mereka dibebaskan.
P Thom Kalloor, OCD (alm)
Sementara menanti kejelasan untuk kembali ke Lembang, Bapa Uskup Ende, Mgr. Hubertus Antonius Thijssen SVD, meminta kepada para suster OCD untuk membuka biara di Ende. Maka pada tahun 1953, berlayarlah para suster OCD menuju Ende, Flores. Para suster memilih kota dingin Bajawa menjadi tempat tinggal.  Hingga saat ini masih ada biara OCD puteri suster-suster Karmel OCD di Tanalodu, Bajawa.
Pada tahun 1960 biara OCD di Lembang kembali di buka. Pada tahun 1994 atas permintaan Uskup Dilli, Timor Leste, suster-suster OCD membuka komunitas di Hera, Para suster OCD hidup dan tinggal di dalam biara kontemplatif. Karya kerasulan yang utama adalah mendoakan kepentingan Gereja kudus Allah dan seluruh umat manusia.

Dari India Ke Flores
Tahun 1980.  Dua pastor OCD yaitu  P. Basilius, OCD dan P. Yustinus. OCD menjejakkan kaki di tanah Jawa.  Mereka dalam misi perjalanan hendak membuka misi baru untuk Ordo Karmel Tak Berkasut di luar India.   Keduanya memang berasal dari India tepatnya di Keralla India Selatan.  Tujuannya adalah Manado, Sulawesi Utara.  Ketika tengah  beristirahat beberapa hari di Jakarta  menanti lanjutan perjalanan ke Manado,  keduanya bertemu dengan Bapak Uskup Agung Ende, Mgr. Donatus Djagom, SVD.  Tak dinyana, pertemuan ini merubah segala sesuatunya. Mgr. Donatus mengajak mereka ke Ende, Flores untuk mengunjungi saudara-saudara seiman yang  merindukan sentuhan gembala.
Pada 15 Agustus 1982,  tiba di Indonesia dua pastor ordo berjubah cokelat itu  dengan  tugas mengelola sebuah paroki di Bajawa. Mereka adalah P. John Britto,OCD  dan P. Thomas Kalloor, OCD.  Sejak saat itu, keduanya merintis paroki, sekaligus mendirikan sebuah biara sebagai  lembaga untuk menyemai calon imam  semi kontemplatif ini.  Sedikitnya 24  imam telah dihasilkan. Melalui pendidikan imam dan pendidikan yang sangat ketat, Komisariat OCD  Indonesia akan terus menyemai dan menghasilkan imam untuk  berkarya di ladang Tuhan.  (Yosafat Koli)

Source : floresbangkit.com


No comments:

Post a Comment

Tags